Rekomendasi Langkah Prioritas dalam Kemajuan Toleransi dan Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan di Indonesia
SETARA Institute memproduksi Nota Kebijakan berbasis data Kondisi Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB) di Indonesia sejak tahun 2014 sampai 2023. Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan merupakan hak konstitusional warga negara. Dalam laporannya, SETARA menemukan bahwa kondisi KBB di Indonesia masih berada di posisi minor.
Data menunjukkan situasi KBB pada 2023 lalu, kondisi aktual KBB secara nasional hanya bergeser dari satu stagnasi ke stagnasi baru, di mana angka dan peristiwa dan tindakan tetap tinggi. Hal ini tentu membuat publik kecewa, karena publik berharap pemerintah dapat memberikan kemajuan bagi keberagaman di Indonesia dan secara khusus bagi perlindungan kelompok minoritas agama yang sering menjadi objek intoleransi, diskriminasi, dan restriksi serta persekusi. Nyatanya, justru terjadi stagnasi ke arah kemunduran (stagnation to regression).
Berdasarkan kondisi aktual KBB dalam 10 tahun terakhir, SETARA institute mempertimbangkan untuk memberikan rekomendasi. Rekomendasi ini diharapkan bisa menjadi langkah prioritas pemerintahan Prabowo Subianto dalam pemajuan toleransi dan pemajuan KBB di Indonesia. Beberapa rekomendasi kebijakan tersebut sebagai berikut;
- Memastikan Agenda Pemajuan Toleransi dan KBB sesuai dalam Asta Cita
Kepemimpinan nasional baru hasil Pemilu 2024 hendaknya memastikan agenda pemajuan toleransi, penguatan inklusi sosial, pemajuan kebebasan beragama/berkeyakinan, dan penanganan radikalisme dan/atau ekstremisme kekerasan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dengan mengeksplisitkan seluruh kebijakan, program, dan agenda prioritas sesuai dengan misi ke-8 dalam Asta Cita yaitu “Memperkuat penyelarasan kehidupan yang harmonis dengan lingkungan alam dan budaya serta peningkatan toleransi antarumat beragama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.”
- Memperkuat Kepemimpinan Toleransi dan Mengakselerasi Kebijakan Tata Kelola Inklusif
Pemerintahan Prabowo Subianto hendaknya memperkuat kepemimpinan toleransi dan mengakselerasi kebijakan tata kelola inklusif untuk mendorong dan menggerakkan kinerja pemerintahan yang masif dari pusat hingga daerah guna mengatasi kasus dan permasalahan yang menghambat kebebasan beragama/berkeyakinan secara efektif dengan berbasis pada hak konstitusional warga negara sesuai ketentuan yang termaktub dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Membuka Ruang Kajian Regulasi di Tingkat Pusat dan Daerah
Pemerintahan Prabowo hendaknya membuka ruang sebesar-besarnya bagi partisipasi bermakna dan seluas-luasnya dalam meninjau ulang, membatalkan dan/atau memperbaiki regulasi di tingkat pusat dan daerah yang diskriminatif, intoleran, dan restriktif terhadap kebebasan beragama/berkeyakinan.
Beberapa regulasi yang bisa dikaji adalah, 1) Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama No 9 dan 8 Tahun 2006 yang akan dinaikkan statusnya menjadi Peraturan Presiden tentang Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, 2) Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Tahun 2008, yang dikenal dengan SKB Tiga Menteri, tentang Peringatan dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat.
Baca Juga: Mengasimilasi Nilai Sumpah Pemuda dalam Gerakan Perempuan
Selain itu, 3) UU Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004, yang pada Pasal 33 huruf d dan e, melembagakan Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan (BAKORPAKEM) sebagai bagian dari institusi Kejaksaan yang selama ini menjadi institusi yang restriktif terhadap keyakinan masyarakat, khususnya Penghayat Kepercayaan, dan 4) regulasi diskriminatif dan intoleran lainnya, wabilkhusus produk hukum daerah yang diskriminatif dan intoleran serta bertentangan dengan Pancasila dan melemahkan kebinekaan Indonesia.
- Mengefektifkan Penanganan Kebijakan Diskriminatif
Pemerintahan baru hasil Pemilu 2024 mesti mengefektifkan penanganan kebijakan diskriminatif dimaksud dengan memenuhi mandat UU No. 15 Tahun 2019 tentang Perubahan UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Badan Regulasi Nasional, untuk memastikan pembentukan peraturan perundang-undangan di bawah UU secara lebih sistematis dalam suatu sistem perencanaan yang seksama.
- Memberikan Dasar Hukum sebagai Mobilisasi untuk Menangai Ekstremisme Kekerasan
Pemerintahan Prabowo hendaknya mengakselerasi Peraturan Presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) Fase Kedua (2025-2029) untuk memberikan dasar hukum yang kuat bagi mobilisasi seluruh sumberdaya pemerintah pusat dan daerah serta masyarakat dari hulu ke hilir untuk menangani ekstremisme kekerasan dengan mengoptimalkan whole of government and whole of society approach.
Baca Juga: JalaStoria Gelar Lomba Menarik Terkait Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan
- Meninjau Ulang Desain dan Kinerja Program Moderasi Beragama
Menteri Agama hendaknya meninjau ulang desain dan kinerja Program Moderasi Beragama, yang saat ini telah diinstitusionalisasikan dengan pembentukan badan khusus sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden 58/2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama, agar di lapangan kegiatan dimaksud tidak memicu polemik yang kontraproduktif bagi kebebasan berama/berkeyakinan serta memicu konflik dan ketegangan baru antaragama dan antarsesama anak bangsa.
- Memastikan Pengarusutamaan Tata Kelola Pemerintahan Inklusif
Menteri Dalam Negeri hendaknya memastikan pengarusutamaan tata kelola pemerintahan inklusif (inclusive governance) oleh pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, dengan menerbitkan kebijakan khusus mengenai tata kelola pemerintahan yang inklusif dalam mengelola kemajemukan di tengah-tengah masyarakat.
JalaStoria mendukung secara penuh rekomendasi kebijakan tersebut sebagai langkah untuk meningkatkan toleransi dan kemajuan Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan (KBB) di Indonesia. Rekomendasi kebijakan ini disampaikan oleh SETARA Institute dalam siaran pers pada 16 November 2024 di Jakarta. [UH]
Uswatun Hasanah, Akrab disapa Uung