Menghadapi Wabah Virus Corona

 Menghadapi Wabah Virus Corona

Oleh: Wida S.Semito

 

Dengan peningkatan korban terinfeksi virus corona di Indonesia yang sangat signifikan hanya dalam 11 hari sejak diumumkan pertama kali oleh pemerintah pada 2 Maret 2020 lalu, meningkatkan kewaspadaan untuk menjaga kesehatan sangatlah diperlukan.

Di kota tempat saya tinggal, acara-acara di ruang publik seperti Hari Bebas Berkendaraan (Car Free Day), mulai ditangguhkan hingga akhir bulan ini. Beberapa gedung pertunjukan, museum, sekolah, dan tempat wisata juga ditutup untuk disterilkan.

Warga juga dihimbau oleh pemerintah setempat untuk meminimalkan atau menangguhkan acara yang melibatkan banyak orang untuk mengurangi penyebaran virus secara luas. Pemerintah setempat juga menghimbau warga untuk melakukan Social Distance Measure (Menjaga Jarak Interaksi Sosial). Untuk meningkatkan kewaspadaan, pemerintah setempat juga merilis titik-titik wilayah penyebaran virus corona.

Saya pribadi sudah melakukan isolasi diri dan mengurangi frekuensi ke luar rumah bahkan sejak akhir Februari lalu. Saat itu, pemerintah pusat masih menyangkal bahwa di Indonesia tidak akan tertular virus corona.

Alasan saya sederhana saja. Warga di tempat saya tinggal ini punya frekuensi pergi ke Singapura dan Malaysia (dua negara yang warganya banyak terinfeksi), sangat tinggi. Selain itu, juga banyak warga ekspatriat dari Eropa, Amerika,Australia, dll bermukim di kota ini.

Jadi secara logis, virus corona pasti akan segera menyebar luas di kota ini, baik langsung maupun tidak langsung. Ternyata, prediksi saya sekarang terbukti benar. Mustahil sekali Indonesia tidak akan terinfeksi seperti pernyataan awal seorang pejabat negara, beberapa minggu yang lalu.

 

Positive Thinking vs Ignorance

Di tengah gesitnya pemerintah baik lokal maupun nasional melakukan pencegahan penularan wabah, saya cukup kecewa dengan komentar warga baik di media sosial maupun grup whatsapp yang terkesan menganggap enteng virus ini dengan mengatakan, misalnya:
* “Ah, saya lebih baik berpikir positif saja, kalau terlalu memikirkan corona terus ntar malah beneran kejadian (terinfeksi)”
* “kita gak usah kuatir, karena kita yang muslim rajin wudhu dan rajin minum empon-empon, ini bisa menangkal (virus) corona”.
* “Indonesia punya pengalaman menangani virus karena setiap tahunnya memberangkatkan ribuan orang untuk pergi ibadah ke tanah suci mereka masing-masing, jadi tidak akan mungkin Indonesia bisa terjangkit virus corona”.

Padahal, berdasarkan hasil otopsi kepada pasien corona, diketahui bahwa virus tersebut merusak paru-paru dan imunitas (sistem ketahanan tubuh) pasien. Artinya apa? Virus ini tidak boleh dianggap remeh (juga virus-virus lain, tentunya).

Menurut saya, memang baik berpikir positif. Tapi bersikap ignorance, mengabaikan, menganggap enteng, ini juga bahaya!

Kita memang tidak boleh panik menghadapi wabah ini, tapi terlalu santai, terlalu berpikir positif, itu malah bisa menurunkan kewaspadaan kita.

Semua hal di dunia ini ada hukumnya atau Law of Universe.

Benar, mati itu memang takdir Ilahi, tetapi takdir itu terjadi jika kita melanggar hukum atau aturan.

Contoh sederhanya seperti ini: Nenek saya itu menderita Diabetes Melitus stadium lanjut dan ibu jari kakinya diamputasi karena penyakit ini. Hukum bagi penderita diabetes adalah diet gula, tidak boleh makan karbo karena banyak mengandung gula.

Tapi nenek saya ini keras kepala, tidak suka makanan diatur-atur. Alhasil, dia langgar aturan dokter, setiap pagi minum segelas besar teh hangat dan harus manis sekali. Ia juga gemar sekali makan nasi putih hangat dan ikan bandeng utuh yang besar. Padahal nasi putih panas itu kadar gulanya tinggi sekali dibanding nasi putih yang sudah dingin.

Akhirnya apa yang terjadi? Hanya selang delapan bulan sejak ibu jarinya diamputasi, dia meninggal karena melanggar hukum untuk diet gula.

Pengetahuan dan kewaspadaan adalah hukum universal yang harus kita taati dalam situasi wabah seperti ini.

Wabah virus corona juga begitu. Kita memang harus tetap tenang, tidak boleh panik, tetapi juga harus waspada.

Di masa penyebaran wabah penyakit seperti ini, kita sebaiknya tetap berpikir jernih dan rendah hati. Sikap masa bodoh, hanya akan membunuh diri kita dan orang lain di sekitar kita.

Jadi, mari kita saling menjaga diri dan menjaga orang lain. Tidak perlu marah atau tersinggung jika ada orang lain mengingatkan kita untuk waspada di masa wabah corona ini.

Kita taati tata cara pencegahan virus ini, antara lain:

1. Membatasi berinteraksi sosial (sosial distancing).
2. Tidak berjabat tangan atau berpelukan
3. Menjaga pola hidup sehat.
4. Rajin berolah raga, terkena sinar matahari dan mengomsumsi makanan yang sehat: sayur dan buah.
5. Istirahat yang cukup.
6. Rajin mencuci tangan dengan sabun cair dan air yang mengalir.
7. Memakai masker jika sedang sakit.
8. Menerapkan etika ketika bersin, batuk dan meludah.
9. Jika punya gejala terinfeksi virus corona seperti demam, flu, sakit tenggorokan & kelelahan terutama jika baru kembali dari negara yang terinfeksi dalam 14 hari terakhir, segera laporkan diri ke pusat layanan kesehatan untuk dilakukan test.
10. Jika melakukan kontak dengan WNA atau orang yang baru datang dari negara terinfeksi, segera waspadai dan lakukan test segera.

 

Social Distancing

Perlu digaris bawahi, mengenai social distancing  atau pembatasan berinteraksi sosial di luar rumah biasanya akan membuat kita lebih banyak melakukan aktifitas di area rumah. Jangan pula aturan ini kemudian malah membuat kaum ibu, istri, atau anak perempuan kita malah jadi makin bertambah tugasnya. Misalnya, karena si ayah atau suami meminta istri dan anak perempuannya jadi wajib menghidangkan makanan di rumah untuk sekeluarga. Padahal sebelum ada wabah, karena istri juga sibuk bekerja di luar rumah, tidak ada masalah dengan penyajian makanan, bahkan bisa dipesan via aplikasi online saja. Jangan pula ketika sekeluarga memilih tetap di rumah, tugas-tugas membersihkan rumah hanya dibebankan kepada perempuan saja.

Atau misalnya, karena ada aturan social distancing, perusahaan membuat aturan bahwa yang wajib bekerja dari rumah (work from home) adalah para pegawai perempuan saja dan pegawai laki-laki tetap bekerja masuk kantor seperti biasa. Tentu ini juga aturan yang tidak adil bagi perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan punya hak yang sama, baik ketika situasi negara dalam kondisi normal, maupun ketika darurat wabah penyakit seperti saat ini.

Selain itu, penting juga untuk tetap berlaku adil kepada semua gender agar tidak menghasilkan tindakan yang diskriminatif saat membuat peraturan untuk mencegah meluasnya virus corona.

Tabik.[]

Penulis adalah warga Jakarta

 

Digiqole ad