Miss Sloane
Pernah ada gaduh politik di Indonesia pada pengujung 2015. Ada keterlibatan perusahaan penyedia jasa lobi untuk mengatur pertemuan presiden Jokowi dengan presiden Obama.
Asal kabar datang dari tulisan Dosen Ilmu Politik Asia Tenggara di School of Oriental and African Studies, Universitas London, Michael Buehler. Buehler menuliskan artikel di situs New Mandala dengan judul waiting in the white house lobby.
Dalam tulisannya, berdasarkan dokumen yang dimiliki, ada gelontoran duit ke sebuah perusahaan pelobi untuk memuluskan pertemuan dua presiden itu.
Rame-rame lobi politik ini berakhir setelah petinggi Indonesia dan perusahaan pelobi membantah salah satu poin isi tulisan Buehler soal duit untuk jasa lobi tersebut.
Ribut politik tersebab laku lobi untuk memuluskan program tertentu, secara sinematik, tersaji di Miss Sloane. Jessica Chastain sebagai Elizabeth Sloane melempar proposisi di muka sidang senat Amerika:
Lobbying is about foresight. About anticipating your opponent’s moves and devising counter measures. The winner plots one step ahead of the opposition. And plays her trump card just after they play theirs. It’s about making sure you surprise them. And they don’t surprise you.
Sloane menjalankan laku lobi seperti sebuah perang yang harus ia menangkan. Pilihannya cuma satu: menang, meskipun diperoleh dengan cara lancung.
Sloane dihadirkan di sidang senat atas dugaan suap berupa pemberian paket liburan gratis ke Indonesia bagi anggota senat Amerika.
Paket perjalanan itu dikaitkan dengan jasa lobinya untuk menggulingkan rancangan undang-undang yang menentang pengurangan pajak atas minyak sawit impor bagi pemerintah Asia.
Suasana sidang mirip-mirip sidang senat Hillary Clinton terkait pengerahan tentara Amerika di Benghazi, Libya pada 2012 yang menewaskan empat warga negeri Paman Sam.
Selama sebelas jam tanpa henti, Hillary dicecar beragam pertanyaan oleh senator dari Partai Republik di sidang senat pada 2015 itu.
Hillary berhasil keluar sebagai pemenang setelah membuktikan kebijakan yang ia jalankan untuk kepentingan Amerika.
Dari cerita itu, kita langsung tahu siapa yang bakal menang di sidang senat untuk saksi Miss Sloane. Tapi yang menarik justru adegan sebelum ia didudukkan di muka sidang senat.
Beberapa bulan sebelum sidang senat digelar, Sloane, yang dikenal sebagai pelobi ulung, meledek rencana bosnya untuk meng-gol-kan kemudahan akses bagi kepemilikan senjata api.
Si bos menawarkan ide kampanye untuk mengajak kaum perempuan mempersenjatai diri dengan pistol sebagai alat perlindungan.
Sadar kena olok-olok, si bos mencaci maki Sloane dan memintanya untuk memikirkan strategi kampanye untuk kemudahan kepemilikan senjata api. Dalam hati, Sloane menolak hal itu.
Di luar dugaan, ia mendapat tawaran berkarya dari perusahaan saingannya, Peterson Wyatt. Perusahaan besutan Rodolfo Schmidt (Mark Strong) ini tengah melobi rancangan undang-undang universal backround checks yang mempersulit kepemilikan senjata api.
Rancangan ini bakal mewajibkan calon pemilik senjata api melewati sejenis pemeriksaan catatan kriminal atau dikenal dengan the National Instant Criminal Background Check System (NICS).
Sloane seperti dapat tantangan. Ia sadar, hidupnya memang untuk menghadapi tantangan dan melewatinya dengan kemenangan.
Benar saja, Sloane bergabung dengan Rodolfo dan membawa serta seluruh awaknya di perusahaan sebelumnya kecuali satu: Jane Molloy (Alison Pill).
Jane adalah orang kepercayaan Sloane yang kemudian tergantikan perannya oleh Esme Manucharian (Gugu Mbatha-Raw) di perusahaan barunya.
Sloane memang seorang jenius yang punya sejenis gangguan kejiwaan. Hidupnya ia berikan sepenuhnya untuk kerja-kerja lobi. Untuk menopang kondisi fisiknya biar terus fit, ia tak ragu mengonsumsi sejenis obat terlarang.
Tidak ada ikatan pertemanan di mata Sloane. Semuanya hanya untuk memenangkan lobi. Seperti yang ia lakukan kepada Esme yang merahasiakan masa lalunya yang kelam terkait penyalahgunaan senjata api.
Sloane yang menguntiti setiap catatan hidup orang-orang yang dikenalnya, tahu masa lalu Esme. Dalam upaya memenangkan kampanye rancangan undang-undang universal backround checks, Sloane tidak segan membongkar masa lalu yang dijaga rapat Esme di hadapan media, tepat saat acara dialog media berlangsung.
Sontak, mata kamera membidik sosok Esme yang berdiri menyaksikan dialog on-air Sloane. Esme tak percaya atas tindakan Sloane tapi dari peristiwa ini, Sloane meraup banyak dukungan anggota senat.
Miss Sloane, sepenuhnya, menceritakan sepak terjang laku lobi politik yang ada di pikiran Elizabeth Sloane. Dari film garapan sutradara John Madden ini, kita diajak untuk tahu dan mengerti aktivitas lobi politik yang tidak jarang dimainkan secara culas.
Sudut kamera yang terus-terusan menangkap sosok Sloane, dan tidak jarang dalam rupa close-up, benar-benar mau menceritakan Sloane luar-dalam. Bahkan hingga ruang hidupnya yang paling pribadi.
Miss Sloane tidak punya sub-plot yang bisa mengajak kita keluar sejenak dari kehidupan pelobi ulung ini. Semuanya tentang laku Sloane. Sedikit bikin bosan memang, ditambah lagi, Miss Sloane menghadirkan banyak dialog dari para pemeran ceritanya.
Tidak sedikit dialog yang bikin kening berkerut. Seperti aneka perumpamaan yang disampaikan Sloane kepada awaknya. Meski begitu, Miss Sloane tetap asyik ditonton terutama di bagian ujung cerita.
Di sidang senat, kita bakal lihat konsistensi Sloane dalam perannya sebagai pelobi politik ulung.
Di tengah tayangan, kita seperti tahu siapa yang akan memenangkan laga tapi kita buta tentang bagaimana Sloane memenangkan perang di sidang senat.
Miss Sloane punya plot yang seru dari awal sampai akhir.
Bagi mereka yang punya cita-cita jadi pelobi politik, coba tonton tayangan ini, pikir dua kali atau setidaknya, pertimbangkan untuk jauhi kelakuan Sloane ya. Eh tapi, jangan-jangan, lobi-lobi politik memang harus dengan cara itu. (asw)
—–
Miss Sloane (2016)
Sutradara: John Madden; Penulis Naskah: Jonathan Perera; Genre: Drama; Durasi: 132 menit; Bujet: $13 juta
Pemeran: Elizabeth Sloane (Jessica Chastain), Rodolfo Schmidt (Mark Strong), Esme Manucharian (Gugu Mbatha-Raw), Jane Molloy (Alison Pill), Senator Ron M Sperling (John Lithgow), Forde (Jake Lacy).
sumber data film: IMDB, Tempo
sumber gambar: Boston Globe