LBH APIK Jakarta Sediakan Panduan bagi Paralegal dan Pendamping Korban

 LBH APIK Jakarta Sediakan Panduan bagi Paralegal dan Pendamping Korban

Ilustrasi (Sumber: YouTube LBH APIK Jakarta)

 

JAKARTA, JALASTORIA.ID – Tak lama setelah acara dibuka, sebuah cover buku ditayangkan melalui fitur screen share. Didominasi warna ungu semi biru, cover buku itu menampilkan judul yang terletak di tengah dalam bingkai persegi dengan warna ungu dan putih di dalamnya. Judul buku itu bertuliskan “Panduan Pendampingan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan bagi Paralegal dan Pendamping Korban.”

Itulah buku yang diluncurkan oleh LBH APIK Jakarta pada 15 Agustus 2021 melalui aplikasi Zoom Meeting. Siti Mazumah, Direktur LBH APIK Jakarta menyampaikan, penyusunan buku ini tidak terlepas dari pengalaman LBH APIK Jakarta yang mengorganisir paralegal dari 2003 sampai dengan sekarang. “Banyak sekali pengalaman dan pelajaran yang bisa kita ambil dan penting buat kita semua untuk mendokumentasikan bagaimana paralegal melakukan pendampingan terhadap kasus KS kepada perempuan,” ungkap Mazumah.

Ia menjelaskan, dalam proses penyusunan buku ini,  ada banyak pihak yang berkontribusi memberikan masukan. Antara lain, LBH Jakarta, LBH Pers, dan LBH Masyarakat, dan beberapa komunitas.

Sementara itu, Siti Husna, Advokat LBH APIK Jakarta menambahkan, buku ini erat terkait dengan rapat-rapat bulanan yang membahas beberapa kendala pendampingan di lapangan. Berdasarkan berbagai kendala yang dijumpai itu, LBH APIK Jakarta membangun komunikasi dan melakukan advokasi yang membuahkan sejumlah kebijakan. Oleh karena itu, buku ini juga memuat sejumlah peraturan yang sebelumnya sudah diadvokasikan bersama, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan ketika melakukan pendampingan perempuan dan anak.

 

Substansi Panduan

Dalam buku ini, diuraikan sejumlah landasan perlindungan hukum bagi korban kekerasan perempuan dan anak. Selain itu, dalam buku ini juga dijelaskan sejumlah aspek terkait paralegal. Mulai dari definisi, sejarah, peran, fungsi, dan kerja-kerja yang dapat dilakukan oleh seorang paralegal. Contoh alur pendampingan di LBH APIK Jakarta juga terdapat dalam buku ini.

 

Baca Juga: Mempersenjatai Diri Dengan Buku Pendampingan Dasar Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan

 

Hal lainnya yang tercantum dalam buku ini adalah kontak jaringan terkait penanganan kasus. Dengan demikian, buku ini dapat menjadi referensi apabila korban yang didampingi perlu dirujuk ke organisasi lain yang menyediakan layanan yang dibutuhkan korban. “Contohnya ketika kita sedang menangani kasus disabilitas yang butuh penerjemah, maka bisa menghubungi jaringan kita,” jelas Husna.

Selain itu, hasil advokasi kebijakan terkait penanganan kasus yang selama ini dilakukan juga tertuang dalam buku ini. Misalnya, kendala untuk memperoleh layanan gratis dari pemerintah daerah untuk rumah aman dan dari rumah sakit untuk keperluan visum. Saat ini, telah terbit Keputusan Gubernur DKI Jakarta yang membebaskan korban dari membayar biaya visum dan juga layanan rumah aman.

“Jadi kita kalau sambil melakukan pendampingan, kita bawa buku. Jadi kalau ada rumah sakit yang menolak kita bawakan [buku ini], bahwa ini lho dasar hukumnya sudah ada. Bahwa untuk korban kekerasan perempuan dan anak baik rumah aman atau visum sudah ada keputusan gubernurnya,” tegas Husna.

 

Respons Paralegal dan Pendamping

Kehadiran buku ini mendapatkan sambutan positif dari paralegal. Siti Aminah, paralegal LBH APIK Jakarta dari Depok menyatakan, kehadiran buku ini memotivasi dirinya sebagai paralegal yang mendampingi korban. “Inti dari buku panduan tersebut membuat kami paralegal bersemangat dalam pendampingan. Jadi banyak banget manfaatnya yang kami rasakan,” ungkap Aminah.

Dengan kehadiran buku ini, menurut Aminah, apabila sedang menemui kendala di lapangan, paralegal tidak musti terburu-buru meminta bantuan advokat yang juga punya banyak kesibukan. “Kita bisa lihat-lihat dulu buku panduan [ini] yang menurut saya sih dari segi tulisan bahasa itu, sederhana dan sangat dimengerti,” tukas Aminah.

Menurut Aminah, dalam penanganan kasus justru kendala yang dihadapi datang dari aparatur penegak hukum. Masih banyak aparatur penegak hukum yang meremehkan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain itu, tidak jarang mereka justru menawarkan agar korban berdamai dengan pelaku agar tidak perlu capek ke pengadilan.

Berbagai kendala itu tidak menyurutkan Aminah. Ia justru bangkit dan semangat untuk membantu yang tertindas. Motivasi itu semakin meningkat dengan adanya buku panduan dari LBH APIK Jakarta ini.

Adapun Walin, pendamping dari Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) menginformasikan, terhitung dari tahun 2019-2020, terdapat peningkatan sekitar 48% dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak penyandang disabilitas. “Itu yang melapor ke LBH APIK. Saya berpikir yang tidak melapor pasti akan lebih banyak, karena masing-masing punya catatan tersendiri,” ujar Walin.

Menurut Walin, kasus kekerasan yang semakin meningkat seiring waktu ini harus sejalan dengan bertambahnya jumlah pendamping. Tak lain agar penanganan kasusnya maksimal dan pendamping tidak kewalahan, termasuk dalam menghadapi kendala yang muncul.

Dalam penanganan kasus kekerasan yang dialami penyandang disabilitas, terdapat sejumlah kendala yang dihadapi. Antara lain, aparatur penegak hukum belum memahami cara berkomunikasi dengan penyandang disabilitas. Selain itu, terdapat aparatur penegak hukum yang meminta pengurus HWDI memperlihatkan sertifikasi sebagai pendamping bagi penyandang disabilitas.

 

Baca Juga: Peran Pendamping dan Kerahasiaan Identitas Korban

 

Terkadang, kendala ini membuat pengurus HWDI merasa down, mengingat mereka pun tidak memiliki latar belakang di bidang hukum. Menurut Walin, pernah terbersit di pikirannya, ingin memiliki kartu identitas pendamping korban. Ini semacam kartu pers bagi para jurnalis. Atau minimal, memiliki buku pedoman sebagai acuan pendampingan korban.

Namun ia menyatakan, pekerjaan rumah para pendamping belum benar-benar selesai meski buku pedoman pendampingan sudah ada. Langkah selanjutnya menurut Walin, penting meningkatkan kapasitas para pendamping dan melatih aparatur penegak hukum agar bisa berkomunikasi dengan penyandang disabilitas.

 

Sejumlah Catatan

Kehadiran buku ini juga disambut oleh Febi Yonesta, Pengurus YLBHI. Menurut Febi yang kerap disapa Mayong ini, buku ini menunjukkan bahwa praktik dan kebutuhan masyarakat terhadap paralegal memang ada dan merata di berbagai daerah. Maka dibutuhkan panduan yang bisa digunakan paralegal untuk melakukan berbagai tugas dalam pemberian bantuan hukum.

Dalam paparannya, Mayong memberikan beberapa catatan terhadap buku ini. Antara lain, mengenai pentingnya memuat tiga elemen pengembangan diri bagi paralegal, yaitu kesadaran bersikap, pengetahuan, dan keterampilan. Pembahasan tiga elemen pengembangan diri bagi paralegal ini sebaiknya dilakukan secara berurutan. Mulai dari membangun kesadaran, dilanjutkan dengan memberikan pengetahuan, dan diakhiri dengan keterampilan. Menurut Mayong, buku panduan ini harus bisa merespon kebutuhan hukum kelompok sasaran, terutama di bagian pengetahuan dan keterampilan.

Selanjutnya, seorang paralegal mesti memahami etika paralegal agar tidak menyimpang dari kewajibannya sebagai paralegal. Hal ini ditujukan untuk menghindarkan kerugian pada korban. Melalui buku ini, paralegal perlu tahu resiko yang akan ia hadapi dan bagaimana paralegal melindungi dirinya dari berbagai resiko tersebut.

Terkait dengan keberadaan paralegal yang melekat pada advokat atau organisasi bantuan hukum, Mayong mengingatkan perlu untuk mempertimbangkan keberadaan paralegal berbasis komunitas. “Apakah mereka berada di bawah kontrol bimbingan LBH? Apa dia mandiri dan sifatnya koordinatif dengan LBH?” tanya Mayong.

Selain itu, informasi mengenai dasar hukum dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan perlu dilengkapi dengan informasi singkat mengenai poin utama suatu instrumen hukum dan fungsinya untuk melegitimasi sesuatu.

Dengan demikian, ketika seorang paralegal menggunakan buku ini, ia tidak sebatas mampu menyebutkan instrumen hukum saja. Paralegal itu dapat juga menjelaskan setidaknya sedikit informasi mengenai intisari instrumen hukum yang disebutkan. [ANHS]

Digiqole ad