Suami Sering Membentak dan Melakukan Kekerasan Fisik

 Suami Sering Membentak dan Melakukan Kekerasan Fisik

Ilustrasi (Sumber: Geralt/Pixabay.com)

Pertanyaan: Sepanjang perkawinan kami, sering sekali suami membentak saya. Kebiasaan ini sudah dilakukan sejak kami menikah. Ia juga sering berkata kasar. Kejadian lainnya, karena suatu hal, ia menendang benda yang ada di depan saya. Saya mencoba menghindarinya. Namun ia malah kemudian menendang tembok dan lemari di depan saya. Rasanya hati ini runtuh seketika. Saya merasa sedih, kesal, marah takut. Tetapi saya bertahan karena ada anak saya. Anak saya masih membutuhkan ayahnya. Apa yang harus saya lakukan?

SV

Tanggapan:
Ibu SV, sebelumnya, kami berterima kasih atas kepercayaan yang ibu berikan kepada kami. Tidak mudah bagi siapapun untuk berbagi dengan orang lain perihal masalah rumah tangga, dan kami sangat mengapresiasi keberanian dan keterbukaan ibu kepada kami.
Membaca email yang ibu kirimkan, dapat terbayangkan betapa tidak nyamannya relasi antara ibu dengan suami. Setiap saat, rasanya bak berjalan di lapangan penuh ranjau karena kapanpun suami dapat meledak, bahkan untuk hal yang sepele sekalipun.  Dari email ibu, tampaknya perilaku suami sudah sampai mengganggu ibu hingga memicu respon marah dan frustrasi pada ibu.
Kita semua paham bahwa perkawinan bukan seperti penutup di buku dongeng, hidup bahagia selamanya. Dalam perkawinan, kisah sedih, konflik, dan masalah kerap terjadi, dan itu yang sejatinya terjadi dalam perkawinan yang harus dihadapi oleh pasangan. Meskipun kita semua paham bahwa perkawinan tidak lepas dari suka dan duka, namun, tidak ada seorangpun yang berhak untuk mengalami dibentak, direndahkan, diancam, apalagi mengalami kekerasan dari pasangannya. Setiap orang berhak diperlakukan dengan bermartabat, termasuk dari pasangannya sendiri.
Terkait dengan permasalahan yang ibu keluhkan, satu hal yang penting untuk ibu ingat adalah ibu hanya bisa mengontrol diri ibu dan tidak dapat mengontrol apalagi mengubah perilaku suami. Hanya suamilah yang dapat mengubah perilakunya sendiri. Yang ibu dapat lakukan dalam situasi terbatas ini adalah konsultasi ke psikolog atau lembaga yang terbiasa menangani permasalahan kekerasan perempuan dan anak. Psikolog atau pendamping dapat memberikan penguatan psikologis dan dukungan psikososial yang ibu butuhkan. Penguatan dan dukungan ini dapat membantu ibu untuk melihat masalah dengan jernih dan dapat mendiskusikan langkah-langkah yang perlu diambil.
Banyak anggapan yang keliru, jika mencari bantuan ke profesional atau lembaga pendampingan, maka kasusnya akan diarahkan untuk perceraian. Akibatnya banyak perempuan yang mengalami peristiwa seperti yang ibu alami memutuskan untuk diam dan tidak mencari bantuan, sementara situasi konflik yang dialaminya semakin meningkat dan berisiko membahayakan dirinya atau anak-anaknya. Padahal dengan pergi ke lembaga layanan atau psikolog, ibu dapat memperoleh informasi mengenai situasi yang ibu alami, dibantu untuk kelola diri, dibantu untuk melihat permasalahan dengan lebih jernih, serta dihubungkan dengan layanan lain yang mungkin dibutuhkan ibu. Bahkan mereka juga mungkin dapat menginformasikan lembaga yang mungkin dapat membantu suami ibu.
Saya paham jika saat ini ibu merasa sendiri dan tidak ada jalan keluarnya. Percayalah banyak pihak yang peduli dan ada jalan keluarnya, akan tetapi tiap jalan keluar tetap ada konsekuensinya. Dengan berkonsultasi, ibu bisa menilai risiko dan melakukan antisipasi untuk meminimalisir konsekuensi yang mungkin terjadi. Saya juga yakin tidak mudah bagi ibu untuk memutuskan apakah perlu menemui ahli/pendamping atau tidak, namun yang ingin saya tekankan, kebahagiaan dan kesehatan ibu dan anak-anak ibu sangat penting.

Ibu dapat mencari lembaga yang biasa melakukan pendampingan di kota/kabupaten tempat ibu tinggal melalui  daftar kontak lembaga penyedia layanan JalaStoria, laman www.carilayanan.com,  atau mencari lewat aplikasi lapor diri yang dapat diunduh di google playstore. Atau, ibu dapat menghubungi Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA atau P2TP2A) terdekat. Apabila ibu berdomisili di DKI Jakarta ibu dapat menghubungi hotline UPT P2TP2A di 081317617622 dan apabila ibu mengalami kondisi darurat ibu dapat menghubungi nomor telepon bebas pulsa di Jakarta Siaga 112. Semoga informasi ini dapat membantu ya, Bu.

Salam hangat,

Vitria Lazzarini L.,M.Psi., Psikolog
Psikolog Klinis
Digiqole ad