Keegoisan Orang Tuaku Membuatku Hancur

 Keegoisan Orang Tuaku Membuatku Hancur

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

Aku adalah perempuan desa yang hidup dalam pingitan orang tua karena bagi mereka anak perempuan harus dipingit sesuai dengan keinginan orang tua. Hingga saat ini aku belum benar-benar bisa menjauhi hal itu meskipun aku sudah mencoba merantau. Tetapi seringkali ditanya tentang hal-hal yang membuatku rasanya ingin menyerah melanjutkan hidup.

Aku seringkali dipaksa untuk melakukan hal yang tidak sesuai dengan keinginanku, dipaksa untuk menerima lamaran para pria yang tidak pernah aku kenal. Aku kira hal itu hanya berlangsung ketika usiaku masih anak-anak, ternyata mereka tidak jera, seringkali ingin aku menerima lamaran setiap laki-laki yang datang melamarku.

Suatu ketika di siang hari aku berusaha dengan tenang menyampaikan bagaimana kegelisahanku dan apa yang aku inginkan untuk jalan hidupku ke depan. Aku jujur kepada orang tuaku tentang pilihanku, namun buah dari kejujuranku memberi malapetaka kepadaku. Ayahku melempariku dengan piring dan wadah snack secara bersamaan. Ketika itu rasanya hidupku gelap dan tidak tahu arah.

Perlakuan itu membuatku mengalami trauma yang sangat berat, hingga aku tidak mau berkomunikasi dengan siapapun. Ketika itu yang aku percayai adalah pasanganku, yang selalu memperjuangkan aku untuk menjadi perempuan yang merdeka tanpa pingitan dan bisa berjalan sesuai apa yang aku inginkan.

Baca Juga: Refleksi Peran Domestik Perempuan

Rasa kecewaku sangat tak terbendung hingga saat ini karena sampai saat ini pula orang tuaku masih egois. Sungguh sangat berat untukku menjalani hidup dalam keluarga seperti ini. Hal ini bukan hanya aku yang merasakan kepedihan itu, tetapi orang di sekitarku juga merasakannya.

Sebagai anak perempuan satu-satunya aku seringkali berusaha tegar atas segala perbuatan orang tuaku yang selalu menyudutkan atas segala pilihanku. Mereka juga memusuhi keluarga pasanganku yang sampai saat ini belum tahu siapa kambing hitam di balik semua ini.

Penolakan dari perjodohan yang sering aku alami semata-mata karena aku ingin memperjuangkan hakku sebagai perempuan, aku bisa memilih akan hidup dengan siapa pun dan kapan pun. Aku juga punya pilihan akan hidup di mana. Namun hingga saat ini hal itu belum aku temukan di keluargaku.

Sejauh perjalananku dengan pasanganku hingga kami rela berkomunikasi dengan jarak yang sangat jauh dan waktu yang sangat panjang, agar kami terbebas dari hal yang tidak diinginkan. Namun kenyataannya sekalipun kami bisa terbebas dari hal yang menyimpang sampai saat ini kami belum menemukan titik akhir.

Suatu ketika aku juga mengalami hal di mana harus menerima lamaran laki-laki yang tidak aku kenal karena hanya ingin balas budi. Sungguh hal itu membuatku merasa menjadi barang yang bisa ditukar dengan hal lain atau jaminan. Akan tetapi karena tekadku yang kuat, aku tidak menerima lamaran itu. Meskipun ketika itu keluarga dan orang tuaku menyudutkanku.

Baca Juga: Perempuan yang Bertaruh Nyawa Demi Korban Kekerasan

Sangat tersiksa dan sakit rasanya jika segala usaha yang kami lakukan untuk hidup bersama masih dihalangi ketika kami sudah bukan berada di usia muda lagi. Aku benar-benar dilema. Di satu sisi mereka memang orang tuaku yang membesarkan dan merawatku tapi hidupku tidak baik-baik saja. Aku lebih merasakan kehangatan dan kebahagiaan ketika bersama pasanganku sekalipun komunikasi di antara kami hanya melalui media sosial saja.

Sudah terlalu sakit buatku menahan semua ini, tapi setelah aku melihat dari banyak kejadian yang aku alami, aku lebih memilih pasanganku. Aku melihat besar perjuangannya untuk bisa mendapatkan restu dari orang tuaku. Aku juga ingin berkata bahwa aku berani mengambil risiko apapun asalkan aku bisa memperjuangkan hakku menjadi perempuan yang juga punya pilihan atas pasanganku dan arah hidupku.

Saat ini yang aku butuhkan hanyalah kebersamaan dengan menjalin hubungan komunikasi yang baik. Aku ingin keluargaku menjalin komunikasi yang baik dengan keluarga pasanganku karena kebahagiaan yang kami miliki akan bertambah dengan adanya dukungan dari keluarga.

Semoga di tahun ini kami menemukan titik terang atas segala usaha yang aku lakukan dengan pasanganku. Sementara itu, aku melihat sudut pandang pasanganku mulai berbeda, mulai lemah dan ingin menyerah. Namun aku tidak akan pernah membiarkan hal itu terjadi karena keberadaannya membuatku menjadi perempuan yang lebih merdeka.[]

 

Sebagaimana disampaikan oleh I kepada JalaStoria. Identitas penulis ada pada redaksi.

 

Digiqole ad