Melapor demi Melindungi Anak

 Melapor demi Melindungi Anak

(Ilustrasi/Foto: Pixabay/RitaE)

Pada 6 Januari 2020, pemilik akun twitter @Mey_MeynieJT, memposting sebuah video. Sekilas, nampak seorang anak memakai kaos kuning. Namun, jika video itu diklik, di dalamnya terekam peristiwa memilukan. Kedua tangan anak itu diikat oleh dan wajahnya ditutupi kertas wallpaper. Anak itu menangis. Pelakunya adalah pekerja rumah tangga (PRT) yang sudah tiga tahun bekerja di rumah itu.

Saat laporan ini diturunkan, video itu telah ditonton lebih dari 14ribu kali dengan lebih dari 500 retweet. Dalam satu satu cuitannya, Mey menginfokan bahwa ia mengunggahnya setelah sehari sebelumnya viode itu terpampang di sebuah akun Facebook.   Sayangnya, link Facebook tersebut tidak lagi dapat dibuka. Menurut Mey, akun Facebook tersebut menghilang, mungkin disebabkan ada yang tidak menyukai dengan postingan video tersebut.

Netizen menanggapi beragam. Ada yang menyesalkan adegan kekerasan itu, ada yang menawarkan bantuan untuk melacak pelaku, namun ada juga yang mempertanyakan mengapa Mey melakukan pelaporan dan bukan orangtua korban.

“Apakah harus sodara dulu baru kita care ama orang lain? Coba baca UU Perlindungan Anak, siapa aja bisa melaporkan kalo ada tindak kekerasan kepada anak-anak,” timpal Mey dalam cuitannya.

Hal senada disampaikan oleh Ilma Sovriyanti, Anggota Satgas Perlindungan Anak. Menurut Ilma, anak tidak dapat melapor, untuk itulah ada hak asasi manusia (HAM) anak dan anak berhak untuk dilindungi dari berbagai bentuk kekerasan.

Ilma belum lama ini berkunjung ke rumah korban setelah mendapatkan info dari seorang sahabat tentang video tersebut. Ia pun melihat langsung tempat kejadian perkara. Barang bukti berupa tali tambang dan sobekan wallpaper diamankan. Ia juga mengawal proses pendampingan korban dalam kasus ini.

Orangtua korban mengetahui kejadian itu setelah diperlihatkan video yang direkam oleh PRT lain yang juga bekerja di rumah itu. Kejadian itu sendiri terjadi pada 9 Desember 2019. Namun, orangtua korban tidak berniat melaporkan peristiwa itu ke pihak yang berwajib. Masyarakat kemudian memviralkan video itu dan mendesak melalui Ketua RT setempat untuk melaporkan kejadian.

“Salut atas inisiatif warga yang berani melaporkan kekerasan pada Anak di lingkungannya,”ungkap Ilma yang juga menceritakan kunjungan tersebut dalam dinding  Facebooknya.  Berkat laporan warga, kasus ini ditangani oleh Unit PPA Polres Jakarta Barat. Pelaku pun ditangkap oleh pihak kepolisian.

 

Perlindungan untuk Semua

Atas peristiwa tersebut, Koordinator JALA PRT, Lita Anggraini, buka suara. Menurut Lita, terkait dengan kasus tersebut, justru menunjukkan alasan penting adanya UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT).

“Karena dalam UU ini akan mengatur tentang 3 hal. Pertama, perlindungan kedua belah pihak. Kedua, hak dan kewajiban kedua belah pihak termasuk kondisi normatif ketenagakerjaan. Dan ketiga, pentingnya pendidikan dan pelatihan melalui Balai Latihan Kerja,”Lita menjelaskan melalui pesan singkat kepada JalaStoria.id.

Hal-hal yang akan diatur dalam UU PPRT tersebut setidaknya memberi ruang untuk mencegah terjadinya kekerasan karena pemberi kerja dan pekerja rumah tangga sama-sama diberikan perlindungan. Selain itu, setiap pekerja rumah tangga dipastikan memiliki keterampilan yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya.

Apabila terdapat permasalahan dalam hubungan kerja antara pemberi kerja dan pekerja rumah tangga, UU PPRT apabila sudah disahkan mengatur keberadaan desk khusus dari dinas ketenagakerjaan di tingkat kelurahan yang mendata, memfasilitasi, dan memediasi kedua belah pihak.

Menurut Lita, ketiadaan payung hukum terkait Pekerja Rumah Tangga justru merugikan banyak pihak karena ketidaktersediaan mekanisme pengawasan bagi kedua belah pihak, baik pemberi kerja maupun Pekerja Rumah Tangga, untuk mencegah pelanggaran. [emu]

 

Editor: Ema Mukarramah

Digiqole ad