Cyberbullying Intai Anak dan Remaja

 Cyberbullying Intai Anak dan Remaja

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

Harus diakui, praktik perundungan online (cyberbullying) sangat dekat dengan kehidupan anak dan remaja saat ini. Seolah tak bisa dihindari seturut dengan menguatnya penggunaan teknologi.

Dalam studi ChildFund International “Memahami Perundungan Online dan Eksploitasi Seksual dan Kekerasan Online terhadap Anak dan Orang Muda di Indonesia” yang dirilis pertengahan Desember lalu, mengungkap dalam tiga bulan terakhir, hampir 50 anak dan remaja pernah menjadi pelaku perundungn online. Hampir 60% anak dan remaja bahkan mengaku pernah menjadi korban perundungan online.

Studi ini juga menemukan bahwa lamanya waktu berselancar di internet tidak berpengaruh terhadap perilaku perundungan online.

Penelitian ini melibatkan 1.610 anak dan remaja usia 14-24 tahun. Terdiri dari 968 perempuan dan 642 laki-laki dari wilayah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Lampung, dan Nusa Tenggara Timur. Berikut temuan lainnya:

  1. Anak dan Remaja Menjadi Pelaku dan Korban Perundungan Online

Studi ini menemukan, dalam tiga bulan terakhir, 5 dari 10 anak dan remaja telah menjadi pelaku perundungan online (49,1%).  Sementara 6 dari 10 anak dan remaja Indonesia pernah menjadi korban perundungan online (58,6%).

Baca Juga: Bijaklah dalam Menggunakan Media Sosial

2. NTT Punya Prevalensi Tertinggi

Prevalensi korban perundungan online masih jauh lebih tinggi ketimbang pelaku. Hal ini seturut dengan temuan lain yang menunjukkan kalau anak laki-laki dan perempuan sama-sama berisiko menjadi korban cyberbullying. Hanya saja anak laki-laki berpeluang lebih tinggi menjadi pelaku, sebaliknya anak perempuan berpeluang tinggi menjadi korban.

Dalam kaitannya dengan Nusa Tenggara Timur, wilayah ini memiliki tingkat prevalensi perundungan online tertinggi (58,6%).

3. Perundungan Online di Kalangan Penggemar K-POP

Studi ini menemukan penggemar K-POP memiliki kecenderungan lebih tinggi melakukan risiko perundungan online (55,3%). Penggemar K-POP juga memiliki kecenderungan lebih tinggi menjadi korban perundungan online (66,6) dibandingkan dengan fans nonK-POP.

Studi ini juga menemukan bahwa penggemar K-POP berkontribusi  terhadap perundungan online tanpa memandang jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan usia.

4. Jenis Perundungan Online

Studi ini menemukan enam klaster jenis perundungan online. Antara lain pelanggaran privasi, pengecualian/eksklusi, fitnah/pencemaran nama baik.

Jenis perundungan lainnya adalah pelecehan. Dalam hal ini responden mengaku pernah menghina (31,7%), pernah dihina atau dilecehkan di internet (35,8%), jugamenerima hinaan seksual saat berinteraksi secara online (21,9%).

Baca Juga: Audrey, Simbol Perlawanan Atas Aksi “Bully” Remaja

Ada pula jenis kekerasan seksual, ancaman, dan pemerasan online. Di sini responden yang pernah menjadi pelaku perundungan online mengaku menggunakan ancaman untuk membuat orang lain mengirimkan foto atau rekaman pribadi (2,3%). Dari sisi korban, responden diancam mengirimkan fotonya (9,1%), dan diancam lebih dari dua kali dalam tiga bulan terakhir (3,5%).

5. Respons Korban Perundungan Online

Ada dua kategori respons dari korban cyberbullying. Korban menikmati perundungan online dengan berbagai cara (53,4%) dan korban memblokir akses pelaku ke akun mereka (44,2%).

Studi ini juga menggarisbawahi,  keluarga dan teman menjadi orang yang paling diandalkan oleh korban. Penelitian ini menemukan bahwa korban meminta nasihat dari mereka yang memiliki pengalaman serupa. [Nur Azizah]

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Digiqole ad