Apa itu Diversi?
Sobat JalaStoria, sudah tahukah kamu apa itu Diversi?
Begini, Diversi itu pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Diversi diatur dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA). JalaStoria pernah mengulasnya di link berikut ini lho: https://jalastoria.id/penyelesaian-perkara-anak-yang-berkonflik-dengan-hukum
Nah, selain UU SPPA, Diversi juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun. Wah, panjang ya nama regulasi ini. Supaya ringkas, selanjutnya kita sebut sebagai PP 65/2015 aja ya.
Secara umum, ga ada perbedaan antara Diversi dalam UU SPPA dan PP 65/2015. Malahan PP 65/2015 ini melengkapi UU SPPA, jadi kita bisa tahu lebih banyak gimana sih proses Diversi itu dilakukan.
Wait, tapi sebaiknya sobat JalaStoria tidak sampai mengalami Diversi ya, karena itu artinya kalian sedang menjadi Anak yang Berkonflik dengan Hukum alias pelaku tindak pidana. Mencegah lebih baik daripada mengobati. Lakukan kebaikan tiap hari, hormati sesama manusia di sekitarmu, dan tentu saja untuk menghapuskan kekerasan terhadap perempuan pandanglah perempuan sebagai manusia terhormat bukan sebagai objek seksual.
Tapi, seandainya hal itu terjadi, kalian perlu banget tahu gimana sebenarnya pelaksanaan Diversi itu. Manfaatnya, kalo ada tahapan atau proses yang ga sesuai atau melanggar ketentuan, kalian bisa protes, bisa kasih tahu orang tua atau lainnya, dan tentu saja kalian berhak untuk mendapatkan keadilan melalui proses sesuai ketentuan yang berlaku.
Syarat Diversi
Sebenarnya kenapa sih harus dilakukan Diversi? Jadi begini, kalau ada Anak Berkonflik dengan Hukum, maka setiap penegak hukum mulai dari penyidik, penuntut umum, sampai hakim wajib mengupayakan Diversi. Ini supaya Anak ga diproses melalui peradilan pidana.
Lho, apakah lantas Anak itu bebas? Bukan begitu. Kalo diproses melalui peradilan pidana itu kan nantinya Anak bakalan diregister sebagai pelaku tindak pidana, padahal itu bisa aja bikin masa depannya hancur karena predikat yang pernah disandangnya.
Nah, untuk meminimalisasi dampak buruk itu, maka buat Anak Berkonflik dengan Hukum dibuatkanlah jalan yaitu Diversi, di mana Anak itu tetap diproses di luar proses peradilan pidana, yang dalam prosesnya tetap melibatkan penegak hukum dan pihak-pihak lainnya.
Melalui Diversi, tujuan yang mau dicapai adalah menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak, sekaligus di saat yang sama menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan. Sudah banyak studi lho yang memperlihatkan kalo Anak dipenjara itu justru dampaknya buruk buat si Anak. Jadi, dengan Diversi, Anak itu tetap diberi kesempatan mempertanggungjawabkan perbuatannya, tapi juga diupayakan untuk ga dipenjara.
Meskipun begitu, kalo Anak melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara di atas 7 tahun dan melakukannya untuk yang pertama kali atau kedua kali atau seterusnya, ga bisa Diversi ya. Seperti perbuatan menghilangkan nyawa, atau melakukan kekerasan seksual tertentu yang ancamannya di atas 7 tahun.
Tapi kalo Anak baru pertama kali melakukan, dan ancaman pidananya di bawah 7 tahun, maka wajib Diversi. Soalnya, Pasal 7 UU SPPA dan Pasal 3 PP 65/2015 menegaskan syarat komulatif Diversi. Artinya, syarat bahwa tindak pidananya di bawah 7 tahun dan syarat bukan pengulangan tindak pidana keduanya harus terpenuhi untuk dilakukan Diversi.
Tapi ga menutup kemungkinan lho, walaupun syarat-syarat itu sudah terpenuhi, Diversi malah ga dilakukan. Ini bisa jadi karena berbagai faktor, bisa jadi para pihak yang terkait tidak tahu bahwa perkara itu seharusnya diupayakan Diversi, atau mungkin juga karena tekanan publik. Kalo ini terjadi, tetap harus ada yang meminta kepada penegak hukum untuk dilakukan Diversi, misalnya Pembimbing Kemasyarakatan. Pihak lain seperti orang tua atau wali juga dapat mengingatkan hal ini, khususnya dengan menyampaikan kepada Pembimbing Kemasyarakatan. Dan kamu juga bisa ya, kan sudah tahu ketentuannya dengan membaca tulisan ini.
Pihak dalam Diversi
UU SPPA dan PP 65/2015 mengatur bahwa Diversi itu dilakukan melalui musyawarah. Nah, dalam musyarawah itu, pihak-pihak yang harus dilibatkan itu adalah Anak dan orang tua/Walinya, korban dan/atau orang tua/Walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional berdasarkan pendekatan Keadilan Restoratif. Klo salah satu di antara mereka tidak ada, artinya Diversi belum bisa dilakukan ya.
Tapi seandainya diperlukan, musyawarah juga bisa melibatkan Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan/atau masyarakat. Jadi ini tergantung dari pertimbangan para pihak yang terlibat dalam proses Diversi itu.
Para pihak juga boleh meminta agar tokoh agama, guru, tokoh masyarakat, Advokat atau pemberi bantan hukum untuk dihadirkan. Lagi-lagi, ini harus berdasarkan kesepakatan antara para pihak yang hendak duduk bermusyawarah.
Kalo di daerahmu ga ada Pekerja Sosial Profesional, boleh lho keterwakilannya digantikan oleh Tenaga Kesejahteraan Sosial. Jadi, proses Diversi tetap memenuhi syarat deh untuk tetap dilakukan.
Oh iya, karena musyawarah itu merupakan pelaksanaan Diversi, sobat JalaStoria perlu banget tahu apakah Anak dalam kondisi siap atau tidak bermusyawarah. Demikian pula dengan kondisi korban. Jangan sampai musyawarah itu malah menjadi ruang konfrontasi yang malah akan membuat Anak dan korban trauma kembali.
Proses Diversi
Sebenarnya gimana sih Diversi itu dilakukan? Diversi itu wajib diupayakan dalam setiap tahap penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Secara umum proses dalam setiap tahapan ga jauh berbeda, hanya pihak penegak hukumnya aja yang beda. Kalau dalam tahap penyidikan, yang berperan adalah penyidik yang berkoordinasi dengan penuntut umum. Demikian seterusnya.
Dalam tahap penyidikan, setelah Diversi diupayakan maka dalam 1×24 jam penyidik wajib memberitahukan kepada penuntut umum. Diversi itu sendiri wajib diupayakan dalam 7×24 jam terhitung sejak dimulainya penyidikan. Dalam kurun waktu itu, penyidik memberitahukan dan menawarkan kepada Anak dan/atau orang tua/Wali, serta korban atau Anak Korban dan/atau orang tua/Wali untuk menyelesaikan perkara melalui Diversi.
Kalo para pihak sepakat melakukan Diversi, maka Penyidik sudah dapat menentukan tanggal dimulainya musyawarah Diversi. Tapi, kalo para pihak ga sepakat, bukan berarti Diversi tetap dipaksakan. Kalo ini terjadi, maka Penyidik tetap melanjutkan proses penyidikan, lalu menyampaikan berkas perkara dan berita acara upaya Diversi kepada Penuntut Umum.
Nah, karena Diversi wajib diupayakan dalam setiap tahapan peradilan pidana, kalo dalam tahap penyidikan ga berhasil, maka wajib diupayakan dalam tahap penuntutan. Demikian juga kalo dalam tahap penuntutan ga berhasil, maka wajib diupayakan dalam tahap pemeriksaan di sidang pengadilan. Kalau sampai tahapan akhir itu ga berhasil juga, apa boleh buat, perkara Anak itu kemudian harus dilanjutkan melalui proses peradilan pidana.
Kalo musyawarah Diversi dilakukan, yang menjadi pimpinan musyawarah adalah penyidik sebagai fasilitator dan dibantu oleh Pembimbing Kemasyarakatan sebagai wakil fasilitator. Peserta musyawarah Diversi tentu saja para pihak dalam Diversi yang sudah diuraikan sebelumnya dalam tulisan ini.
Apabila musyawarah Diversi dilakukan, selain dapat mencapai kesepakatan, proses ini bisa juga justru tidak mencapai kesepakatan. Kalo ini terjadi, maka penyidik membuat laporan dan berita acara proses Diversi. Selanjutnya penyidik mengirimkan berkas perkara kepada penuntut umum dan melanjutkan proses peradilan pidana.
Dengan koordinasi itu, tentu saja penuntut umum menjadi terinformasi bahwa Diversi tidak mencapai kesepakatan, sehingga dalam proses penuntutan wajib diupayakan Diversi.
Tapi kalo musyawarah Diversi mencapai kesepakatan, nanti kesepakatan itu akan dituangkan dalam Surat Kesepakatan Diversi yang ditandatangani oleh Anak dan/atau orang tua/Wali, korban, Anak Korban dan/atau orang tua/Wali, Penyidik, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Pekerja Sosial Profesional. Supaya proses pelaksanaan Diversi terdokumentasi, harus ada pencatatan juga ya dalam berita acara Diversi.
Kesepakatan Diversi
Surat Kesepakatan Diversi dan berita acara Diversi yang disepakati dalam musyawarah Diversi kemudian disampaikan oleh penyidik kepada atasan langsung penyidik. Setelah itu, dalam jangka waktu paling lama tiga hari terhitung sejak tanggal dicapainya kesepakatan Diversi, atasan langsung penyidik mengirimkan Surat Kesepakatan Diversi dan berita acara Diversi itu kepada Ketua Pengadilan Negeri. Ini dimaksudkan agar hasil kesepakatan Diversi itu memperoleh penetapan dari pengadilan.
Selanjutnya, dalam jangka waktu paling lama tiga hari sejak tanggal diterimanya Surat Kesepakatan Diversi dan berita acara Diversi, Ketua Pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan kesepakatan Diversi dan sekaligus menetapkan status barang bukti. Pengadilan punya waktu paling lama 3 hari terhitung sejak tanggal penetapan untuk menyampaikan penetapan itu kepada penyidik dan pembimbing kemasyarakatan.
Berdasarkan penetapan itulah, penyidik meminta para pihak untuk melaksanakan kesepakatan Diversi. Adapun yang mengawasi pelaksanaan kesepakatan Diversi adalah atasan langsung penyidik, sehingga dilaksanakan tidaknya kesepakatan Diversi itu masih dilakukan monitoring oleh pihak yang berwenang. Di saat yang sama, Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pendampingan, pembimbingan, dan pengawasan pelaksanaan kesepakatan Diversi.
Selama proses itu berlangsung, kalo diperlukan, Pembimbing Kemasyarakatan dapat melaksanakan rehabilitasi dan reintegrasi sosial terhadap Anak, bekerja sama dengan lembaga terkait. Sementara itu, jika korban berusia anak, maka yang melakukan rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi Anak Korban adalah Pekerja Sosial Profesional.
Pelaporan Pelaksanaan Kesepakatan Diversi
Dilaksanakan tidaknya kesepakatan Diversi dilaporkan oleh Pembimbing Kemasyarakatan kepada atasan langsung penyidik. Kalo kesepakatan Diversi itu dilaksanakan, Pembimbing Kemasyarakatan menyampaikan laporan ringkas dalam jangka waktu 1×24 jam terhitung sejak kesepakatan Diversi selesai dilaksanakan. Adapun laporan lengkap harus disampaikan dalam jangka waktu 3×24 jam terhitung sejak kesepakatan Diversi selesai dilaksanakan.
Tercapainya kesepakatan Diversi wajib ditindaklanjuti oleh penyidik berupa penerbitan surat ketetapan penghentian penyidikan kalo kesepakatan Diversi berbentuk perdamaian tanpa ganti kerugian atau penyerahan kembali Anak kepada orang tua. Jangka waktunya selama 3 hari terhitung sejak tanggal diterimanya surat penetapan pengadilan.
Sementara itu, kalo jika kesepakatan Diversi berupa pembayaran ganti kerugian, pengembalian pada keadaan semula, atau pelayanan masyarakat, penerbitan surat ketetapan penghentian penyidikan oleh penyidik dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 hari terhitung sejak tanggal kesepakatan Diversi selesai dilaksanakan. Demikian pula kalo kesepakatan Diversi berupa keikutsertaan Anak dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS.
Tapi kalo kesepakatan Diversi mengandung beberapa bentuk tindakan, maka jangka waktunya paling lama 5 hari juga, namun terhitung sejak tanggal seluruh kesepakatan Diversi selesai dilaksanakan.
Surat ketetapan penghentian penyidikan yang diterbitkan oleh penyidik sekaligus juga memuat penetapan status barang bukti sesuai dengan penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat. Selanjutnya, penyidik mengirimkan surat ketetapan penghentian penyidikan dan disertai lampiran berupa laporan proses Diversi dan berita acara pemeriksaan. Surat yang dikirimkan kepada penuntut umum itu harus ditembuskan kepada Anak dan orang tua/Wali, korban, Anak Korban dan/atau orang tua/Wali, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional, dan Ketua Pengadilan Negeri setempat.
Tapi kalo suatu kesepakatan Diversi ga dilaksanakan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, Pembimbing Kemasyarakatan melaporkan secara tertulis kepada atasan langsung Penyidik untuk ditindaklanjuti dalam proses peradilan pidana dengan tembusan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat. Laporan dari Pembimbing Kemasyarakatan itu kemudian ditindaklanjuti oleh penyidik dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal laporan diterima, yaitu dengan mengirimkan berkas perkara kepada Penuntut Umum serta melanjutkan proses peradilan pidana.
Intinya, melalui Diversi sedapat mungkin Anak dijauhkan dari proses peradilan pidana. Penyelesaian yang diambil pun lebih menekankan pada pemulihan dan bukan pembalasan demi mewujudkan masa depan setiap anak yang terhindar dari bayang-bayang pidana di usia anak.
*Kajian ini didasarkan pada UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun.
Ema Mukarramah
Staf Ahli Anggota DPD RI