Nilai Ajaran Islam dalam Konsensus Dasar
JAKARTA, JALASTORIA.ID – Perbedaan pendapat adalah hal yang lazim dijumpai dalam suatu negara demokrasi. Sebaliknya, negara demokrasi juga bercirikan sikap menghargai terhadap pendapat yang berbeda.
Namun, di tengah perbedaan yang ada, terdapat persamaan antarwarga negara Indonesia, yaitu konsensus dasar kebangsaan. Dalam kehidupan berbangsa, semua perbedaan yang ada harus didasarkan pada titik tolak yang sama yaitu konsensus dasar: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Menurut Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo, Gubernur Lemhannas RI, apabila terdapat suatu gagasan yang bertentangan dengan konsensus dasar tersebut, itulah yang perlu diwaspadai. Termasuk gagasan untuk menggantikan konsensus dasar tersebut. Oleh karena itu, Agus menegaskan, agar masyarakat Indonesia berangkat dari konsensus dasar dan kembali kepada konsensus dasar sebagai tujuan. Dengan berpijak pada konsensus dasar Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, tujuan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa melalui ketahanan nasional akan dapat diwujudkan.
Konsensus dasar menyediakan jawaban bagi setiap pertanyaan dalam konteks berbangsa dan bernegara apabila dipahami dan ditaati sepenuhnya oleh masyarakat. Misalnya, perlindungan terhadap warga negara, tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu “…..membentuk suatu pemerintahan negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia….”. Kalimat ini memberikan jaminan bahwa konstitusi berfungsi untuk melindungi segenap bangsa. Contoh lainnya, jaminan beragama yang tertuang dalam Pasal 29 UUD 1945. Demikian juga terkait aspek ekonomi pun sudah ditentukan dalam konstitusi.
Islam dan Konstitusi
Agus mengingatkan, UUD 1945 bukan sekadar proses perumusan oleh politisi. Melainkan, proses sinergi dan kesepakatan antar dua golongan besar, di mana kepentingan agama Islam juga sudah diwadahi dan diakomodasi dalam perumusan UUD 1945. Demikian pula dalam perumusan Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya mengandung Pancasila sebagai dasar negara.
Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara Pancasila dengan ajaran Islam, karena pada waktu itu sudah didiskusikan dan didebatkan sampai akhirnya menjadi kesepakatan. Selain itu, Agus menegaskan agar masyarakat tidak perlu memilah-milah antara konstitusi dengan ajaran agama, karena hal itu sudah diperdebatkan oleh para pendiri bangsa waktu itu dan sudah mencapai kesepakatan dalam perumusan Pembukaan UUD 1945.
Nilai ajaran Islam itu juga sejalan dengan visi Pembukaan UUD 1945, sehingga tidak perlu lagi diperjuangkan untuk dieksplisitkan. Nilai ajaran Islam sudah menyatu secara terpadu dalam Pembukaan UUD 1945 dan melahirkan kesepakatan bersama.
Misalnya, Islam memperhatikan keamanan dan kelangsungan hidup minoritas, di mana hal itu sejalan dengan substansi konstitusi. Konstitusi mengamanatkan sistem politik yang demokratis. Dalam keadaan demokrasi ini, mayoritas yang memegang kekuasaan tidak berarti dapat sewenang-wenang untuk mengoperasikan kekuasaannya, justru terkandung kewajiban untuk melindungi minoritas.
Demokrasi itu tidak diserahkan hanya kepada pemimpin yang dipilih, tetapi demokrasi itu pada esensinya adalah perwujudan kedaulatan rakyat. Hal ini sekaligus memperlihatkan kesesuaian antara nilai-nilai ajaran Islam dengan nilai-nilai demokrasi sebagai sistem politik yang saat ini disepakati.
Perlu Pemahaman Utuh
Permasalahan yang terjadi belakangan ini di Indonesia, menurut Agus disebabkan pemahaman nilai-nilai yang tidak utuh atas segala sesuatu, misalnya terhadap nilai-nilai agama islam, demokrasi, dan lain-lain. Pemahaman yang sepotong-sepotong pada akhirnya membuat masyarakat tidak mampu melihat secara utuh nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran agama, sistem demokrasi, dan lain-lain.
Agus meyakini bahwa islam membawa rahmat bagi seluruh umat. Namun hal itu tergantung kepada penganut agama Islam untuk mengimplementasikannya dalam kenyataan, yang masih menghadapi tantangan pemahaman yang masih sepotong-sepotong.
“Pemahaman sepotong-sepotong yang dapat kami tafsirkan dari pengejawantahan atau praktek agama islam adalah kebanyakan dari kita berhenti pada tingkat syariat, di mana syariat membuka jendela yang sangat luas terhadap perbedaan. Sebab syariat itu menentukan tata cara dan bisa saja berbeda antara aliran-aliran,” ucapnya.
Sementara ajaran agama mengandung keyakinan mutlak yang ketika terdapat perbedaan cenderung sulit dikompromikan. Apabila berhenti pada tingkat syariat, yang sangat terbuka pada perbedaan, aliran, dan pendapat, maka akan sulit mewujudkan agama islam yang bisa memberikan rahmat bagi seluruh umat.
Dalam ajaran agama, seharusnya umat mencoba mencapai lapis akhlak, sehingga dapat mengimplementasikan rahmat bagi seluruh umat. Ini semua harus terus disempurnakan pada pemahaman yang utuh dari ajaran agama Islam sehingga bisa membatasi kelemahan yang ada. [ANHS]
Liputan Serial Talkshow Ramadhan Salam Seri II: Visi Islam Rahmatan Lil Alamin sebagai Pondasi Bermasyarakat antar Warga Negara yang berbeda, yang ditayangkan melalui kanal Youtube JalaStoria Indonesia dan berbagai kanal lainnya (RMB Sejati, AMAN Indonesia, Mubadalah, Official IAIN Syekh Nurjati Cirebon), pada 24 April 2021. Ikuti Talkshow Seri II ini di sini.