Mempersenjatai Diri dengan Buku Pendampingan Dasar Kasus Kekerasan terhadap Perempuan

 Mempersenjatai Diri dengan Buku Pendampingan Dasar Kasus Kekerasan terhadap Perempuan

Ilustrasi: Gea Ayuning Arliani, S.Ds

 

Oleh: Wahyu Agung Prasetyo

 

Kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi di manapun, kapanpun dan kepada siapapun. Termasuk keluarga dan teman kita sendiri. Kita memang perlu melakukan tindakan pencegahan dan penanganan terhadap kasus kekerasan terhadap perempuan. Namun, ketika kekerasan itu terjadi, sering kali kita bingung bagaimana cara menghadapinya maupun cara melakukan kerja pendampingan. Panduan pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan juga minim.

Di tengah minimnya panduan pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan, LBH Bandung bekerjasama dengan Samahita menyusun buku panduan tersebut. Buku  berjudul“Buku Panduan Pendampingan Dasar Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan” itu diluncurkan pada 16 Februari 2021. Melalui buku tersebut, kita bisa mendapatkan pelajaran penting bagaimana cara melakukan kerja pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Pertama-tama, kita perlu mengetahui definisi pendampingan dan pendamping. Dalam buku panduan itu, pendampingan adalah suatu kerja individu atau kelompok yang bertujuan untuk membantu korban berdaya menolong dirinya sendiri. Sedangkan pendamping menurut definisi Samahita adalah individu atau kelompok yang secara umum memberikan bantuan kepada korban untuk dapat berdaya dalam membantu dirinya sendiri.

Pendamping juga merupakan seseorang atau kelompok yang telah memenuhi syarat sebagai pendamping klien (baik itu korban maupun keluarga korban) yang bekerja sesuai perannya dengan berdasarkan pada asas, prinsip, dan etika kerja pendampingan. Pendamping menjalankan tugas untuk membantu klien dalam mencari akses bantuan yang dibutuhkan seperti akses bantuan hukum, psikologi, atau sosial.

Dalam melakukan kerja-kerja pendampingan, pendamping mengacu pada dua asas yaitu asas keadilan transformatif dan asas keadilan restoratif. Keadilan transformatif adalah pendekatan yang berupaya mentransformasi masyarakat dan sistem-sistem di dalamnya demi mencapai masa depan yang lebih baik serta memastikan agar tindakan kekerasan tidak terulang lagi. Sedangkan keadilan restoratif adalah pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku dan korban. Tujuannya agar tercapai keadilan bagi seluruh pihak, sehingga diharapkan tercipta keadaan yang sama seperti sebelum terjadinya kejahatan serta mencegah terjadinya kejahatan lebih lanjut.

Pendamping juga harus mengacu pada prinsip kerja pendampingan. Prinsip kerja pendampingan itu di antaranya adalah non-diskriminatif, setara dan saling menghormati, menjaga privasi atau kerahasiaan, memberi rasa aman dan nyaman, dan menghargai pendapat individu (termasuk latar belakang, pengalaman hidup, dan cara bertahan). Selain itu ada prinsip tidak menghakimi, menghormati pilihan dan keputusan korban, menggunakan bahasa sederhana dan ringan, empati, objektif (jangan terbawa emosi/perasaan pribadi), serta tidak memanfaatkan hubungan dengan klien untuk kepentingan pribadi.

Selain asas dan prinsip, ada etika pendampingan yang perlu dijadikan acuan bagi pendamping. Ada delapan etika pendampingan, yaitu:

  1. Kita hanya memberikan layanan yang sesuai dengan training dan pendidikan yang kita terima dan pelajari.
  2. Beritahukan klien apa yang akan kita berikan dan lakukan kepadanya. Setelah selesai, kita wajib memberitahukan kepadanya, supaya ia tidak merasa dirugikan. Jika kita bekerja untuk suatu lembaga dan diwajibkan melapor kepada lembaga itu, kita harus meminta izin kepada klien.
  3. Tidak boleh melakukan pelecehan seksual, memikat klien secara seksual, dan atau berperilaku yang bermuatan seksual. Kita tidak boleh membedakan klien berdasarkan jenis kelamin.
  4. Kita tidak boleh membahayakan klien karena masalah diri kita sendiri (misalnya, kita sedang marah kepada istri di rumah, lalu marah kepada klien). Jika memunyai masalah pribadi, segera cari pertolongan (jangan terlalu lama). Sementara itu, berhentilah sementara sebagai konselor.
  5. Kita tidak boleh merugikan klien. Harus menghindari gangguan.
  6. Kita tidak boleh memberikan pengaruh untuk menekan Misalnya, memberi pertimbangan yang keliru demi kepentingan kita.
  7. Kita tidak bisa menghindari persahabatan dengan klien, namun jangan sampai persahabatan itu mengganggu dan merugikan proses terapi kita. Bila perlu, jagalah jarak dengan klien.
  8. Dalam terapi yang serius, jangan menerima kado atau hadiah dalam bentuk apapun. Pemberian yang bersifat tidak anti-teraupetik (membangun) boleh diterima dan harus dijaga agar tidak mengeksploitasi hubungan itu.

Setelah mengetahui dan memahami asas, prinsip serta etika pendampingan, selanjutnya kita perlu mengetahui tiga jenis pendampingan. Pertama, pendampingan sosial, yaitu suatu proses relasi sosial antara pendamping dan klien yang bertujuan untuk memecahkan masalah, memperkuat dukungan, juga memberdayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Serta, meningkatkan akses klien terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan publik lainnya.

Kedua, pendampingan psikologi, yaitu layanan pendampingan yang diperuntukan bagi klien yang sedang menjalani proses hukum dan memerlukan penguatan psikologis untuk membantunya mengatasi kondisi yang sedang ia jalani. Ketiga, pendampingan hukum, yaitu proses di mana klien didampingi oleh penasihat hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan. Proses ini menjadi upaya untuk mendorong terpenuhinya hak-hak korban.

Tentunya, pendamping harus memahami kebutuhan klien yang berbeda-beda. Setidaknya, ada lima kebutuhan yang bisa ditemukan pada korban, yaitu:

  1. Kebutuhan penerimaan; merupakan kebutuhan akan rasa diterima, diharapkan/dibutuhkan, dicintai dan dihargai dalam lingkungan.
  2. Kebutuhan self-esteem; kebutuhan akan dihargai oleh orang lain. Dalam hal ini, klien memerlukan dukungan untuk dapat berpikir lebih baik tentang dirinya sendiri dan membangun harga dirinya.
  3. Kebutuhan aktualisasi diri; kebutuhan klien untuk bisa mengembangkan dan memberdayakan dirinya.
  4. Kebutuhan pada rasa aman; kebutuhan ini terkait dengan perasaan aman klien dari setiap risiko dan ancaman yang rentan terjadi pada klien.
  5. Kebutuhan akan keadilan; pada kasus tertentu, pengalaman yang dihadapi klien telah menimbulkan trauma dan kerugian, baik secara mental, fisik maupun materi. Maka diperlukan upaya untuk klien memperoleh kembali haknya yang telah terganggu atau hilang karena kejadian tersebut.

Menjalankan kerja-kerja pendampingan juga memiliki larangan atau hal-hal yang tidak boleh dilakukan pendamping. Beberapa larangan itu adalah membuka rahasia korban/identitas tanpa persetujuan korban, tidak serius/menyepelekan kasus, dan menyalahkan korban. Selain itu, pendamping dilarang tidak menghormati hak korban, menganggap masalah sebagai hal biasa, memberikan dukungan finansial secara pribadi, serta memaksakan pendapat dan kehendak kepada korban.

Demikianlah pelajaran penting tentang cara melakukan kerja pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan. Kekurangan dalam buku ini masih banyak penulisan yang typo dan kata yang tidak baku. Selain itu, ada kesan ambigu di bagian penulisan etika pendampingan. Ada pemisahan poin etika dengan penjelasannya. Seperti poin etika pendampingan di antaranya adalah “pelecehan seksual”. Kesan ambigunya, ketika membaca poin tersebut, pembaca bisa menangkap bahwa pelecehan seksual itu termasuk etika pendampingan. Supaya tidak memberi kesan ambigu ke pembaca, penulisan poin etika pendampingan bisa diperbaiki menjadi lebih spesifik, seperti “tidak melakukan pelecehan seksual”.

Selebihnya, buku ini sangat relevan untuk kita semua yang mempunyai tujuan melawan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan. Sekali lagi, kita perlu berinisiatif mencegah dan menangani kasus kekerasan terhadap perempuan di sekitar kita.

Naskah ini diadaptasi dari “Buku Panduan Pendampingan Dasar Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan” yang disusun oleh Ressa Ria Lestari, dkk. Diterbitkan oleh LBH Bandung pada Februari 2021. Dokumen lengkapnya bisa diunduh secara gratis dalam tautan di twitter atau instagram Samahita (@samahita_bdg).

 

Penulis artikel dan karya jurnalistik, bisa dihubungi di facebook (Wahyu AO), twitter (@wahyu_mnyblkn) dan instagram (@wah_ao)

Digiqole ad