Red Sparrow

 Red Sparrow

Sudah pasti, film dengan protagonis perempuan yang berprofesi sebagai mata-mata bak cendawan di musim hujan.

Produk sinematik macam itu sudah sangat banyak dan tidak lagi segar apalagi istimewa.

Setidaknya kita bisa menyebut La Femme Nikita (1990), Salt (2010), dan Atomic Blonde (2017) untuk seorang peluluk wanita dengan kemampuan bela diri di atas rata-rata dan perlengkapan teknologi canggih di sekitarnya.

Atau Mr & Mrs. Smith (2005), Get Smart (2008), Spy (2015), dan Charlie Angels (2001 & 2003) untuk agen intelijen cerdas yang sesekali melucu lewat aneka laku dan dialognya.

Dengan begitu, karakter intel perempuan yang jago kelahi dan menembak disertai perangkat teknologi tinggi dengan balutan komedi sudah jadi hal yang lazim.

Artinya, para pengarah film yang mau menampilkan protagonis seorang agen intelijen perempuan yang berharap karakternya akan terus melekat di benak penonton harus memperhatikan unsur pembeda.

Panduan inilah yang mungkin dipegang oleh Francis Lawrence kala duduk di kursi sutradara Red Sparrow.

Ya, setelah berhasil mengangkat nama karakter Katnis Everdeen (Jennifer Lawrence) di The Hunger Games, Francis dituntut untuk menghasilkan prestasi serupa untuk tokoh Dominika Egorova yang juga diperankan oleh Jennifer.

Banjir karakter agen intelijen menjadi tantangan tersendiri bagi Francis untuk mengentaskan karakter Dominika Egorova agar muncul ke permukaan dan jadi terkenal seperti Black Widow atau Nikita.

Di sinilah kemudian Francis mengadaptasi novel karangan mantan agen CIA, Jason Matthews, yang memiliki judul serupa dan terbit pada 2013.

Dominika Egorova didapuk sebagai pemeran utama, yang tentu saja menjadi seorang agen intelijen, dengan pesona tubuh dan pikiran yang memikat.

Awalnya, Dominika hanyalah seorang balerina alumni Sekolah Balet Bolshoi yang terkenal di Rusia karena sudah berdiri sejak 1776.

Lewat keterampilannya menari, ia selalu tampil di Bolshoi Theatre dan menghibur para penontonnya termasuk seorang taipan yang diketahui menaruh hati padanya.

Tapi “kecelakaan” saat pentas menghancurkan segalanya. Sebelah kaki Dominika mengalami patah tulang dan sekaligus menutup karier baletnya untuk selamanya.

Tentu saja kondisi ini berakibat pada ketidakmampuannya menghasilkan uang yang sebenarnya sangat ia perlukan untuk pengobatan ibunya yang sedang sakit dan kebutuhan harian lain.

Di tengah kerisauannya itu, muncul fakta bahwa kejadian saat pentas balet terakhirnya bukan sebuah kecelakaan.

Fakta yang disampaikan langsung oleh pamannya, Ivan Egorov (Matthias Schoenaerts), lewat rekaman sadapan telepon bermuatan skandal.

Selaku petinggi salah satu dinas intelijen Rusia, Ivan tentu mampu memperoleh informasi itu dengan mudah.

Sontak, Dominika kesal dan meluapkan kemarahannya dengan laku kriminal. Kali ini, ia jatuh dan tertimpa tangga. Ia akan masuk hotel prodeo dan ibunya yang sangat ia sayangi akan terus-menerus sakit dan mungkin saja mati.

Tapi “keajaiban” datang dari Ivan yang menawarkan Dominika “pekerjaan”. Tentu saja, an offer she can’t refuse, mengutip penggalan dialog The Godfather.

Dominika diminta menjebak taipan yang dikabarkan menyukainya itu karena ia adalah musuh Rusia. Tugas yang akhirnya dituntaskannya secara hampir baik.

Namun rupanya Ivan tidak benar-benar melepas Dominika. Setelah dipaksa memilih mati atau melanjutkan “studi”, Dominika memilih yang terakhir.

Jadilah ia kini siswi di State School 4 tempat para sparrow belajar. Di sini para siswanya dilatih untuk memanfaatkan pesona tubuh dan pikirannya untuk menggali informasi orang.

Dominika, tentu saja, punya keahlian itu. Selain memiliki daya tarik di sekujur tubuhnya, ia juga memiliki keterampilan membaca kebutuhan orang.

Ia mampu mengenali letupan perasaan dan psikologi orang dari gesture dan mimik wajah. Seperti yang ia tampilkan di hadapan kelas.

Dominika benar-benar memahami ungkapan pelatih kepalanya (Charlotte Rampling) yang menyebut every human being is a puzzle of need.

Sekali Dominika berhasil menyusun puzzle itu, maka informasi apapun dapat ia peroleh.

Ini dibuktikan lewat keberhasilannya menggali informasi tentang nama mata-mata pengkhianat Rusia dari seorang agen CIA, Nathaniel “Nate” Nash (Joel Edgerton).

Dominika tahu apa yang menjadi kebutuhan Nate.

Tapi Dominika juga tahu apa mau pamannya, Ivan, terhadap dirinya.

Pengetahuan yang kemudian memunculkan intrik, muslihat, siasat yang hanya diketahui oleh Dominika sendiri.

Jangan berharap ada banyak tayangan aksi tembak-menembak dan adu jotos di Red Sparrow. Jangan juga berharap akan ada perlengkapan teknologi super canggih dari aksi para agen intelijen.

Red Sparrow ingin menampilkan taktik konservatif tentang upaya menggali informasi lewat aksi mata-mata.

Aneka jebakan lewat pesona tubuh dan pikiran benar-benar menjadi bumbu utama aksi para peluluk di Red Sparrow.

Oleh karenanya, menjadi sebuah keniscayaan, Red Sparrow sangat banyak menampilkan adegan pamer tubuh Dominika.

Tujuannya semata agar film ini konsisten mengunggulkan daya pikat tubuh dan pikiran tanpa banyak balutan aksi tembak, kelahi dan teknologi tinggi.

Di sepanjang cerita, Red Sparrow benar-benar membuat kita terus menerka tentang apa yang akan dilakukan Dominika selanjutnya.

Dan kita akan terus salah menebaknya. Bahkan hingga akhir cerita.

Kita akan dimanjakan dengan aneka muslihat yang dimainkan oleh Dominika.

Muslihat yang terus mengecoh kita baik saat ia menjalin hubungan dengan Nate, memilih antara berada di pihak Rusia atau AS, hingga kelanjutan kisahnya dengan Ivan sang paman yang dibenci oleh ibunda Dominika.

Dan bersiap-siaplah bertempik sorak di akhir cerita seraya berharap Red Sparrow akan menjadi trilogi mengingat buku yang menjadi sumber cerita film merupakan bagian pertama dari dua buku lain.

Bila benar menjadi trilogi, maka film kedua akan menyandarkan kisah pada novel Palace of Treason (2015) dan film ketiga merupakan adaptasi dari novel The Kremlin’s Candidate (2018). Ketiganya adalah karya Jason Matthews.

Francis Lawrence harus menggarap tirlogi ini bila karakter Dominika Egorova mau melekat kuat di benak para penonton seperti yang telah ia lakukan kepada tokoh Katnis Everdeen.

Sekaligus menguatkan karakter protagonis agen intelijen perempuan yang tidak hanya mengandalkan teknologi dan kemampuan bela diri, melainkan memanfaatkan pesona tubuh dan keterampilan membaca pikiran orang.

—–

Red Sparrow (2018)

Sutradara: Francis Lawrence; Penulis Skenario: Justin Haythe; Produser: Peter Chernin, Steven Zaillian, Jenno Topping, David Ready; Genre: Misteri, Thriller, Aksi; Kode Rating: +21; Durasi: 140 Menit; Perusahaan Produksi: Chernin Entertainment; Bujet Film: US$ 69 Juta

Pemeran: Dominika Egorova (Jennifer Lawrence), Nathaniel “Nate” Nash (Joel Edgerton), Ivan Egorov (Matthias Schoenaerts), Senator Stephanie Boucher (Mary-Louise Parker), Jenderal Vladimir Andreievich Korchnoi (Jeremy Irons), Nina Egorova (Joely Richardson), Pelatih Kepala Sparrow School (Charlotte Rampling)

Diadaptasi dari novel berjudul serupa (Red Sparrow) karya mantan agen CIA Jason Matthews (2013). Novel ini merupakan trilogi pertama yang kemudian berlanjut pada novel kedua Palace of Treason (2015) dan ketiga The Kremlin’s Candidate (2018)

sumber data film: IMDB
sumber gambar: Celeb Mafia

Digiqole ad