Membaca Ulang Kebutuhan Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan
Setiap tanggal 3 Desember dunia memperingati Hari Disabilitas. Perayaan ini ditetapkan oleh Majelis Umum PBB melalui Resolusi Nomor 47/3 tahun 1992.
Di Indonesia, salah satu yang masih menjadi persoalan mengenai akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan. Dikutip dari Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan, berikut perintah menyediakan akomodasi tersebut.
- Pengertian Akomodasi Layak Disabilitas
Pasal 1 ayat (2) PP Nomor 39 Tahun 2020 mendefinisikan, “Akomodasi layak disabilitas adalah modifikasi danpenyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk Penyandang Disabilitas berdasarkan kesetaraan.”
- Lembaga Penegak Hukum Wajib Menyediakan Akomodasi yang Layak
Pasal 2 ayat (2) PP No 39/2020 mengatur bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Mahkamah Agung dan badan peradilan di bawahnya, termasuk Mahkamah Konstitusi.
- Bentuk Pelayanan Akomodasi yang Layak
Akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan mencakup dua hal; pelayanan dan sarana prasarana.
Dalam hal pelayanan, Pasal 6 PP 39/2020 mengatur paling sedikit terdiri atas perlakuan nondiskriminatif, pemenuhan rasa aman dan nyaman, komunikasi efektif, pemenuhan informasi terkait penyandang disabilitas dan perkembangan proses peradilan. Akomodasi layak berupa pelayanan juga dalam bentuk penyediaan fasilitas komunikasi audio visual jarak jauh, penyediaan standar pemeriksaan penyandang disabilitas dan standar pemberian jasa hukum, serta menyediakan pendamping disabilitas atau penerjemah.
Baca Juga: Transportasi Umum yang Ramah bagi Penyandang Disabilitas
Pasal 8 PP 39/2020 juga memerintahkan lembaga penegak hukum, “Untuk memenuhi rasa aman dan nyaman, Penyandang Disabilitas yang menjadi korban dan mengalami trauma dapat meminta untuk tidak dipertemukan dengan pelaku selama proses peradilan.”
- Bentuk Sarana Prasarana Akomodasi yang Layak
Dari sisi sarana prasarana tentu menyesuaikan dengan kekhasan setiap penyandang disabilitas dan hambatannya. Dalam Pasal 20 dijelaskan, di antaranya sarana prasarana bagi disabilitas netra dapat berupa komputer dengan aplikasi pembaca layar, dokumen tercetak dengan huruf braile, dan media komunikasi audio. Bagi penyandang disabilitas tuli/pendengaran lembaga penegak hukum bisa menyediakan paling sedikit alat peraga, papan informasi visual, dan media komunikasi dengan tulisan dan visual.
Bagi penyandang disabilitas yang memiliki hambatan dalam mengingat dan konsentrasi, penegak hukum setidaknya menyediakan gambar, maket, boneka, kalender, dan/atau alat peraga lain sesuai dengan kebutuhan.
- Akomodasi Layak Lain yang Wajib Disediakan
Pasal 15 ayat (2) PP 39/2020 juga memerintahkan lembaga penegak hukum untuk menyediakan dokter atau tenaga kesehatan lain, psikolog atau psikiater mengenai kondisi kejiwaan, dan pekerja sosial mengenai kondisi psikososial.
Baca Juga: UU Disabilitas: Apa Saja Hak-Hak Penyandang Disabilitas?
- Partisipasi Masyarakat
Masyarakat dapat turut berperan serta dalam memberikan akomodasi yang layak untuk penyandang disabilitas dalam proses peradilan. Di antaranya dikatakan dalam Pasal 22 ayat (2), “a. pendampingan Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan; b. pemantauan terhadap proses peradilan penanganan perkara Penyandang Disabilitas; c. penelitian dan pendidikan mengenai Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan; dan/ atau d. pelaksanaan sosialisasi mengenai hak Penyandang Disabilitas serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan.”
***
Akomodasi yang layak bagi penyandang disabilitas dalam proses peradilan adalah hak pengakuan dan persamaan di dalam hukum. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 12 Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas, negara wajib menyediakan akses, menghormati hak dan pilihan, serta proporsional sesuai dengan kekhasan penyandang disabilitas. [Nur Azizah]