Tak Perlu Menunggu Viral untuk Bersimpati pada korban Kekerasan Seksual

Oleh : Lail
Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah yang kian mencuat dalam masyarakat. Dengan semakin banyaknya kasus yang terungkap dan viral di media sosial, kita diingatkan bahwa kekerasan terhadap perempuan—baik fisik, psikis, maupun seksual—bukanlah isu yang bisa diabaikan. Di Indonesia, serangkaian kasus kekerasan terhadap perempuan yang viral telah membuka mata banyak orang tentang betapa rentannya perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Artikel ini akan mengulas beberapa contoh kasus, pentingnya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dan bagaimana perempuan bisa mendapatkan perlindungan dari kekerasan.
Kasus kekerasan terhadap perempuan sering kali viral di media sosial, menggugah emosi publik, dan mendorong mereka untuk menyerukan keadilan. Beberapa contoh kasus kekerasan terhadap perempuan yang mengemuka dan menjadi sorotan adalah kasus kekerasan seksual terhadap Novia Widyasari https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-5878633/cerita-tragis-di-balik-bunuh-diri-novia-widyasari-mulai-hamil-hingga-aborsi , mahasiswi yang menjadi korban pacarnya sendiri hingga hamil dan mengalami tekanan berat. Kasus ini memperlihatkan bagaimana kekerasan emosional dan psikis yang dialami korban tak hanya datang dari pelaku, tetapi juga dari tekanan sosial.
Ada pula kasus Baiq Nuril, seorang guru di Lombok yang menjadi korban pelecehan verbal dari atasan dan justru dihukum ketika berusaha memperjuangkan keadilan. https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-48878086 . Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa kekerasan terhadap perempuan tidak mengenal batas usia, status sosial, atau tingkat pendidikan. Mirisnya, korban sering kali tidak mendapatkan dukungan yang memadai atau bahkan malah disalahkan oleh masyarakat sekitar.
Jenis Kekerasan yang Dialami Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan bisa berwujud fisik, psikis, maupun seksual. Kekerasan fisik seperti pemukulan atau penganiayaan adalah jenis kekerasan yang paling mudah terlihat. Namun, kekerasan psikis juga sangat berdampak pada korban. Misalnya, bentuk penghinaan, ancaman, hingga manipulasi emosional yang dilakukan secara berulang-ulang dapat merusak kondisi mental korban dan membuatnya mengalami trauma jangka panjang.
Kekerasan seksual, yang mencakup tindakan pemaksaan dalam bentuk sentuhan, ucapan, atau bahkan serangan yang lebih serius, merupakan salah satu jenis kekerasan yang sangat merugikan. Tidak hanya berdampak secara fisik, kekerasan seksual juga menghancurkan harga diri, kesehatan mental, dan kesejahteraan korban dalam jangka panjang.
Perlindungan Hukum Melalui UU TPKS
Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) adalah langkah maju dalam upaya melindungi perempuan dari tindak kekerasan seksual. UU ini disahkan pada tahun 2022 setelah melalui proses panjang. UU TPKS memberikan definisi yang lebih jelas tentang kekerasan seksual, mencakup berbagai bentuk kekerasan seperti pemerkosaan, pencabulan, dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
UU TPKS tidak hanya memberi sanksi tegas kepada pelaku, tetapi juga menjamin hak-hak korban, termasuk hak untuk mendapat pendampingan hukum dan psikologis, hak untuk merahasiakan identitas, serta hak untuk mendapat ganti rugi dari pelaku. Hal ini menjadi penting karena banyak korban kekerasan yang sebelumnya merasa takut melapor, baik karena takut akan stigma maupun tekanan sosial.
Selain itu, undang-undang ini memperkenalkan mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual yang lebih cepat dan proaktif, dengan melibatkan berbagai lembaga, termasuk Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan lembaga-lembaga lainnya yang berkompeten.
Pentingnya Dukungan dan Pemahaman Masyarakat
Meski UU TPKS telah disahkan, masyarakat juga memiliki peran penting dalam melindungi korban kekerasan. Sering kali, korban kekerasan seksual atau kekerasan dalam rumah tangga justru menjadi korban berlapis karena stigma dari masyarakat. Jangan sampai korban kekerasan, sudah jatuh, masih tertimpa tangga pula. Dukungan sosial sangat dibutuhkan untuk memberikan ruang aman bagi korban agar mereka merasa didengar, dipahami, dan diberdayakan untuk pulih.
Perlindungan terhadap korban kekerasan juga mencakup dukungan psikologis. Korban yang mengalami trauma psikis akibat kekerasan membutuhkan bantuan psikologis dari tenaga profesional untuk mengembalikan keseimbangan mental mereka. Saat ini, beberapa lembaga swadaya masyarakat menyediakan layanan konseling gratis atau dengan biaya terjangkau bagi korban kekerasan.
Upaya Pencegahan dan Peran Pendidikan
Selain penegakan hukum, pencegahan kekerasan terhadap perempuan harus dimulai dari lingkungan pendidikan. Pendidikan seksual dan edukasi tentang kesetaraan gender sangat penting agar anak-anak dan remaja memahami tentang batasan dan hak atas tubuh mereka. Hal ini juga akan membangun pemahaman bahwa kekerasan dalam bentuk apa pun tidak dapat diterima.
Program edukasi yang mengajarkan tentang batas-batas tubuh, pentingnya menghargai satu sama lain, serta membangun hubungan yang sehat harus diimplementasikan di sekolah-sekolah. Dengan demikian, generasi mendatang dapat tumbuh dalam lingkungan yang lebih sadar akan hak asasi manusia dan terbebas dari pola pikir patriarkal yang sering kali menyudutkan perempuan.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan masalah yang kompleks dan memerlukan kerja sama dari berbagai pihak untuk memeranginya. Dari kasus-kasus yang viral, dapat dinilai bahwa penting untuk memberikan dukungan penuh kepada korban serta memastikan mereka mendapatkan hak-haknya. Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) adalah langkah penting dalam memperjuangkan keadilan bagi perempuan di Indonesia, tetapi hal ini harus disertai dengan dukungan sosial dan edukasi yang konsisten.
Dengan memahami peran masing-masing, baik sebagai individu maupun masyarakat, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan mendukung bagi perempuan. Pada akhirnya, perjuangan melawan kekerasan terhadap perempuan adalah perjuangan untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan bagi semua orang tanpa terkecuali.
Lail, perempuan yang tumbuh dalam keluarga tanpa diskriminasi gender
