Refleksi Kemerdekaan Perempuan Indonesia

 Refleksi Kemerdekaan Perempuan Indonesia

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

Bulan Agustus adalah momen bersejarah bagi bangsa Indonesia. Tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 Ir. Soekarno  memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Ini merupakan momen pembebasan bangsa setelah berabad-abad mengalami penjajahan dari Hindia Belanda.

Kemerdekaan Indonesia merupakan cita-cita seluruh rakyat Indonesia. Pencapaian tersebut tidak lepas dari perjuangan para pahlawan di masa lampau. Beberapa pahlawan perempuan juga ikut andil dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa. Seperti Cut Nyak Dien, pahlawan nasional yang lahir dan besar di Aceh pada tahun 1848. Ia dikenal sebagai pahlawan perempuan yang sangat gigih melawan pasukan Belanda saat perang Aceh. Pahlawan perempuan asal Aceh lainnya adalah Cut Meutia, ia gugur saat perang melawan Belanda karena dihujam peluru di bagian kepala dan dada. Ia dikukuhkan sebagai pahlawan nasional berdasarkan Surat Keputusan (SK) Presiden RI No. 107/1964.

Selain melawan penjajahan dengan mengangkat senjata, perempuan juga berjuang dengan mengangkat pena. Ada pahlawan perempuan yang bergerak dalam perjuangan kesetaraan dan pendidikan kaum perempuan, yaitu RA Kartini dan Dewi Sartika. Raden Ajeng Kartini sangat tidak asing di masyarakat karena setiap tanggal 21 April diperingati sebagai Hari Kartini untuk mengenang jasanya. Sementara Dewi Sartika dikenal sebagai perempuan cerdas yang mengajarkan membaca, menulis, dan menjahit serta keterampilan lainnya kepada kaum perempuan di masa penjajahan.

Keberadaan pahlawan perempuan adalah bukti kontribusi perempuan dalam kemerdekaan dan pemajuan bangsa. Perempuan tidak hanya berjuang di sektor domestik seperti ibu rumah tangga, melainkan memiliki peranan yang luar biasa dalam sektor publik seperti ikut mengatur strategi perang di medan pertempuran. Harapan mereka sama, yaitu agar rakyat Indonesia dapat hidup damai dan terbebas dari penjajahan.

Baca Juga: Perempuan di Masa Kolonial Membayangkan Indonesia

Namun, apakah perjuangan pahlawan perempuan di masa lampau sudah dibayar lunas pada Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) tahun ini? Benarkah perempuan Indonesia sudah benar-benar merdeka serta dapat hidup damai? Seperti apa sesungguhnya kondisi perempuan Indonesia di tengah hingar bingar perayaan kemerdekaan bangsa?

Ada beberapa fakta yang sepertinya perlu menjadi bahan refleksi atas kemerdekaan perempuan Indonesia. Perempuan tercatat sebagai korban kekerasan dengan angka tertinggi. Selama tahun 2022, terdapat 27.589 jumlah kasus kekerasan, terdiri dari 4.634 korban laki-laki dan 25.050 korban perempuan. Hal ini berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA). Terlihat dari jumlah korban tersebut, korban perempuan sangat mendominasi.

Jumlah tersebut meningkat 15,2% dari tahun sebelumnya sebanyak 21.753 kasus. Jika dilihat dari tempat kejadian, kekerasan terhadap perempuan banyak terjadi di lingkup rumah tangga sebesar 58,1℅. Sementara 24,9℅ terjadi di tempat lainnya, dengan rentang usia mulai dari 13 hingga 44 tahun.

Sementara itu, di dunia kerja perempuan dan penyandang disabilitas masuk dalam kategori kelompok rentan terhadap kekerasan dan pelecehan. Fakta ini terungkap dalam survei  International Labour Organization (ILO) bersama Never Okay Project,  tentang Kekerasan dan Pelecehan di Dunia Kerja 2022. Survei ini mencakup total 1.173 responden di seluruh Indonesia dan dilakukan secara daring selama satu bulan dari 12 Agustus hingga 13 September 2022.

Baca Juga: Regulasi Nasional Responsif Perempuan di Tahun 2022

Hasil survei tersebut mengungkapkan bahwa 69,35 persen responden pernah mengalami lebih dari satu jenis kekerasan dan pelecehan di tempat kerja dengan kekerasan dan pelecehan psikologis sebagai bentuk yang paling sering dialami oleh para korban (77,40%), diikuti kekerasan dan pelecehan seksual (50,48%).

Fakta lainnya adalah sebanyak 96% korban perdagangan orang adalah perempuan dan anak. Hal ini berdasarkan data yang dihimpun oleh SIMFONI PPA pada tahun 2020 sampai dengan tahun 2022.

Data-data di atas dapat menjadi refleksi kemerdekaan perempuan Indonesia. Jika kemerdekaan diartikan sebagai bebas dari penghambaan, penjajahan, dan sebagainya sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) https://kbbi.web.id/merdeka, maka perempuan Indonesia belum sepenuhnya merdeka. Perempuan Indonesia masih terbelenggu dan hidup terancam dari berbagai tindakan kejahatan dan kekerasan.

Baca Juga: Kekerasan dalam Rumah Tangga Bukan Mitos

Padahal hidup bebas dan aman adalah hak warga negara Indonesia. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan manusia, tanpa diskriminasi.

Kemerdekaan perempuan Indonesia dapat diwujudkan melalui upaya pencegahan, penanganan, dan pemulihan korban dari segala jenis tindak kekerasan. Implementasi hukum Indonesia yang berkeadilan  juga dapat menjadi kunci pembebasan perempuan. Kondisi perempuan yang terungkap dari data-data di atas adalah kenyataan yang harus dihadapi sekaligus bahan refleksi dalam HUT RI. [Uung Hasanah]

Digiqole ad