Perempuan Kepala Rumah Tangga Bukan Penghalang Berkah

 Perempuan Kepala Rumah Tangga Bukan Penghalang Berkah

JalaStoria.id

Seorang teman perempuan membagikan penggalan kisahnya di media sosial. Menulis kisah hubungan suami istri yang sungguh harmonis. Dia berperan sebagai pencari nafkah keluarga, sedangkan suami yang mengurusi rumah tangga. Rumah tangganya pun berjalan seperti biasa.

Pada sebagian masyarakat kehidupan rumah tangga tersebut mungkin dianggap menabrak kodrat. Bahwa perempuanlah yang seharusnya ada di rumah dan laki-laki mencari nafkah. Pandangan itu seturut dengan konten di media sosial yang kerap muncul dengan menegaskan stigma perempuan kepala rumah tangga. Katanya, perempuan pencari nafkah adalah penghalang berkah dalam sebuah rumah tangga.

Dikutip dari gatra.com (1/10/21), survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik pada 2020 menunjukkan 11,44 juta keluarga dikepalai oleh perempuan. Jumlah tersebut merupakan 15,7% dari total rumah tangga di Indonesia. Persentase ini naik 31% dari tahun 2016. Lalu, mau menyebut realita di tengah masyarakat ini sebagai penghalang berkah? Nanti dulu…

Kepala Rumah Tangga, Mampu dan Berkapasitas Penuhi Kebutuhan Keluarga

Dalam masyarakat, juga terdapat  pandangan yang mengakui keberadaan tentang perempuan kepala rumah tangga. Antara lain, disampaikan oleh Dr. Faqihuddin Abdul Kodir, dalam Tadarus Subuh (11/9/2022). Ia  mengatakan, peran kepala rumah tangga bukan kodrat laki-laki.

Baca Juga: Agus Tak Risih Mencuci Baju: Berbagi Peran dalam Rumah Tangga

Masalahnya, urai Faqih, sebagian besar masyarakat memiliki pandangan bahwa laki-laki menjadi kepala rumah tangga adalah pokok dalam syariah. Padahal secara teologis, bahkan secara faktual, ini sama sekali tidak benar.

“Karena yang pokok itu bukan laki-laki menjadi kepala rumah tangga. Yang pokok adalah ada orang yang bisa memastikan kehidupan dalam rumah tangga itu berjalan, terpenuhi kebutuhannya.”

Berpijak dari situlah peran kepala rumah tangga bisa diemban siapa saja. Bisa suami, istri, atau suami dan istri. Atau bahkan anak manakala orang tua tidak lagi mampu. Peran kepala rumah tangga juga bisa disandang oleh saudara, paman atau bibi. Demikian pula negara, institusi, atau komunitas.

Dengan demikian, menurut Faqih, siapa pun yang mampu dalam keluarga itu, dia akan bertanggung jawab dalam sebuah rumah tangga. “Artinya adalah yang sangat mulia di mata nabi ketika ada seorang perempuan yang memastikan anak-anaknya terpenuhi kebutuhannya,” katanya.

Faqih tidak memungkiri, bahwa sebuah rumah tangga masih dianggap salah kaprah manakala perempuan mencari nafkah dan suami mengurus rumah. Padahal, menurut Faqih, perempuan kepala rumah tangga bukanlah gambaran dunia terbalik seperti yang dipertontonkan dalam sebuah sinetron di TV swasta.

Baca Juga: Lelaki Bapak Rumah Tangga Itu Adikku

“Oleh karena itu nanti kalau ada ayat yang sering dikutip oleh beberapa pihak untuk mengatakan laki-laki memang harus jadi kepala rumah tangga itu harus dibaca dengan semangat yang pokok tadi. Nah, kalau yang pokoknya harus laki-laki, berarti tadi disebut dunia terbalik tadi. Tapi kalau kita bilang itu bukan pokok, maka itu sama sekali bukan terbalik. Itu justru artinya adalah tanggung jawabnya terjadi dan terlaksana,” terang Faqih.

***

Perempuan kepala rumah tangga bukanlah feminisme yang kebablasan seperti anggapan sebagian kalangan. Perempuan yang bekerja mencari nafkah juga bukan penghalang berkah. Sebaliknya, mereka adalah orang-orang yang bertanggung jawab  mengupayakan kesejahteraan keluarganya tercapai. [Nur Azizah]

Digiqole ad