Molly’s Game

 Molly’s Game

Bersiap-siaplah menyimak parade kata-kata dari Molly Bloom (Jessica Chastain) tentang keruntuhan dan kejayaan penggalan hidupnya serta aneka lakunya, yang secara implisit, menunjukkan hasrat untuk melawan kuasa para pria.

Lewat film Molly’s Game, yang diadaptasi dari sebuah memoar yang ditulis sendiri oleh Molly, kita sama sekali tidak akan dimanjakan dengan adegan penuh aksi, misteri atau bahkan teka-teki.

Tetapi kita akan diajak seperti mendengarkan cerita tentang cuplikan perjalanan hidup Molly yang dibacakan sendiri olehnya secara lajak, namun tetap bernas.

Cerita yang tentu tidak biasa atau jauh dari sebutan datar-datar saja, melainkan lebih mirip seperti laju jet-coaster.

Cerita yang seolah bertindak sebagai rangkuman buku memoar setebal 272 halaman yang telah diubah menjadi aneka dialog apik yang ditulis oleh penulis skenario The Social Network (2010) dan Steve Jobs (2015), Aaron Sorkin.

Atas fakta itu, wajar kiranya jika Sorkin, yang kini juga duduk di kursi sutradara, menggunakan jasa narator agar cerita bisa tersampaikan secara utuh. Dengan begitu, resmi sudah Molly’s Game menyandang status sebagai film talky.

Tapi Sorkin tidak sedang obral kata-kata. Narasi ciptaannya punya tujuan dan bobot pengetahuan.

Simak saja rentetan kalimat yang meluncur deras di awal cerita tentang usaha Molly Bloom menjadi atlet ski profesional yang akan berlaga di Olimpiade.

Narator menjelaskan upaya itu dengan sangat apik, mulai dari teknik meluncur hingga kesalahan fatal yang mungkin dilakukan atlet ski saat menunjukkan aksinya setelah melompat dan melayang di udara. Tentu saja lengkap dengan daftar istilah olahraga ski.

Narasi yang juga menjelaskan alasan Molly menghentikan karier ke-atlet-annya dan berpisah dengan pelatih, yang juga ayahnya sendiri Larry Bloom (Kevin Costner), yang keras dan “menyiksa” Molly tanpa henti.

Setelah peristiwa malang di ajang kualifikasi Olimpiade Musim Dingin 2002 itu, Molly memutuskan hijrah ke Los Angeles sekaligus menunda kuliah hukumnya. Kini ia seorang pelayan bar dan penjual minuman bagi tetamunya.

Kelihaiannya dalam berkata-kata dan menawarkan botol minuman kepada para pelanggannya rupanya mendapat perhatian dari Dean Keith (Jeremy Strong), pengunjung setia bar. Dean menawarkan pekerjaan tambahan sebagai sekretaris di kantornya.

Dari sinilah perkenalan Molly dengan dunia poker bermula.

Dean meminta Molly menghubungi sejumlah orang kaya untuk berkumpul di sebuah bar dan bermain poker dengan uang taruhan hingga puluhan ribu dolar.

Diam-diam, Molly rupanya mempelajari setiap istilah pada permainan poker dan berkat kecantikan dan kecerdasannya, tentu saja, ia juga mendapatkan perhatian dari para pemain poker termasuk Player X (Michael Cera).

Player X, yang dalam bukunya disebut-sebut sebagai Tobey Maguire ini, kemudian menjadi pemain utama dalam permainan poker yang dikelola langsung oleh Molly.

Molly mulai mengelola bisnis judi bawah tanahnya setelah terlibat cek-cok dengan Dean yang telah berjasa mengenalkannya dalam dunia judi poker.

Rupanya Molly tahu apa yang diinginkan Player X. Ia mau bermain dengan pemain poker amatir namun punya modal selangit sekaligus juga mau mendapatkan tantangan dari pemain poker konservatif macam Harlan Eustice (Bill Camp).

Tapi seperti hubungannya dengan Dean, relasi kerja dengan Player X juga tidak berjalan baik. Molly kehilangan kepercayaan dari Player X dan memulai petualangan barunya di New York.

Di kota itu, ia benar-benar merintis usaha judi pokernya dengan memanfaatkan jasa tiga perempuan playboy mate yang cerdas.

Aksi marketing ia lakukan dengan meminta bantuan para pelayan bar dan pengelola judi poker.

Hasilnya, 10 pemain utama dan 7 orang pemain cadangan bergabung. Tentu saja dengan nilai uang taruhan selangit.

Tapi sayang, tanpa diduga, gelaran judi yang dikelola Molly menarik perhatian para pemain yang tidak hanya berasal dari kalangan selebriti (macam Ben Affleck dan Leonardo DiCaprio) dan pengusaha kaya raya, melainkan juga para mafia dari Rusia.

Tentu Molly tidak menghiraukan hal itu sebab usaha mengelola bisnis poker ini tidak semata untuk mendulang dolar sebanyak-banyaknya, karena ia kerapkali merugi jika ada pemainnya yang tidak mampu membayar utang untuk taruhan.

Ada misi yang secara implisit ingin ia lakukan: menunjukkan kepada Dean dan Player X, yang telah mengesampingkannya, bahwa ia mampu mengelola bisnis judi poker dengan uang taruhan hingga jutaan dolar.

Namun kehadiran para mafia Rusia ini yang kemudian menyeret Molly ke pengadilan. Ia didakwa terlibat bisnis perjudian illegal dan dianggap memiliki keterkaitan dengan mafia Rusia.

Akibatnya semua uang yang ia miliki disita oleh negara dan harapannya hanya tinggal menang di pengadilan.

Untuk itu, ia memerlukan jasa penasihat hukum yang diperankan secara baik oleh Charlie Jaffey (Idris Elba), yang menerima tawaran menjadi pengacara Molly di detik-detik akhir sidang perdana.

Yang menarik justru Molly enggan bernegosiasi dengan jaksa penuntut umum yang memintanya menyerahkan harddisk yang berisi semua cerita hidup dunia judi pokernya.

Ia juga tidak mau mengengar nasihat pengacaranya yang memintanya mengaku hanya sebagai pelayana alih-alih sebagai pengelola bisnis judi poker.

Molly bahkan berani mempertaruhkan dirinya untuk tinggal di hotel prodeo hingga belasan tahun daripada harus menurunkan “peran” hanya sebagai pelayan.

Ia sadar, inilah “prestasi” satu-satunya setelah karier ke-atlet-annya musnah pada 2002. “Prestasi” yang juga sekaligus bentuk pembuktian diri bahwa ia bisa lepas dari dominasi lelaki.

because it’s my name, and I’ll never have another

Apakah Molly akhirnya bebas dari tuntutan hukum dan bagaimana juga kelanjutan kisahnya dengan sang ayah yang cenderung bersikap diskriminatif terhadapnya, dibanding kepada dua adik lelakinya yang punya prospek hidup cerah?

Molly’s Game tentu menyimpan kejutannya sendiri seperti juga kejutan yang disajikan dalam Miss Sloane (2016) yang diperankan pula oleh Jessica Chastain.

Satu hal yang harus diperhatikan saat menyaksikan film ini. Alur cerita Molly’s Game tidak berjalan linier melainkan maju-mundur.

Namun kita tidak perlu khawatir kehilangan jalan cerita, sebab ada narator yang akan membantu.

Sekadar perbandingan, boleh dibilang, jalan cerita mirip dengan The Social Network (2010): inti cerita adalah pada kasus hukumnya, adegan flashback kemudian menjadi pelengkap cerita sekaligus juga menjadi bagian penting penjelas konteks.

Molly’s Game juga sedikit-banyak memberikan kita pengetahuan mengenai judi poker yang Molly sebut sebagai keterampilan alih-alih sebagai perjudian.

Sorkin juga berhasil menampilkan visualisasi dan nuansa gelaran judi poker lewat, di antaranya, tayangan aksi bandar melempar kartu dan menyusun kepingan koin.

Secara keseluruhan, Molly’s Game bukan sekadar film tentang judi poker. Molly’s Game juga berkisah tentang keluarga, motivasi, dan penegakan hukum.

Lihat saja bagaimana Hakim Foxman (Graham Greene) memutus perkara Molly. Atau simak saja penjelasan ayah Molly di pengujung cerita. Semua bagian cerita menarik untuk disimak.

—–

Molly’s Game (2017)

Sutradara: Aaron Sorkin; Penulis Skenario: Aaron Sorkin; Produser: Mark Gordon, Matt Jackson, Amy Pascal; Genre: Drama, Biografi, Crime; Kode Rating: +17; Durasi: 140 Menit; Perusahaan Produksi: STX Entertainment, Huayi Brothers Pictures, The Mark Gordon Company, Pascal Pictures, Entertainment One; Bujet Film: US$ 30 Juta

Pemeran: Molly Bloom (Jessica Chastain), Charlie Jaffey (Idris Elba), Player X (Michael Cera), Larry Bloom (Kevin Costner), Dean Keith (Jeremy Strong), Douglas Downey (Chris O’Dowd), Harlan Eustice (Bill Camp), Hakim Foxman (Graham Greene), Shelby (Madison McKinley)

Diadaptasi dari memoar karya Molly Bloom berjudul Molly’s Game: From Hollywood’s Elite to Wall Street’s Billionaire Boys Club, My High-Stakes Adventure in The World of Underground Poker (2014)

sumber data film: IMDB
sumber gambar: STX Entertainment

Digiqole ad