KDRT dalam Data Penegak Hukum

 KDRT dalam Data Penegak Hukum

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

Penelusuran JalaStoria dalam mesin pencari Google menemukan 6.670.000 result dalam pencarian yang menggunakan kata kunci kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Lalu, berapa jumlah KDRT yang ada di dalam catatan aparat penegak hukum (APH)?

Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (UPPA) Bareskrim Polri mengungkap, dalam lima tahun terakhir angka kekerasan terhadap perempuan dan anak cenderung fluktuatif. Namun, faktanya, KDRT masih menempati peringkat pertama sejak 2019 hingga 2023. Meski angka tertinggi terjadi di tahun 2020, namun di tahun 2023 saja UPPPA Bareskrim Polri sudah menangani 2.261 laporan polisi (LP). Bentuk KDRT didominasi kekerasan fisik, kemudian penelantaran rumah tangga, kekerasan psikis, dan kekerasan seksual.

Beralih ke data milik kejaksaan. Jumlah laporan KDRT kurun 5 tahun terakhir kasus tertinggi secara konsisten ada di pulau Sumatera. 1.239 perkara, tertinggi ada di kejaksaan tinggi Sumatera Selatan (2020). 1.218 perkara dan yang tertinggi ada di Kejari Medan (2021). Kemudian 1.247 di tahun 2022 dan tertinggi terdapat di Kejari Deli Serdang. Sementara tahun 2023 tercatat 838 perkara dengan Kejari Deli Serdang masih yang tertinggi hingga September 2023.

UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) sudah berusia 19 tahun. Hampir dua dekade UU PKDRT diundangkan, faktanya masih banyak catatan dalam penerapannya.

Baca Juga: Cerita Korban Perkosaan dan KDRT yang Terancam Pidana

Catatan hampir seragam baik dari APH maupun pengada layanan adalah korban KDRT masih sering dilaporkan balik oleh terpidana/pelaku. Erni Mustikasari, Jaksa Ahli Muda pada Kejaksaan Agung RI berpandangan pentingnya menormakan kembali perlindungan korban agar tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporannya. Selain itu, sosialisasi dan diklat kepada APH perlu disertai studi kasus terkait agar muncul sensibilitas dalam penanganan perkara serupa.

Erni mengungkap siklus naik turun dalam tindak pidana KDRT bahkan seringkali memengaruhi proses peradilan. Penyidik dan penuntut umum seringkali kehilangan saksi kunci. Terlebih setelah masuk proses peradilan, terdakwa tak jarang membujuk korban untuk memaafkan atau bahkan mengancam saksi dan/atau korban.

Salah satu kepentingan UU PKDRT yakni memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis menjadi catatan lain dalam proses peradilan. Saling memaafkan di sidang tak jarang dipandang hakim bahwa keadaan keduanya akan membaik setelah sidang rampung. Hal ini yang kemudian menjadi pertimbangan hakim untuk menjatuhkan pidana dengan syarat kepada terdakwa.  Dari sini kemudian kekerasan kembali terulang.

Ratna Susianawati, Deputi bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA RI dalam “Dialog Mengenai PKDRT” pada Selasa (19/9/2023) menyatakan trend peningkatan kasus KDRT menjadi perhatian serius.  Data SIMFONI PPPA yang dihimpun dari provinsi, kabupaten dan kota menunjukkan kasus kekerasan terbesar yang dialami perempuan adalah KDRT, “Sekitar 73%, ya, bu, dari data yang kita catat dan dari sisi jenis kekerasannya memang kekerasan secara psikis yang masih paling besar.”

Baca Juga: Diskriminasi Hukum terhadap Perempuan Korban KDRT

Kehadiran UU PKDRT menjadi oase bagi perempuan untuk mengupayakan keadilan, perlindungan, sekaligus pemulihan. Sebagai korban KDRT, yang memang kebanyakan adalah perempuan, ia berhak atas jaminan perlindungan, termasuk di ruang privat.

Melalui rangkaian kegiatan kampanye penghapusan KDRT ini Ratna berharap akan menghasilkan catatan rekomendasi mulai dari pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum.

“Itu penting bagi kami di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di dalam nanti memformulasikan berbagai upaya-upaya perubahan untuk bisa memasifkan upaya-upaya kami di dalam meminimalisir terjadinya kasus-kasus kekerasan khususnya memastikan bagaimana penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bisa kita lakukan secara masif dan berkelanjutan,” terang Ratna. [Nur Azizah]

***

Dialog mengenai Penghapusan KDRT dengan APH merupakan rangkaian kegiatan Kampanye Penghapusan KDRT Jelang Dua Dekade UU PKDRT kerja sama JalaStoria Indonesia dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA). Diawali dengan Kick off  Meeting pada 4 September 2023 lalu dan puncak kegiatan akan diselenggarakan pada 8 Oktober 2023 di arena Car Free Day.

Kegiatan dapat disimak melalui tautan: https://www.youtube.com/watch?v=QLYD4Nv31EQ

 

 

 

 

 

 

 

 

Digiqole ad