Menghadirkan Bantuan Hukum untuk Korban

Hentakan kaki berirama menggema siang hari itu, Selasa (10/12). Mengawali peluncuran laporan pertanggungjawaban tahunan LBH APIK Jakarta, puluhan orang yang hadir turut menari flashmob anti kekerasan terhadap perempuan.
“..Ini bukan salahku, bukan pakaianku, tapi otakmu, mulutmu, dan patriarki” petikan syair ini pun menggema di tengah hentakan kaki yang terus berirama.
Pesan itu semakin menguatkan informasi penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan yang disajikan oleh LBH APIK Jakarta dalam laporan bertajuk “Negara Harus Serius Melaksanakan Komitmen Perlindungan Perempuan Korban Kekerasan Berbasis Gender”. Dalam laporan sebanyak 52 halaman itu, LBH APIK Jakarta menuturkan sekelumit kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani oleh lembaga pemberi bantuan hukum ini sepanjang 2019.
Misalnya, penanganan korban KDRT yang memilih bercerai karena suami juga melakukan kekerasan seksual berupa pelecehan seksual kepada anak mereka. Atau bagaimana perjalanan seorang korban kekerasan seksual dalam pacaran, yang sampai mengalami depresi dan keguguran, menggugat pelaku melalui jalur perdata dan dikabulkan oleh majelis hakim.
Namun, terdapat juga kasus yang tak kunjung selesai, misalnya KDRT berupa kekerasan psikis yang harus menunggu alat bukti berupa visum et psikiatrikum yang memakan waktu berbulan-bulan, atau kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh seorang dokter yang tak kunjung berlanjut hingga satu tahun karena menurut polisi surat panggilan tidak sampai kepada pelaku dan selalu kembali.
***
Sampai dengan Oktober 2019, lembaga ini menerima 794 pengaduan kasus kekerasan. Itu artinya sebanyak 794 orang yang mengalami kekerasan mencari keadilan dan meminta bantuan ke lembaga ini. Lima terbanyak adalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT – 249 kasus), disusul perdata keluarga termasuk perceraian yang dilatarbelakangi KDRT (125 kasus), kekerasan seksual terhadap perempuan dewasa (103 kasus), kekerasan dalam pacaran (68 kasus), dan kekerasan seksual terhadap anak (46 kasus).
Dari seluruh kasus yang ditangani, tidak semuanya diselesaikan melalui jalur pidana. Kesulitan pembuktian menjadi permasalahan utama. “Sebanyak 146 kasus diproses litigasi dan 578 kasus nonlitigasi,” ungkap Koordinator Divisi Pelayanan Hukum LBH APIK Jakarta, Uli Pangaribuan.
Proses nonlitigasi umumnya berupa konsultasi tanpa berlanjut ke proses hukum, mediasi, merujuk ke lembaga penyedia layanan lainnya, dan menyampaikan permintaan surat dukungan baik ke lembaga negara maupun jaringan. Tercatat, 249 kasus yang hanya selesai sampai proses konsultasi, yang tidak berlanjut antara lain karena kesulitan alat bukti, orang tua tidak mengijinkan kasus dilaporkan ke kepolisian, atau karena orang tua mengambil keputusan sendiri terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual.
Berdasarkan catatan pengaduan dan penanganan kasus yang dilakukan sepanjang 2019, LBH APIK Jakarta berkesimpulan bahwa komitmen negara dalam perlindungan kepada korban kekerasan masih lemah. Oleh karena itu, lembaga ini menyerukan agar Pemerintah Pusat dan DPR RI mengedepankan suara dan kepentingan perempuan korban dalam pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, serta mengupayakan kebijakan ini implementatif dan tidak mengkriminalkan perempuan.
Sebagaimana disampaikan Dian Novita, Divisi Perubahan Hukum LBH APIK Jakarta, lembaga ini mengupayakan perubahan hukum di tingkat nasional dan daerah untuk menghadirkan perlindungan bagi perempuan korban kekerasan. Di tingkat nasional melalui advokasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, sementara di tingkat daerah melalui Rancangan Perda Bantuan Hukum di DKI Jakarta.
Untuk menghadirkan Ranperda Bantuan Hukum di DKI Jakarta, lembaga ini telah melakukan berbagai upaya. “Kami telah menyampaikan usulan ini sebelum pergantian DPRD (DKI Jakarta), dan kami juga lakukan kembali setelah adanya pergantian DPRD yang baru,” ungkapnya.
Oleh karena itu, dalam laporan ini LBH APIK Jakarta juga memberikan rekomendasi kepada Pemerintah DKI Jakarta agar segera membahas Perda Bantuan Hukum untuk memastikan akses keadilan bagi warga di DKI Jakarta. Lembaga ini juga menyerukan kepada organisasi sosial kemasyarakatan untuk turut mengambil bagian dalam melakukan pemenuhan hak perempuan dan anak korban kekerasan, serta berrpartisipasi aktif dalam melakukan pencegahan dan pemulihan bagi perempuan dan anak korban kekerasan.[]
Keterangan foto: Suasana peluncuran Laporan Pertanggungjawaban LBH APIK Jakarta 2019, pada Selasa 10 Desember 2019.
