10 Quote di Hari Gerakan Perempuan Indonesia
Setiap tanggal 22 Desember, Indonesia merayakan Hari Ibu yang memiliki makna sebagai hari gerakan perempuan. Ini mengacu pada proses dan perjuangan para perempuan Indonesia yang membahas berbagai permasalahan kebangsaan dan pemenuhan hak perempuan dalam Kongres Perempuan Indonesia I pada 1928.
Bagi sebagian kalangan, Hari Ibu pada 22 Desember itu dimaknai sebagai “mother’s day”. Penetapan tanggal tersebut dengan menggunakan diksi “Ibu” tidak terlepas dari gagasan yang diajukan dalam Kongres Perempuan III pada 1938, tentu dengan pemaknaan “Ibu” yang lekat dengan kebangsaan, bukan mendomestikasi peran perempuan.
Nah, dengan demikian, ketimbang memberi ucapan selamat hari ibu yang lebih mengglorifikasi peran perempuan terkait pengasuhan dan peran di ranah domestik, tentu perlu menyampaikan ucapan yang memaknai semangat juang perempuan.
Baca Juga: Merefleksikan Semangat Hari Ibu di Tengah Pandemi
Berikut 10 ucapan dari para tokoh publik yang sarat makna tentang perempuan. Siapa saja mereka dan apa kalimat saktinya dalam memandang perempuan dan persoalannya?
- “Karena saya seorang perempuan, saya rentan. Sangat mudah untuk menjelek-jelekkan saya dan menganggap saya sebagai wanita yang tidak mengikuti tradisi wanita Afrika yang baik.” (Wangari Maathai, feminis sekaligus aktivis lingkungan hidup asal Kenya yang dikenal dengan Gerakan Sabuk Hijau/Green Belt Movement)
- “Kita bukan pecundang. Kita adalah anak perempuan dari seorang ibu yang merupakan seorang pemimpin, intelektual, pejuang. Angkat Dagu! Senyum! Tertawalah bersamaku! Kebahagiaan adalah perlawanan!” (Sakdiyah Maruf, feminis dan komika)
- “Saya ingin memberi perempuan ruang untuk merasakan kekuatan mereka sendiri dan menceritakan kisah mereka. Itulah kekuatan.” (Beyonce, penyanyi dan aktris asal Amerika Serikat yang mendonasikan seluruh pendapatan dari film Cadilac Record pada 2008 kepada pusat rehabilitasi perempuan pecandu narkoba)
- “Tindakan perempuan diilhami hidup sehari-hari, langkahnya panjang sebab tak hanya mengurus diri sendiri.” (Najwa Shihab, pembawa acara talkshow dan founder Narasi TV yang rutin meraih penghargaan)
- “Kita tahu bahwa masyarakat menjadi lebih baik -lebih sejahtera, lebih stabil, lebih damai, lebih kohesif- ketika hak-hak perempuan dihormati dan ketika perempuan dihargai, diberdayakan, dan memimpin dalam masyarakat kita.” (Justin Trudeau, Perdana Menteri Kanada ke-23)
Baca Juga: Hari Ibu dan Akses Pelayanan Publik bagi Perempuan dan Anak
- “Ketika perempuan lain punya jalan hidup yang berbeda, bukan berarti jalan hidupmu salah. Ada banyak tempat untuk kita semua. Ini tempatku, itu tempatmu.” (Yura Yunita, penyanyi sekaligus penulis lagu asal Jawa Barat)
- “Saya bersuara bukan karena saya ingin berteriak, tetapi supaya orang-orang yang tidak memiliki hak juga bisa didengar… Kita tidak bisa sukses bila sebagian dari kita diam saja.” (Malala Yousafzai, aktivis pembela pendidikan global dan perempuan asal Pakistan)
- “Tidak ada kebijakan berperspektif gender tanpa kehadiran perempuan di politik. Tiada kesetaraan gender tanpa kesungguhan semua pihak mendukung perempuan Indonesia untuk maju. Demokrasi pincang tanpa kehadiran perempuan sebagai penentu.” (GKR Hemas, senator dari Daerah Istimewa Yogyakarta)
- “Perempuan telah menyadari bahwa mereka tidak bisa bergantung pada sikap laki-laki untuk memberi mereka keadilan.” (Helen Keller, disabilitas tuli netra yang dikenal memperjuangkan difabel dalam pendidikan. Dia merupakan penulis, aktivis, dan dosen di Amerika Serikat)
- “Kita tidak membutuhkan sains untuk membuktikan bahwa perempuan itu setara. Tetapi penerimaan umum bahwa perempuan setidaknya setara dengan laki-laki, atau lebih baik. Saya menyambut tanda-tanda pembebasan perempuan ini... Saya selalu mendukung hak-hak perempuan.” (Stephen Hawking, fisikawan teoretis asal Inggris yang berkontribusi di bidang kosmologi, gravitasi, dan teori kuantum. Bukunya “A Brief History of Time” menjadi yang terlaris)
Baca Juga: Selamat Hari Ibu, Hari Pergerakan Perempuan
Pernyataan sepuluh tokoh pubik tersebut tentu dapat menjadi inspirasi untuk memberi makna pada tanggal 22 Desember sebagai Hari Gerakan Perempuan. Semoga pula sepuluh pernyataan mereka menjadi panduan untuk bersama-sama menganggukkan kepala dan mulai bergerak sebagaimana gerakan perempuan terdahulu.
Di sisi lain, Indonesia masih memerlukan upaya holistik dari segenap elemen bangsa agar setiap tahun masyarakat dapat memperingati tanggal 22 Desember sebagai ruang refleksi dalam perjuangan isu perempuan. Tentu sangatlah merepotkan jika setiap tahun masyarakat harus selalu diingatkan tentang perbedaan Hari Ibu di Indonesia dengan “mother’s day” di negara-negara lain. [Nur Azizah]