Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan Terhadap Anak

 Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan Terhadap Anak

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

Oleh: Zainab Az Zahro

Akhir tahun 2022, Pemerintah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2022 tentang Bentuk dan Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan Terhadap Anak (selanjutnya disebut PP No 58/2022). PP ini dibentuk atas amanah yang ada dalam aturan induknya yakni Undang-undang Nomor 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang SPPA memerintahkan sejumlah ketentuan untuk diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Antara lain Pasal 15 tentang Diversi, Pasal 25 ayat (2) tentang Register Perkara Anak, Pasal 71 ayat (5) dan Pasal 82 ayat (4) tentang Bentuk dan Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan terhadap Anak, dan pasal 94 ayat (4) tata cara pelaksanaan koordinasi, pemantauan, evaluasi, dan pelaporan.

PP Nomor 58/2022 hanya mengatur mengenai bagaimana teknis Bentuk dan Tata Cara Pelaksanaan Pidana dan Tindakan Terhadap Anak.

PP Nomor 58/2022 ini terbagi menjadi lima bab yakni ketentuan umum, tata cara pelaksanaan pidana, tata cara pelaksanaan tindakan, pendanaan, dan ketentuan penutup. Mengenai tata cara pelaksanaan pidana merupakan aturan pelaksanaan atas pasal 71 ayat (5) UU SPPA.

Baca Juga: Kerangka Hukum Perlindungan Anak di Indonesia

Dalam pasal 71 ayat (1) dan ayat (2) UU SPPA mengatur jenis-jenis pidana. Ketentuan tersebut selanjutnya diuraikan secara teknis dalam PP No 58/2022. Antara lain, mulai dari Pasal 6 sampai Pasal 28. Di sini diuraikan teknis penjatuhan pidana peringatan, pidana dengan syarat, pidana pelatihan kerja, pidana pembinaan dalam lembaga, pidana penjara serta pidana tambahan.

Adapun pasal 82 ayat (4) UU SPPA No 11/2012 yang mengatur mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan tindakan, dalam PP diatur lebih lanjut yakni pasal 29 sampai dengan 38. Tindakan tersebut mengatur secara teknis bagaimana pengembalian anak terhadap orang tua/wali, penyerahan kepada seseorang, dan perawatan di rumah sakit jiwa dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS).  Selain itu, juga diatur ketentuan mengenai anak yang wajib mengikuti Pendidikan formal atau pelatihan yang diadakan pemerintah. Tindakan lainnya adalah pencabutan izin mengemudi bagi anak dan bentuk perbaikan akibat tindak pidana berdasarkan keputusan pengadilan.

Lebih lanjut, dalam melaksanakan tindakan tersebut, maka hakim terlebih dahulu menjatuhkan putusan berupa tindakan demi kepentingan terbaik bagi Anak. Ketika telah diputus, maka panitera pengadilan negeri menyerahkan petikan putusan pengadilan kepada anak atau advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan penuntut umum pada hari putusan pengadilan diucapkan. Tentu saja dalam pelaksanaan tindakan yang ada lebih dari satu jenis, hal itu didasarkan pada putusan hakim. Dalam hal ini, bukanlah kewenangan pembimbing kemasyarakatan dalam memutuskan tindakan apa yang pantas untuk anak tersebut, tetapi itu adalah keputusan hakim.

Baca Juga: Perempuan dan Anak dalam Rumah Tahanan

Setiap putusan hakim tersebut memiliki alur dan pihak yang terlibat berbeda-beda. Jika tindakan pengembalian kepada orang tua, maka Jaksa dengan dibantu oleh Pembimbing Kemasyarakatan mengembalikan kepada orang tua. Ketika anak telah dikembalikan, maka mereka akan mendapat pendampingan dan pembimbingan dari Pekerja Sosial dan/atau Tenaga Kesejahteraan Sosial yang mana hasilnya akan diserahkan kepada Jaksa dan Pembimbing Kemasyarakatan. Namun, jika anak diserahkan kepada keluarga, maka disarankan untuk diserahkan kepada kerabat keluarga terdekat anak dengan catatan bahwa seseorang tersebut haruslah orang yang sudah dewasa, cakap, berkelakuan baik, bertanggung jawab, dan dipercaya oleh Anak.

Adapun jika anak mendapat tindakan di rumah sakit jiwa, dikarenakan anak tersebut mengalami gangguan jiwa sehingga harus mendapat perawatan hingga sembuh. Semasa proses perawatan, pimpinan akan melaporkan sewaktu-waktu kepada jaksa dan pembimbing kemasyarakatan. Sedangkan jika anak dirawat oleh LPKS adalah jika anak membutuhkan upaya rehabilitasi sosial, pihak LPKS akan melaksanakan proses perawatan berdasarkan tahapan yang telah ditentukan dengan bentuk rehabilitasi yang disesuaikan pula.

Selain dirawat, ada tindakan pula berupa anak tetap mendapatkan hak untuk belajar yakni tindakan kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta paling lama yakni satu tahun. Lamanya tersebut juga  berlaku bagi tindakan pencabutan surat izin mengemudi bagi Anak dilakukan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Pentingnya pemberian tindakan ini adalah agar pelaku dapat  memiliki rasa tanggung jawab dan peningkatan kesadaran berlalu lintas. []

 

Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang

Digiqole ad