Menolak Kencan, Diputus Kontrak

(Ilustrasi: Pixabay/ds_30)
Kencan, bagi buruh garmen perempuan ternyata lebih kompleks dibandingkan yang dibayangkan oleh sebagian besar orang. Ajakan kencan, terutama dari atasan, seringkali berorientasi seksual. Parahnya, ketika ajakan tersebut ditolak oleh buruh, maka konsekuensi negatif langsung menghampiri. Ancaman keberlangsungan kontrak sering menjadi jurus jitu untuk memperdayai para buruh perempuan.
Seperti banyak buruh muda lain, Jm mencari nafkah semenjak berusia 17 tahun di KBN Cakung. Ia berpangkat operator jahit. Tujuh tahun bekerja, Jm telah lima kali berpindah perusahaan, karena habis kontrak atau perusahaan tutup. Sebagai seorang perempuan muda, Jm menarik banyak perhatian kaum laki-laki, tak terkecuali atasannya.
Jm berkisah atasan (personalia) yang mendekatinya penuh semangat, berawal dari ajakan makan, pergi kencan, lalu ajakan bermalam yang kemudian ditolak oleh Jm. Ajakan kencan itu dibalut tawaran menggiurkan, seperti kontrak lanjutan dan jabatan lebih dari sekarang. Dalam keseharian di tempat kerja, si manager tidak jarang juga memanfaatkan posisi kerja untuk dapat “menyentuh dan menggoda” Jm.
Sial bagi Jm, tawaran alias iming-iming berubah menjadi ancaman tatkala dirinya menolak kencan “lebih lanjut” dari sang personalia. Penolakan JM berujung marahnya si personalia, sebuah kesalahan kecil cukup membuat Jm dipojokkkan dan dipaksa mengundurkan diri alias diputus kontrak.
Merasa tak mampu melawan, Jm yang tak tergabung ke serikat manapun, terpaksa menerima dan berlalu. Sekarang Jm kembali bekerja sebagai operator jahit, masih di KBN Cakung, namun di perusahaan yang berbeda.[]
Jm, 24 tahun, KBN Cakung.
Dikutip dengan penyuntingan terbatas dari buku “Pelecehan Seksual dan Pengabaian Hak Maternitas pada Buruh Garmen: Kajian Kekerasan Berbasis Gender di KBN Cakung”, Perempuan Mahardhika, 2017.
