Jadi Korban Pelecehan Seksual? Ingat 5 D
Menjadi korban pelecehan seksual tentu bukan sebuah pilihan. Setiap orang punya potensi mengalami hal buruk tersebut. Kalau itu terjadi, apa yang harus dilakukan?
Anindya Restuviani dari Hollaback Jakarta menyebut ada lima hal yang bisa dilakukan korban dan saksi pelecehan seksual. Agar lebih mudah diingat, ada 5 kata berawalan D yang memayungi lima langkah itu:
Direct. Setiap orang yang mengalami atau menjadi saksi pelecehan seksual bisa menyampaikan reaksi secara langsung kepada pelakunya. Seringkali bentuknya berupa teguran lisan.
Distract. Mengalihkan tindakan pelecehan seksual bisa menjadi opsi yang lebih kreatif. Alih-alih membuat “serangan” langsung kepada pelakunya, upaya memadamkan kejadian buruk itu bisa dilakukan dengan cara melakukan pengalihan perhatian.
Delegate. Cara lain yang bisa ditempuh adalah dengan melaporkan pengalaman pelecehan seksual kepada organisasi atau institusi terkait. Di antaranya ada Komnas Perempuan dan LBH Apik.
Document. Merekam kejadian atau berpura-pura merekam peristiwa juga bisa menjadi cara efektif-efisien untuk menggagalkan pelecehan seksual. Pelaku seringkali ketakutan bila ada korban atau saksi pelecehan seksual yang bertindak merekam atau seolah-olah merekam.
Delay. Langkah ini bisa dilakukan oleh saksi yang melihat tindakan pelecehan seksual. Dengan menunda untuk bereaksi, mereka bisa terlibat dalam upaya menenangkan kekhawatiran atau trauma korban.
“Khusus untuk poin kelima itu, setiap kita harus memposisikan diri sebagai ruang aman bagi korban yang sangat membutuhkan sikap simpati daripada kata-kata: ‘harusnya tadi begini… atau begitu’,” kata Anindya dalam sebuah Press Briefing: “Bagaimana Perempuan Menghadapi Pelecehan di Ruang Publik” di Por Que No, Jakarta Pusat, Kamis (29/11/2018).
Rika Rosvianti dari PerEMPUan mengatakan, korban pelecehan seksual jangan pernah menyalahkan diri sendiri. Bila kejadian buruk itu terjadi, sebaiknya korban segera meninggalkan tempat kejadian dan segera menuju keramaian.
Setelah itu bisa menghubungi orang yang dipercaya untuk menceritakan kejadian. Mengapa harus bercerita?
“Sebab kunci penanganan trauma akibat pelecehan seksual, salah satunya, dengan berbagi cerita dan cara ini juga sekaligus bertujuan untuk menandai lokasi pelecehan seksual dan ciri pelakunya,” ungkap Rika.
Berkaitan dengan berbagi cerita, Komisioner Komnas Perempuan, Mariana, menyebut seringkali korban pelecehan seksual datang ke kantornya hanya untuk mencurahkan hatinya (curhat).
“Setelah itu (curhat) mereka lega dan bisa mengatasi trauma yang dialaminya,” katanya.
Atas semua cara melepaskan diri dari jerat pelecehan seksual itu, aktris Lala Karmela menekankan pentingnya mengutamakan keselamatan di atas segalanya. Semua langkah yang diambil tetap harus mempertimbangkan keamanan korban atau saksi.
“Tetap safety first,” serunya. (asw)