Upaya Penghapusan KDRT, Enam Hal Ini yang Dilakukan Tokoh Agama
Tokoh agama punya otoritas di hati umat. Dalam hal KDRT, tokoh agama bisa jadi orang pertama yang menjadi rujukan korban.
Perkumpulan JalaStoria bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) juga Radio Republik Indonesia (RRI) menyelenggarakan “Kampanye Penghapusan KDRT”. Kegiatan “Dialog Tokoh Agama Mengenai Penghapusan KDRT” menghadirkan tujuh perempuan pemuka agama di Indonesia.
Ada enam hal yang jadi pembahasan para tokoh agama dalam kegiatan yang dilaksanakan Jumat (8/9/2023). Selengkapnya antara lain:
- Ubah Cara Pandang Keliru: Perempuan sebagai Obyek
Ulama perempuan KUPI (Kongres Ulama Perempuan Indonesia) Nur Rofiah menyatakan permasalahan besar manusia adalah masih melihat perempuan sebagai obyek, alat seksual, mesin reproduksi. Untuk itu, KUPI fokus pada akar pemahaman tafsir agama sebagai upaya membangun cara pandang perempuan adalah manusia seutuhnya. Upaya tersebut menjadi cara merespons kekerasan terhadap perempuan yang justru sering disalahkan saat mengalami kekerasan.
“Perempuan sebagai manusia utuh yang berakal budi, sebagai subyek untuk membangun pemahaman sistem keagamaan yang baru. Sebab perempuan masih dianggap sumber fitnah,” ujarnya.
- Perempuan dan Laki-laki Sederajat dan Bermartabat
Sr. Stefani Rengkuan dari perwakilan agama Katolik mengatakan pihak gereja Katolik sudah sejak lama mengupayakan pemahaman tersebut. Terlebih, katanya, dalam kitab suci juga menerangkan bahwa manusia memiliki harkat dan martabat sama.
Baca Juga: Apa yang Harus Dilakukan Jika Menjadi Korban KDRT?
Sedangkan perwakilan dari tokoh agama Konghuchu, Ponnie Wijaya mengingatkan tentang konsep yin dan yang. Pertama, mengenal konsep yin yang bahwa perempuan dan laki-laki setara. Kedua, bahwa perempuan dan laki-laki saling membutuhkan dan menyelearaskan.
- Cegah KDRT dengan Pembekalan Pranikah
Kadek Nur Mantik dari perwakilan Hindu mengemukakan, dalam Hindu terdapat konseling pra nikah dan pembinaan keluarga. Kegiatan ini dilakukan di seluruh nusantara. Penekanan nilai moral dalam rumah tangga: kita semua bersaudara; pikiran, ucapan, dan perkataan baik; pun menjaga hubungan antarsesama. Konseling pranikah juga mengingatkan tentang pentingnya saling asah, asih, asuh dalam keluarga.
“Mengaplikasikan nilai luhur agama dalam kehidupan sehari-hari. Bisa saja suami jumawa tidak mengaku, seenaknya, suatu saat karmanya akan kembali pada dia,” katanya.
Pdt. Sifra Glorianthy mengatakan, Gereja Kristen Pasundan juga memberikan pembekalan pranikah. Membekali dan memberikan pendampingan pada calon pasutri tentang relasi setara sebagai pondasi menuju kehidupan harmonis.
- Upaya Penanganan oleh Tokoh Agama
Is Werdaningsih dari penghayat mengaku tidak mudah menggali korban berbicara. Dalam hal ini Is Werdaningsih bersama perempuan penghayat lain membuka ruang konseling agar korban nyaman untuk bicara.
“Agar korban bisa menyampaikan dengan bebas dan tanpa penghakiman. Memberikan pilihan perceraian, peradilan. Seringnya berpisah. Pascaperpisahan kita berikan lagi penguatan,” katanya.
Sedangkan perwakilan dari Katolik merespons positif korban KDRT dengan menemani dan mengantar korban sesuai kasus yang dialami. Keuskupan bahkan memiliki Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang di awal dibantu tim khusus baik dari keuskupan, keluarga, maupun pihak lain.
Baca Juga: Cerita Korban Perkosaan dan KDRT yang Terancam Pidana
Adapun Nur Rofiah dari KUPI mengingatkan, yang nomor satu adalah dengarkan suara korban. Jangan menjadikan orang lain menjadi standar tunggal kemaslahatan. Dua, mengetahui keadilan yang dibutuhkan korban.
“Ketiga, jika sudah masuk ranah hukum dan butuh pendampingan sistemik maka sistem rujukan yang digunakan dengan pendampingan hukum,” kata Rofiah.
Dari perwakilan Hindu, Kadek Nur Mantik juga mengaku penanganan korban biasanya melibatkan orang tua dan tokoh adat. Sebab biasanya korban mengadu pada orang tua.
“Kami berikan konseling, memberikan pilihan. Korban diayomi sampai menentukan pilihan. Jika ada kasus, mengamankan korban ke orang tuanya lalu mengambil tindakan apakah lanjut hukum atau tidak,” katanya.
Sayangnya, ujar Mantik, kasus KDRT biasanya diselesaikan di keluarga. Padahal, harapannya, ada efek jera bagi pelaku sebagai cara menghentikan siklus kekerasannya. Agar perilaku kekerasan tidak pula diikuti oleh anak-anak.
- Penguatan Sumber Daya dan Kolaborasi
Pdt. Sifra Glorianthy dari Gereja Kristen Pasundan menyatakan pihaknya punya kepedulian terhadap KDRT. Untuk itulah para pemuka agama dibekali pembinaan, training terkait gender justice bahwa semua manusia dalam kondisi setara dan sejajar.
“Kami dibekali untuk dapat membaca alkitab dengan mata baru, melihat konteks atas firman tuhan bahwa ternyata alkitab ada sisi bagian tentang menerima kekerasan di dalamnya, bahwa di balik kisah kekerasan harus hidup berkeadilan,” katanya.
Baca Juga: Dukungan untuk Perempuan Korban KDRT
Sedangkan dari gereja Katolik, saat ini Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan pada Konferensi Waligereja Indonesia (SGPP KWI) berjejaring dengan 37 keuskupan di Indonesia. SGPP KWI juga memiliki komisi yang menangani umat yang menjadi korban kekerasan.
“KWI bertugas mensosialisasikan juga menjadi fasilitator turun ke bawah ke setiap komisi yang ada di keuskupan agar mereka menjadi tangan untuk meneruskan ke paroki jika terjadi kekerasan,” kata Sr. Stefani Rengkuan.
Dari perwakilan penghayat mengaku sudah berkolaborasi dengan koalisi masyarakat sipil, bergabung pula dengan perisai HAM. Dalam hal ini membuat skema pengaturan pencegahan dan penanganan yang nantinya akan disebarkan kepada anggota yang dekat dengan kasus.
- Tantangan UU PKDRT dari Kaca Mata Tokoh Agama
Is Werdaningsih dari perwakilan penghayat berpandangan, meski UU Penghapusan KDRT sudah lama ada, namun gaungnya tenggelam.
Darmika Pranidhi dari perwakilan Buddha menyebut, terkait KDRT ada dua tantangan internal. Pertama, menemukan pemuka agama yang punya pemahaman memanusiakan perempuan. Kedua, umat belum aware tentang KDRT. Untuk itu, menurutnya, masih perlu kegiatan keagamaan yang mengintegrasikan pengarusutamaan gender (PUG). [Nur Azizah]
Kegiatan dapat disimak melalui tautan: https://www.youtube.com/watch?v=2B6QHLSm4ys