Serikat Buruh Migran Indonesia merilis Catatan Akhir Tahun 2021

 Serikat Buruh Migran Indonesia merilis Catatan Akhir Tahun 2021

Presiden RI Joko Widodo Memberikan Ucapan Selamat Ulang Tahun Kepada SBMI (Foto: Instagram.com/sbmi.or.id)

Bertepatan dengan peringatan hari Ulang Tahun (HUT) ke-19 SBMI yang jatuh pada tanggal 25 Februari 2022, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) meluncurkan Catatan Akhir Tahun (CATAHU) 2021 yang mengulas tentang kerentanan buruh migran dengan pendekatan pengelolaan data.

Acara peluncuran CATAHU 2021 ini dilaksanakan di lokasi kegiatan perayaan Ulang Tahun ke-19 SBMI yang penyelenggaraannya dipusatkan di Wana Wisata Hutan Pinus Songgon, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat, 25 Februari 2022.

Selama ini, SBMI telah bekerja dengan mengedepankan nilai-nilai keadilan bagi Buruh Migran Indonesia dan keluarganya. SBMI menentang perbudakan, pemerasan dan perdagangan orang.

Organisasi buruh migran ini juga bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemandirian ekonomi bagi buruh migran dan keluarganya. SBMI juga mendukung penegakan Hak Asasi Manusia (HAM), kesetaraan gender, non-diskriminasi serta membangun persaudaraan dan solidaritas gerakan sosial, baik di tingkat nasional, regional dan internasional.

Baca Juga: Permenaker JHT Tidak Pro PRT

SBMI telah melakukan kerja-kerja penanganan kasus yang dialami oleh buruh migran, baik di sektor darat maupun sektor laut. CATAHU 2021 ini mengungkap realitas data yang selama ini ditangani SBMI.

“Berdasarkan pendokumentasian aduan kasus, sejak tahun 2010 sampai dengan tahun 2021, trend- nya cenderung meningkat. Bahkan, jumlah pengaduan kasus tahun 2021 meningkat cukup signifikan jika dibanding tahun 2020, yaitu dari 643 kasus menjadi 999 kasus atau meningkat 64%. Berdasarkan analisis SBMI, faktor pendorong terjadinya migrasi tidak hanya faktor kemiskinan dan adanya pemiskinan, tetapi juga karena kurangnya informasi terkait tata cara migrasi yang aman dan adil, sehingga banyak calon BMI yang gagal berangkat karena tertipu calo,” jelas Ketua Umum SBMI, Hariyanto Suwarno.

Berdasarkan catatan kasus dari tahun 2010 sampai dengan 2021, SBMI telah menangani kasus buruh Migran Indonesia sebanyak 4.553. Secara keseluruhan, kasus tersebut masih banyak dialami oleh buruh migran perempuan. Namun, pada tahun 2021 ini, ada perbedaan dari tahun-tahun sebelumnya, karena jumlah kasusnya lebih banyak dialami oleh laki-laki.

Peningkatan jumlah kasus yang dialami oleh laki-laki buruh migran Indonesia, bersumber dari persoalan para pelaut awak kapal atau yang biasa disebut Anak Buah Kapal (ABK) yang semuanya laki- laki, kasus calon BMI gagal berangkat ke Polandia, dan kasus gaji tidak dibayar yang sebagian besar dialami BMI dan calon BMI laki-laki.

Baca Juga: Suara Anak: Beri Kami Kesempatan dan Stop Jadikan Kami Dekorasi

Sepanjang tahun 2021, SBMI mendapat pengaduan sebanyak 999 kasus. Dari jumlah tersebut, jenis permasalahan terbanyak, yaitu kasus gagal berangkat yang menempati urutan pertama sebanyak 254 kasus (95% laki-laki), urutan kedua kasus gaji tidak dibayar sebanyak 180 kasus (83 % laki-laki), yang ketiga perdagangan orang sebanyak 159 kasus (59% laki-laki), dan berbagai kasus lainnya.

Khusus terkait kasus ABK Perikanan, investigasi SBMI bersama Greenpeace Indonesia selama beberapa tahun terakhir mengungkap penyebaran asal ABK Perikanan yang diberangkatkan ke luar negeri. Sebagian besar ABK Perikanan berasal dari Pulau Jawa, khususnya wilayah pantai utara Jawa Tengah dengan tujuan utama penempatan di kapal-kapal ikan berbendera Taiwan dan kapal berbendera China.

Hal ini menjadi bukti nyata bahwa buruh migran masih jauh dari keadilan hak, keadilan hukum, keadilan sosial dan kesehatan, terlebih lagi di tengah situasi pandemi Covid-19.

Catatan tersebut membuktikan bahwa perjuangan belum bisa dinikmati oleh kelompok rentan, salah satunya adalah buruh migran dan anggota keluarganya. Namun perjuangan tidak boleh berhenti dan putus asa. Perjuangan akan terus berlangsung dengan upaya pendekatan penguatan lintas sektor.

Baca Juga: Peringatan Hari Buruh Internasional

CATAHU 2021 ini bisa menjadi acuan untuk membangun strategi bersama, mendesain peningkatan perlindungan buruh migran melalui berbagai mekanisme yang ada serta untuk memperkuat gerakan buruh migran dari hulu dan hilir dengan memakai mekanisme saling berbagi informasi lintas sektor.

Data-data yang terdokumentasikan di CATAHU ini juga bisa menjadi rujukan untuk perubahan regulasi yang lebih melindungi kelompok rentan atau yang direntankan, termasuk percepatan penerbitan PP tentang Penempatan dan Pelindungan Aawak Kapal Niaga dan Awak Kapal Perikanan.

“Peran media diharapkan akan lebih efektif dalam advokasi kasus dan advokasi kebijakan tentang buruh migran. Perspektif dan pemahaman yang sama terkait dengan mekanisme perlindungan buruh migran dan anggota keluarganya diharapkan juga akan semakin meningkat, sehingga dapat terbangun strategi bersama untuk mendesain peningkatan pelindungan buruh migran melalui berbagai mekanisme yang ada,” pungkas Hariyanto.

Figo, Dept. Media/Komunikasi DPN SBMI

Digiqole ad