Perselingkuhan dan KDRT

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)
Hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) tahun 2016 menemukan perselingkuhan menjadi salah satu penyebab kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Perempuan yang suaminya berselingkuh beresiko 2,48 kali lebih besar mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual dibanding perempuan yang suaminya tidak berselingkuh.
Berikut ini seluk beluk perselingkuhan mulai dari definisi, jenis, hingga dampaknya. Satu hal lagi, keterkaitan perselingkuhan dengan kekerasan dalam rumah tangga.
- Definisi Perselingkuhan
Whisman et al., (2007) menyatakan banyak profesional kesehatan jiwa menganggap perselingkuhan sebagai salah satu peristiwa paling berbahaya yang dapat terjadi dalam suatu hubungan yang dipandang sebagai salah satu masalah paling sulit untuk ditangani dalam pasangan terapi. Perselingkuhan juga diartikan sebagai tindakan melanggar kepercayaan sekaligus menyimpan rahasia kemitraan yang intim (Schneider et al., 2012)
Dalam sebuah penelitian terhadap laki-laki dan perempuan menunjukkan keduanya mengalami perasaan cemburu yang lebih kuat setelah mengetahui pasangannya berselingkuh (Schützwohl et al., 2004).
- Jenis Perselingkuhan
Sejumlah ahli mengelompokkan perselingkuhan ini ke dalam 3 jenis. Pertama, perselingkuhan emosional. Leeker & Carlozzi., (2014) mendefinisikannya sebagai terjadinya keterlibatan emosional dengan pihak ketiga yang melanggar aturan dasar yang ditetapkan pasangan. Misalnya, saling percaya, saling berbagi pikiran, jatuh cinta dengan orang lain, membelanjakan lebih banyak uang untuk orang lain.
Baca Juga: Rumah Tempat Kembali
Kedua, perselingkuhan seksual. Adalah terjadinya keterlibatan seksual dengan pihak ketiga yang melanggar aturan dasar dalam berpasangan (Leeker & Calozzie., 2014).
Ketiga, adalah perselingkuhan cybersex, yaitu aktivitas seksual pengguna cybersex yang mengakibatkan banyak tekanan emosional terhadap pasangannya, sekalipun pengguna menganggap perilakunya tak bermasalah (Schneider et al, 2012). Ini mengacu pada penelitian yang menunjukkan bahwa 71% responden menyetujui perselingkuhan cybersex mengancam kepercayaan pasangan. 48% lainnya percaya bahwa kepercayaan tidak dapat dipulihkan setelah tindakan perselingkuhan virtual.
- Dampak Perselingkuhan
Mengacu pada definisi tersebut, dikutip dari antaranews.com (7/1/2022) psikolog Universitas Indonesia A. Kasandra Putranto menyatakan perselingkuhan berpotensi menyebabkan trauma bagi korban. Menurutnya, perempuan yang suaminya berselingkuh memenuhi kriteria gangguan stress pascatrauma (PTSD).
Masih menurut Kasandra Putranto, perselingkuhan memunculkan respons emosional seperti overthinking, gangguan makan dan tidur, suasana hati yang tidak menentu, masalah kesehatan, bahkan depresi. Ragam permasalahan ini mengakibatkan perempuan korban perselingkuhan kemudian menyalahkan diri sendiri dan merasa harga dirinya rendah.
Baca Juga: Serangan KBGO Sasar Perempuan Pembela HAM
Parahnya, perselingkuhan juga berdampak negatif pada anak. Perasaan tertekan dari ibu membuat anak menjadi lebih pendiam, jarang bergaul, hingga berpengaruh pada prestasi sekolahnya. Dampak sebaliknya, anak berisiko menjadi pemberontak. Ini akan terjadi manakala jiwa labil anak bertemu dengan pergaulan yang keliru sehingga memunculkan sikap benci kepada orang tuanya.
- Perselingkuhan Termasuk Bentuk KDRT
Mari kenali dulu definisi kekerasan dalam rumah tangga. Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, “Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”
Selingkuh memang tidak secara terang tertulis dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT). Tapi kerugian akibat perselingkuhan jelas membahayakan mental dan emosi korbannya, yaitu perempuan dan anak. Untuk itulah bab III UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang PKDRT menegaskan larangan kekerasan dalam rumah tangga, “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara : a. kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c. kekerasan seksual; atau d. penelantaran rumah tangga,” seperti tertulis dalam Pasal 5. [Nur Azizah]
Sumber:
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1742/perempuan-rentan-jadi-korban-kdrt-kenali-faktor-penyebabnya diakses pada 24 Februari 2023
Kyra Sly. Mei 2021. “The Mental Health Impact of Infidelity in Marriages: A Literature Review” https://scholarworks.calstate.edu/downloads/9g54xp781 diakses pada 2 Maret 2023
https://babel.antaranews.com/berita/248005/psikolog-ingatkan-perselingkuhan-bisa-sebabkan-trauma diakses pada 24 Februari 2023
