Yang Tersembunyi di Balik Pandemi
JAKARTA – JALASTORIA.ID. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami perempuan di ranah domestik tidak serta merta membuat perempuan memutuskan untuk melaporkan ke instansi yang berwenang. Perempuan korban KDRT juga tidak menyimpan informasi mengenai kontak lembaga penyedia layanan yang dapat dihubungi untuk dimintai pertolongan.
Demikian antara lain temuan survey Perubahan Dinamika Rumah Tangga dalam Masa Pandemi Covid-19, yang diluncurkan Komnas Perempuan pada Rabu (3/6), di Jakarta. Dalam peluncuran melalui aplikasi rapat daring tersebut, Komnas Perempuan juga menggarisbawahi sejumlah temuan kunci yang secara khusus perlu mendapatkan perhatian terkait dengan penanganan pandemi.
Sebagaimana disampaikan Alimatul Qibtiyah, Komisioner Komnas Perempuan, 96 persen responden melaporkan beban kerja semakin banyak di kala penerapan kebijakan tetap di rumah. Perempuan juga mengalami peningkatan beban dua kali lipat dibandigkan laki-laki. Hal itu pula sepertinya yang menyebabkan 1 dari 3 responden mengaku mengalami stress.
Survey ini juga memperoleh gambaran bahwa di masyarakat mulai terbangun pendidikan kultural dalam keluarga untuk membiasakan kesetaraan mulai dari pembagian kerja domestik pada anak-anak. Terdapat 70 persen responden yang mendapatkan bantuan baik dari anak laki-laki maupun anak perempuan dalam pekerjaan domestik. Walaupun terdapat 30 persen sisanya yang tidak mengalami situasi itu, gambaran tersebut menunjukkan bahwa kesadaran di tingkat masyarakat mengenai kesetaraan gender sudah mulai tumbuh dan dipraktikkan dalam lingkup keluarga.
Terkait dengan hubungan bersama pasangan yang dapat memicu terjadinya KDRT, 10,3 persen responden menyatakan hubungan dengan pasangan semakin tegang selama pandemi. Kelompok usia 21-30 tahun paling banyak menjawab mengenai kondisi ini. Selain itu, kondisi ini lebih banyak juga disampaikan oleh responden berpenghasilan di bawah 5 juta rupiah. Bahkan, kekerasan dilaporkan sering dialami oleh mereka yang melaporkan bertambahnya pengeluaran semasa pandemi. Menurut Alimatul, hal itu menunjukkan bahwa masalah ekonomi berkontribusi terhadap hubungan suami istri.
Walaupun survey ini mencatat 88 persen responden perempuan mengalami kekerasan, “Namun 80,3 persen tidak melapor ke lembaga layanan. Hanya diam atau ngobrol ke keluarga,” ungkap Alimatul. Temuan ini sekaligus menunjukkan, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan yang tercatat dalam pelaporan tidak menunjukkan angka kekerasan yang sesungguhnya.
Berdasarkan temuan tersebut, salah satu rekomendasi yang disampaikan Komnas Perempuan adalah pentingnya membangun skema khusus dukungan kepada perempuan yang teridentifikasi sebagai kelompok paling rentan. Menurut Andy Yentriyani, Komisioner Komnas Perempuan, di antaranya adalah perempuan yang di-PHK dan perempuan yang berpenghasilan di bawah 5 juta rupiah sebagai kelompok yang seharusnya mendapatkan perhatian dalam penanganan dampak pandemi.
Survey tersebut diselenggarakan oleh Komnas Perempuan selama April dan Mei 2020, dengan mendasarkan pada hipotesis bahwa kebijakan tetap di rumah disinyalir menimbulkan dampak kepada perempuan, baik perempuan sebagai pekerja yang beraktivitas di rumah maupun perempuan yang menjalankan peran domestiknya di rumah. []
Editor: Ema Mukarramah