Menjala Survive: Anak yang Tak Diinginkan
Ini pengalamanku pribadi mengalami kekerasan yang dilakukan oleh anggota keluargaku sendiri. Aku ingin ceritaku ini menjadi pengingat agar setiap kita harus mencegah dan menghentikan kekerasan terhadap anak, kapanpun dan dimanapun. Pada umur 18 tahun, aku diusir dari rumah, dan sudah empat tahun aku belum pulang.
Aku anak pertama, orangtuaku masih muda sekali saat aku dalam kandungan. Aku unexpected, dan mereka terpaksa harus nikah karena ada aku. Obviously, mereka gak siap untuk pernikahan apalagi untuk punya anak. Mereka akhirnya punya 2 anak lagi. Dan kita tinggal di rumah orang tua bapakku sejak aku lahir. Kita tinggal sekeluarga, ditambah paman, istrinya dan tentunya kakek dan nenek. Banyak banget memang orangnya, tapi rumahnya cukup sih buat kita semua.
Entah kenapa, pamanku gak suka banget denganku. Dia seperti menganggap aku pembawa sial di keluarganya karena orang tuaku hamil muda dan terpaksa menikah. Ketidaksiapan itu akhirnya ngehancurin keluarga bapakku, terutama secara finansial karena orang tua bapakku yang membiayai hidup kita.
Aku diabuse secara fisik, mental, dan verbal oleh orang-orang di sana. Semuanya makin parah setelah orang tuaku cerai, dan aku harus menjaga dua adikku di rumah. Yang paling parah kepadaku adalah pamanku. Suatu ketika waktu aku SD, aku lupa kelas berapa, saat gak ada orang di rumah dia tiba tiba datang ke kamarku dan menyekapku dengan bantal sambil teriak teriak “MAT* LO AN***G”. Untung waktu itu ada pekerja rumah tangga (PRT) di rumah, dia langsung memukul pamanku, mengusirnya dari kamar dan mengunci diri kami di kamar. Aku berterimakasih sekali kepadanya, kalo dia tidak ada mungkin aku sudah mati saat itu karena aku gak dapat melawan. Gak mungkin aku yang usia SD melawan polisi.
Kejadian lain, banyak sekali. Misalnya, aku sedang melintas di depannya terus tiba-tiba aku ditendang, dipukul, dan lain-lain. Kesalahanku hanya satu: hanya karena aku exist, aku hidup.
Di lain waktu ketika aku SMP, aku pernah digebukin habis-hadapatn hanya karena aku menaruh kaki di atas kursi untuk melepas tali sepatu. Kepalaku sampai diinjak waktu itu dan ditendang sampai aku susah bernafas. Aku sampai harus berteriak minta tolong, untungnya tetangga datang berkumpul di depan. Mereka menggedor gerbang dan teriak-teriak. Pamanku menyeretku yang sudah mau mati itu dengan rambutku. Setelah itu, aku dilempar ke arah tetangga-tetangga itu. Jahatnya lagi, dia memfitnahku dengan mengatakan bahwa dia memukuliku karena aku pakai narkoba.
Aku diungsikan ke rumah tetangga. Aku menelpon ibuku, mereka datang malam-malam untuk mengambilku. Tapi aku disembunyikan oleh keluarga bapak karena mereka ketakutan kalau keluarga ibuku melihatku yang badannya sudah hancur.
Beberapa hari kemudian aku kembali lagi ke rumah walaupun masih trauma parah secara fisik dan psikis. Aku mengadu kepada guru di sekolah, tapi mereka cuman bilang “coba kamu introspeksi diri, siapa tau kamu salah”. Ditambah aku ditertawakan oleh teman-teman di kelas karena aku digebukin. Anggota keluargaku yang lain di dari pihak bapak juga gak ada yang membela Aku. Nenekku malah bilang “syukurin tuh, nyusahin aja sih jadi orang”. Bapakku tidak mengatakan apapun karena setelah ia bercerai dengan ibuku aku tidak pernah ngobrol lagi dengannya sampai hampir 5 tahunan walau serumah. Perasaanku saat itu: merasa tidak aman di rumah sendiri. Tiap pulang ke rumah selalu merasakan down.
Semuanya tambah complicated saat puber (SMP akhir), aku sadar kalau aku gak suka cewek, aku suka cowok. Aku saat itu merasa benci sekali kepada diri sendiri. Lama sekali sepetinya waktu itu aku memendam perasaanku. Aku bahkan sempet pacaran sama cewek untuk membohongi diri sendiri dan orang lain.
Singkat cerita, aku ketahuan punya pacar cowok. Dan bapakku waktu itu sedang di fase hijrah, sampai mendengarkan musik atau memajang foto keluarga pun kami dilarang. Bapakku mau mengirimku ke pesantren saat itu, tapi aku mengancam bakal bunuh diri kalau aku masuk pesantren. Akhirnya we just don’t talk about it anymore. Tapi kehidupanku makin dibatasi. Saat aku berjerarawat, mereka melarangku memakai obat jerawat, mungkin karena takut aku akan makin menjadi. Aku semakin merasa terasingkan di rumah, dan aku mulai sering suicidal sejak itu.
Aku ingat, suatu malam setelah menangis seharian aku tidak mau keluar kamar, aku ke toilet lewat dapur dan ambil pisau. Lalu kutaruh pisaunya di lengan, siap memotong. Tapi, aku terdiam saja di situ lama sekali dan tanpa sadar ternyata aku sudah berjam-jam di sana sampai adzan subuh. Ketika umurku 18 tahun, pamanku ingin memukuliku lagi. Aku merasa seperti punch bag saja di sana, kalau ada yang stress atau marah sedikit, aku yang dipukuli. Aku melawan dan akhirnya aku diusir.
Jujur waktu itu walaupun aku bingung mau kemana dan deg-degan, tapi aku juga merasa lega akhirnya aku sudah tidak harus tinggal di sana. Aku pikir kalaupun aku gagal dan mati di jalan, itu lebih baik daripada menunggu mati karena aku dipukuli di rumah sendiri.
Noval Auliady
Pekerja Sosial
======
Tulisan ini merupakan bagian pertama dari tulisan panjang penulis yang dituturkan melalui akun twitternya @novalauliady. Kisah ini dituliskan kembali untuk JalaStoria.id.