Masyarakat Sipil Mendukung agar RUU P-KS Dibahas

 Masyarakat Sipil Mendukung agar RUU P-KS Dibahas

Ilustrasi (JalaStoria.id)

JAKARTA – JALASTORIA.ID. Sejak beredarnya pernyataan Ketua Komisi VIII DPR RI pada akhir Juni 2020 tentang sulitnya melakukan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, sejumlah masyarakat sipil pun menyayangkan karena RUU ini ditarik dari daftar Prolegnas Prioritas 2020. Padahal, diketahui bahwa sejak Maret 2020 Komisi VIII telah menyerahkan RUU ini kepada Baleg DPR RI dengan alasan adanya beban penyelesaian agenda RUU yang cukup sulit untuk dipenuhi. Namun, sampai dengan Juni 2020 Baleg DPR tidak menindaklanjuti penyerahan tersebut sehingga sampai saat ini status RUU Penghapusan Kekerasan Seksual masih tercatat sebagai usulan Komisi VIII.

Dalam siaran pers Masyarakat Sipil untuk Pembahasan RUU P-KS Prolegnas 2020 yang diterima oleh redaksi (5/7), juru bicara jaringan, Wahidah Syuaib menyatakan, “kami menilai saat ini sebenarnya terjadi ketidakjelasan status RUU PKS di parlemen.” Sejak ditetapkan sebagai Prolegnas Prioritas 2020, sampai bulan Juli 2020 ini belum ada kejelasan siapa yang akan menjadi pengusul RUU ini. Situasi menggantung ini, menurut masyarakat sipil, sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan 2019, dimana RUU ini hanya dijanjikan namun tidak pernah selesai.

Dalam memperjuangkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini, menurut Wahidah, proses pengawalan selama ini telah dilakukan baik oleh komponen masyarakat maupun anggota legislatif yang berjuang tak kenal lelah agar RUU Penghapusan KS masuk dalam Prolegnas 2019-2024 dan menjadi Prolegnas Prioritas 2020. Walaupun ada situasi ketidakjelasan mengenai nasib RUU ini, masyarakat sipil mencatat adanya sejumlah anggota legislatif yang  terus melakukan berbagai upaya agar RUU ini tetap dapat diproses.

“Berangkat dari situasi ini, kami jaringan masyarakat sipil yang terus mengawal proses RUU P-KS tetap memberikan dukungan penuh kepada Anggota DPR-RI agar dapat bersama-sama memperjuangkan RUU PKS menjadi kebijakan yang diprioritaskan, dirumuskan dan disahkan,” tegas Wahidah.

Ditambahkannya,  pembahasan dan pengesahan RUU ini diperlukan untuk kepentingan warga negara dan korban kekerasan seksual di negeri ini yang menanti keadilan dan perubahan yang lebih baik bagi kehidupan yang aman dan jauh dari kekerasan.

Oleh karena itu, masyarakat sipil  kembali menegaskan apresiasi atas dukungan yang sudah tersedia dari anggota parlemen yang selama ini telah bekerja keras dan memberikan dukungan. Namun demikian, dibutuhkan lebih banyak dukungan agar pembahasan dan pengesahan RUU ini dapat dilakukan.

Kaukus Perempuan Parlemen RI (KPPRI) diharapkan menjadi simpul kuat di parlemen dalam mengawal RUU ini agar tetap menjadi perhatian DPR RI. Harapan juga diletakkan kepada  Ibu Puan Maharani selaku perempuan pertama yang menjadi Ketua DPR agar memberikan perhatian kepada RUU ini agar dapat dibahas dan disahkan. Masyarakat sipil juga menyampaikan harapan agar kepada Pemerintah agar melakukan upaya strategis untuk memperkuat dibahasnya RUU ini pada tahun 2020 dan berharap agar alat kelengkapan dewan yang membahas RUU ini kelak adalah Badan Legislasi DPR RI.

Dalam kesempatan terpisah, Anggota Baleg DPR RI dari Fraksi PDIP, Diah Pitaloka, menyampaikan (5/7) bahwa RUU ini masuk sebagai usulan Komisi VIII DPR RI, dan ada pembicaraan di Baleg DPR RI agar menjadi usulan Baleg DPR RI. Dalam ngobrol bersama Nia Dinata tersebut, Diah Pitaloka juga menyampaikan harapan agar RUU ini maju dengan draf yang disesuaikan dari draf sebelumnya.[]

 

 

Kontributor: Jodi Ibrahim

 

Digiqole ad