Pada Hari AntiTembakau Sedunia, semua negara menyerukan kepada warganya untuk berhenti merokok sekurang-kurangnya 1×24 jam. Di Indonesia, Pemerintah juga menyerukan kepada lembaga penyiaran untuk tidak menayangkan iklan rokok selama 31 Mei.

Nah mengenai rokok, UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan produk tembakau ini mengandung zat adiktif.  Saat UU ini disahkan, sempat ada kehebohan karena pasal yang menyatakan produk tembakau sebagai zat adiktif menghilang. Apabila nyata demikian, ini tentu berseberangan dengan upaya pemerintah meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, antara lain dengan himbauan untuk berhenti merokok sampai dengan kewajiban perusahaan rokok untuk mencantumkan peringatan dan gambar tentang bahaya merokok.

Tahun ini, UU Kesehatan akan diamandemen dengan sekaligus mengangkut sejumlah UU menjadi satu UU yang terkait dengan bidang kesehatan. Bagaimana kelak pengaturan tentang produk tembakau ini? Yuk bersama-sama pantau pembahasannya ya…!

Satu hal lagi tentang RUU Kesehatan, ada sejumlah pasal di dalamnya yang berdampak langsung kepada kualitas kehidupan perempuan dan nasib perempuan yang mengalami kekerasan seksual. Tak lain adalah pasal-pasal tentang aborsi. Dalam membentuk suatu regulasi, pihak yang memiliki kekuasaan membentuk UU hendaklah mencermati kembali apa tujuan yang hendak dicapai dari pengaturan ini.

Apabila tujuan yang hendak dicapai adalah perlindungan perempuan sebagai manusia, tentu pembentukan regulasi akan mempertimbangkan kerentanan perempuan, sang pemilik rahim penyambung kehidupan. Namun, apabila semata hendak melindungi rasa susila masyarakat yang pada hakikatnya menyalahkan korban -yaitu perempuan- niscaya tujuan pembentukan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia tidak akan terwujud karena ditegakkan di atas norma yang mengandung kecurigaan dan bias gender kepada perempuan atas dasar moralitas dan kesusilaan.[]

Share.

Comments are closed.