Akhirnya Aku Berani Menolak

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)
Aku perempuan umur 20 tahun yang sedang merasakan cinta pertama namun merasa dicintai dengan cara keliru. Singkatnya, aku mengenal pria ini sejak SD dan tetap berkenalan baik sampai saat ini. Meski tidak memiliki hubungan resmi, kami gemar bercerita satu sama lain meski tidak terlalu sering.
Saat kelulusan SMA kami kembali berkomunikasi lewat DM dan bercerita mengenai cita-cita kampus impian. Ia tahu aku lulus di salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta Selatan, begitu pun dia yang tengah mempersiapkan tes masuk di salah satu kampus favorit.
Di masa perkuliahan meski jarak kampus kami tak terlalu jauh kami tidak sering bertemu. Mulai semester 1-2 percakapan kami hanya sekadar bertanya kabar dan merespons status WhatsApp (WA). Berlanjut semester 3, ada beberapa faktor yang membuat kami dapat dikatakan lebih dari seorang teman, aku beberapa kali meminta kejelasan hubungan namun tertolak karena kesibukan dan target belajar.
Perlakuannya Kepadaku
Selang beberapa bulan, kami pun dekat kembali. Ia yang pertama kali mengirim pesan dan mengatakan ingin bertemu. Pada saat awal pertemuan itu aku mendapat perlakuan immoral darinya. Mulanya kami berniat untuk merencanakan pergi ke taman di Jakarta, namun karena beberapa minggu rencana tersebut gagal karena berhalangan, ia memutuskan untuk menemuiku selepas acara volunteer-nya. Aku pun menjemputnya di stasiun. Meski pertemuan ini di kamar kosku, aku tidak terpikir untuk melakukan hal-hal yang tidak wajar. Dia sempat bertanya tentang consent hanya sebatas untuk pegangan tangan dan cuddles maka aku mengiyakannya.
Selepas menjemput, kami menuju kamar kos, di sana kami mengobrol dan menikmati beberapa cemilan. Lalu dia mulai berkeluh tentang tanggungjawab yang sedang diembannya, lantas ia meminta dipeluk dan mulai fokus di wajahku. Mulanya ia hanya mencium kening-pipi dan berlanjut dengan ciuman lidah. Aku kaget dan tak mengerti cara berciuman seperti itu. Aku sempat bilang, “udah, udah aku gak paham” namun ia tetap meneruskan.
Bentuk dari Love Language?
Bentuk love language, katanya – physical touch dan quality time. Namun selama berhubungan kontak, pesan kami memang tidak terlalu intens bahkan hanya seperlunya. Janggal bagiku menerima tindakan itu sebagai bentuk love language, namun aku urungkan niat untuk bertanya.
Lalu, kami pun berlanjut dengan pesan WA, ia kaget untuk kegiatan tadi di kamar kos padahal sepenuhnya aku pun tidak menyangka akan terjadi. Selang seminggu, kami pun bertemu lagi dan aku mendapat beberapa tindakan yang sebenarnya aku tidak sukai. Dia menyuruhku untuk mengocokkan penisnya, tanpa bisa berbuat apapun, aku melakukannya.
Di balik aku yang mengiyakan, tersimpan kekecewaan dan perasaan tidak merasa berharga. Lebih jauh bahkan ia meraba organ intimku yang lain.
Di sana aku terus mencoba berpikir jernih, meski kaget aku tetap enggan bertanya. Sempat aku bertanya, kenapa tidak berstatus secara jelas agar dia bisa lebih bertanggungjawab atas perasaan ini, maksudku ialah agar ketika salah satu pihak merasa tidak diuntungkan dapat dibicarakan sehingga tidak bertindak seenaknya. Aku takut menjadi perempuan paling bodoh untuk terus melaksanakan perlakuan erotisnya. Perasaan tidak nyaman bukan sesekali ada, namun kembali pada tingkat kepercayaanku pada dia sangat besar.
Menunjukkan Rasa Cinta?
Perlakuan dia tidak berhenti di sana, tepatnya pada Rabu, 13 Desember 2022 dia berkata akan menemui senior organisasinya di sekitar Jakarta. Dia pun bertanya kegiatan seharianku, karena menemukan waktu yang cocok kami pun memutuskan untuk bertemu lagi. Bayanganku hanya pada sekadar kegiatan bertukar cerita. Saat masuk ke kamar, biasanya ketika dia berkunjung aku selalu membuka pintunya, berbeda ketika itu pintu dibiarkan tertutup rapat olehnya.
Kami tidur di atas kasur yang sama dan dia hanya mengelus-elus kepalaku. Setelah agak lama ia mensejajarkan kepalanya dengan kepalaku, menciumku lagi dan berani melepas hijabku. Aku sempat menolak dan memohon untuk tidak melakukannya, namun ia hanya menjawab “buka, aku tahu batasan kok”.
Ia mengatakan aku perempuan sange sembari terus meremas organ intimku padahal tidak ada satupun kegiatan seks yang pernah aku minta dan tak sesekali aku balik mengatainya lelaki mesum. Ia selalu meminta bukan AKU.
Dia memintaku untuk mengoral penisnya, namun aku bersikeras menolak permintaannya. Setelah itu dia bertolak pulang menemui seniornya. Jujur, di dalam hati aku merasa hancur, apakah cinta harus ditunjukkan dengan cara seperti ini?
Menunjukkan rasa cinta, entah ada beberapa kata yang janggal aku terima. Aku tidak masalah untuk beberapa perlakuan physical touch dengan wajar, aku akui beberapa hubungan dengan orang lalu seperti pelukan dan berpegang tangan pernah dilakukan, namun tidak untuk perlakuan intim.
Jelasnya, aku tidak tahu apakah hal tersebut pantas untuk seorang berlabel pasangan, atau aku yang terlalu kolot menyikapinya. Setelah kejadian itu, ia menghilang karena beberapa urusan, ia memang bercerita namun bagiku perlakuannya sudah kelewatan batas. Maka atas dasar itu, aku selalu mempermasalahkan soal komunikasi karena dengan cara itu aku merasa dianggap. Jika tidak, rasanya dia hanya menghubungiku saat butuh saja.
Ucapan Maafnya
Benarkah hal ini egois, jika aku meminta untuk diperhatikan setelah aku melapang akan tubuhku. Aku mengusik sebagian kegiatannya karena aku tidak merasa adil untuk balasan dari pemberian berharga dariku. Di pertemuan yang keempat, ia mengajakku menginap bersama dengan alasan kangen. Sempat ia bilang bahwa ia janji untuk hal-hal immoral dan perlakuan luar batas tidak akan ia lakukan. Akhirnya kami memutuskan untuk menyewa apartemen. Bertemu pukul 4 sore di stasiun kereta, dia menjemputku.
Di apartemen, aku berjanji tidak akan membuka hijab dan mengerjakan tugas akhir kuliahku. Dan benar sampai menjelang tidur aku tidak melepas hijab dan berniat tidur mengenakannya. Namun, hal yang tidak aku inginkan terjadi lagi, ia melakukan fitting kepadaku dengan bertelanjang bulat sedangkan aku memaksanya untuk tidak melepas celana meski sempat diminta membuka.
Sudah lama aku berpikir, apakah orang yang mencintaiku akan tega melakukan ini? Aku terlalu sulit untuk mengungkap tidak karena rasa mendalamku kepadanya dan perlakuan hormat terhadap keluarganya. Tidak akan ada yang mengira dia memperlakukanku seperti ini.
Sulit bagiku mengungkapkan rasa kecewa, pikiranku kabur – benarkah ia menghargai perasaanku, atau hanya pelampiasan saja? Maka sehari sebelum tahun baru 2023, aku pun bersiterang untuk menolak permintaan erotisnya sebagai wish a new year-ku. Ia mengiyakan dan meminta maaf kepadaku, begitupun aku memaafkan. Katanya, dia sangat menghargai permintaan tersebut. Dengan status yang sama “masih dekat”, aku mencoba untuk mengakhiri hubungan ini.
Saat ini aku merasa bukan seutuhnya perempuan, hal ini membuka mataku untuk terus mencintai diri sendiri dan menghargai yang aku punya.
Aku Janji.[]
Sebagaimana diceritakan oleh penulis kepada JalaStoria.id. Identitas penulis ada pada redaksi.
