Memoar Seorang Dokter Perempuan
Penulis: Nawal El Saadawi
Penerjemah: Kustiniyati Mochtar
Design Sampul: Harmanto Edy Djatmiko
Tebal: xvi + 110 Halaman : 11×17 cm
Penerbit: Yayasan Obor Indonesia; Tahun Terbit: September 2005 (Edisi kedua);
ISBN: 979-461-067-4
Menjadi seorang berpendidikan tinggi, bahkan berprofesi sebagai dokter, sebuah profesi tinggi secara status sosial, tetap tidak serta merta menjadikan seseorang mudah hidupnya, karena dia seorang….perempuan.
Novel Memoar Seorang Dokter Perempuan ditulis oleh Nawal El Saadawi, seorang dokter perempuan, penulis, novelis dan feminis dari Mesir. Yang menariknya memoar ini ditulis, justru jauh sebelum Nawal membaca satupun karya sastra feminis dan menjadi feminis seperti yang sekarang dunia kenal.
Meskipun memoar ini disebut-sebut orang sebagai biografi mengenai dirinya sendiri; seorang dokter dan perempuan Mesir, tetapi Nawal mengatakan bahwa itu hanya kisah fiksi sekalipun watak si tokoh di buku ini sama dengan keadaan wanita Mesir seperti diri Nawal.
Adalah Gadis, putri remaja yang beranjak dewasa dan selalu berkonflik dengan dirinya. Dia tidak suka pada dirinya yang perempuan, dia tidak menyukai tubuhnya; tubuh perempuan, sesuatu yang memalukan, harus ditutup-tutupi. Setidaknya itulah yang dia rekam dari sorot tajam mata ibunya jika dia melihat gaunnya tersingkap tanpa sengaja memperlihatkan kulit pahanya.
Gadis membenci perlakuan tak adil orang tuanya dibandingkan dengan sodara lelakinya, karena ia adalah anak perempuan. Dia tidak boleh bebas melompat dan berlari, tidak boleh bebas duduk sembarang yang membuat gaunnya tersingkap menampakkan pahanya, tidak boleh pergi, tapi sodara lelakinya boleh melakukan semua hal tersebut.
Kebencian Gadis semakin terakumulasi apalagi ketika ibunya setiap hari berkata soal perkawinan. Gadis benci mendengar kata: perkawinan dan suami. Karena perkawinan sama artinya dengan dapur, bau bawang dan mulut yang lebar (lelaki) yang kerjanya hanya makan, makan dan makan.
Gadis ingin menunjukkan pada ibunya bahwa dirinya lebih pandai dari laki-laki manapun dan dapat melakukan semua hal seperti yang dilakukan ayahnya dan dia memilih masuk ke Fakultas Kedokteran karena bidang kedokteran adalah sesuatu yang mengerikan, mengundang rasa hormat dan juga pemujaan, baik dari perempuan maupun lelaki.[]
Wida Semito
A music & food enthusiast who love to read books