Kerja dari Rumah, Bagaimana dengan PRT?

Ilustrasi (JalaStoria.id)
Saat ini, Work from Home atau “bekerja dari rumah” banyak diterapkan oleh perusahaan atau instansi kepada para pegawainya. Langkah itu diambil untuk meminimalisasi interaksi fisik dari banyak orang (physical distancing) dalam rangka memutus penyebaran virus Covid-19.
Lantas, bagaimana dengan Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang lokasi kerjanya setiap hari memang di rumah? Apakah ada perlakuan khusus dari pemberi kerja?
Untuk mengetahui informasinya, yuk kita ikuti cerita sebagian PRT yang berhasil dijaring oleh JALA PRT melalui akun media sosialnya. Oh iya, bagi yang belum tahu, JALA PRT itu Jaringan Advokasi Nasional PRT, sebuah jejaring yang melakukan advokasi untuk pemenuhan hak-hak PRT dan perlindungan PRT melalui kebijakan.
Tugas Bertambah
Saat pemberi kerja atau majikan bekerja dari rumah, hal itu ternyata menambah beban pekerjaan lho bagi sebagian PRT. Seperti disampaikan Leni Suryani, “Yang tadinya tidak ngurus anak, sekarang tambah beban kerja.”
PRT lainnya, yang biasanya pulang pergi, dia diharuskan tinggal menetap untuk sementara di rumah majikan dan tidak diperbolehkan pergi kemana-mana. “Pekerjaan makin banyak, jam kerja makin panjang,” ungkap Sutina Hapsari.
Meskipun Pemerintah menyerukan bekerja dari rumah, namun sepertinya seruan itu melupakan posisi Pekerja Rumah Tangga sebagai pekerja. Masih banyak PRT yang tetap masuk kerja karena area kerjanya berada di rumah orang lain.
“Saya salah satu yang masih aktif masuk kerja,” ungkap Rinn Farini. “Karena semua di rumah, jadi (saya) semakin sibuk. Harus masak ekstra dan anak-anak (majikan) juga ikutan (masak), membuat dapur berantakan,” tambahnya. Ia juga menceritakan adanya tugas tambahan untuk mengawasi dan membantu anak-anak mengerjakan tugas sekolah.
Sementara itu, PRT lainnya, Suryati, mengaku tidak diperbolehkan libur. Apabila mengambil libur, ada konsekuensi pemotongan gaji oleh majikan. “Sekolah diliburkan, pegawai libur juga, tapi kenapa PRT gak boleh libur?” tanya Suryati.
Perlakuan Khusus
Di sisi lain, terdapat juga cerita perlakuan khusus dari pemberi kerja kepada PRT yang bekerja di rumahnya. Seperti diceritakan oleh Dewi Tjakrawinata. Ia membuat kesepakatan dengan PRT nya untuk tidak harus datang setiap hari, cukup 2-3 kali perminggu. Hal itu ia lakukan sambil memastikan PRT dan keluarganya tersebut mempunyai sembako, karena suaminya yang buruh bangunan harian tidak lagi dipekerjakan oleh pemberi kerjanya.
Perlakuan khusus itu dirasakan juga oleh Yopi Wapikoh, yang dipersilahkan oleh pemberi kerjanya untuk masuk hanya 2 kali dalam seminggu. “Untuk mengecek kondisi rumahnya,” Yopi menjelaskan. Ia juga diingatkan untuk selalu waspada menjaga kesehatan.
Kisah serupa dituturkan oleh Nensi, di mana majikannya meliburkannya di saat majikan bekerja dari rumah. Justru, Nensi lah yang menawarkan untuk masuk kerja karena mengasihani majikan yang harus mengurus anak dan kebersihan rumah sendiri. Namun, majikannya tetap memilih meliburkannya dan memberi gaji seperti biasa tanpa potongan. “Ia (juga) minta saya untuk libur dan menjaga kesehatan di rumah [dengan] keluarga,” tutur Nensi.
Hal serupa dialami juga oleh Tiny Kastini. Ia pun diliburkan. “Tapi saya minta sesekali datang, soalnya bosan juga di kosan yang sempit,” katanya. Ia beralasan, di tempat kost tidak ada aktivitas, hanya tidur-tiduran dan menyaksikan TV yang setiap hari memberitakan seputar Covid-19. Pemberitaan itu dirasakannya semakin menakutkan, membuat pikiran jadi stress dan panik. Ia justru khawatir akan berimbas pada kesehatan jika terus-menerus hanya berdiam di tempat kost.
Lain halnya dengan Ati Samiati yang tidak merasakan perubahan berarti dengan kebijakan bekerja dari rumah. “Berhubung majikan single, tidak banyak berpengaruh,” katanya. Ia pun menjalankan rutinitias seperti biasa, di mana bekerja dilakukan seperlunya, dan tidak ada larangan untuk masuk kerja atau mengambil libur. Ia malah merasakan sisi positif karena dianjurkan oleh pemberi kerja untuk lebih banyak mendampingi anak yang belajar secara online. “Jadi lebih akrab, banyak ngobrol ngalor ngidul,” ujarnya.
PRT adalah Pekerja
Beragamnya perlakuan dari pemberi kerja kepada PRT nampaknya berangkat dari ketidaksamaan pemahaman di kalangan pemberi kerja mengenai tugas PRT sebagai pekerja. Walaupun terdapat pemberi kerja yang memberikan perlakuan khusus di tengah pemberlakuan kebijakan bekerja dari rumah bagi pegawai, namun terdapat juga pemberi kerja yang malah memberi tugas tambahan kepada PRT.
Menurut Lita Anggraini, Koordinator JALA PRT, berbagai cerita dari PRT tersebut menggambarkan situasi kerja bagi PRT yang sangat dapat berubah terkait situasi dunia luar, sementara Pemerintah tidak mempertimbangkan sektor kerja PRT sebagai pekerjaan yang harus diatur regulasinya. Ia juga menyayangkan, tidak semua majikan memahami kebutuhan atau kepentingan PRT terkait perubahan situasi di luar.
Berbeda halnya dengan pemberi kerja yang mengakui PRT sebagai pekerja, nampaknya tidak ada kesulitan untuk memenuhi hak PRT, termasuk memberikan perlakuan khusus dalam situasi dunia yang membutuhkan penyikapan tersendiri.
Anyway, kalau PRT di tempatmu, gimana?[]
Sumber: FB JALA PRT
Editor: Ema Mukarramah
