Jika Alami Kekerasan, Lakukan 7 Hal Ini

 Jika Alami Kekerasan, Lakukan 7 Hal Ini

Infografis Jika Mengalami Kekerasan Lakukan 7 Hal Ini (Sumber: Ratna Batara Munti & Tim)

Adakah manusia di dunia ini yang mengharapkan mengalami kekerasan, termasuk kekerasan berbasis gender? Sulit rasanya mengatakan iya.

Kekerasan dalam bentuk apapun akan menimbulkan dampak buruk terhadap korban, baik secara fisik dan mental, maupun secara ekonomi dan berbagai aspek kehidupan lainnya. Kesengsaraan dan penderitaan yang ditimbulkan juga akan berdampak panjang, yang sulit hilang hanya dalam waktu satu sampai dua hari, bahkan bisa jadi berdampak seumur hidup korban.

Oleh karena itu, tidaklah keliru apabila kekerasan, termasuk kekerasan berbasis gender, yang seringkali dialami oleh perempuan, merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Hal ini dikarenakan kekerasan yang terjadi akan mengurangi dan membatasi serta menghilangkan hak asasi manusia yang seharusnya dinikmati setiap manusia tanpa terkecuali.

 7 Langkah Pertolongan

Namun, kekerasan dapat saja terjadi. Dalam situasi tertentu, korban juga sulit menghindar dari terjadinya kekerasan tersebut.

Baca juga: Kekerasan terhadap Perempuan, Ketahui Bentuknya

Jika kamu mengalami kekerasan, atau kamu mengetahui rekan atau kerabat mengalami  kekerasan, segera lakukan 7 hal ini:

1. Bercerita kepada orang yang dipercaya

Pertolongan pertama yang perlu diupayakan adalah dengan bercerita kepada pihak yang dipercaya. Misalnya kepada orang tua, kerabat terdekat, rekan, pemuka masyarakat, atau pihak lainnya. Kategori orang yang dipercaya tentu akan tidak sama antara satu orang dengan orang lainnya, namun setidak-tidaknya ia adalah seseorang yang mampu menguatkan korban untuk bangkit, dan bukan seseorang yang menyalahkan korban atau menyuruh korban untuk menyerah.

Dalam hal pihak yang dipercaya oleh korban justru merupakan pelaku kekerasan itu sendiri, carilah orang lain dalam lingkup kekerabatan atau pertemanan yang menurut korban bersedia mendengarkan cerita korban. Selain untuk mengurangi beban pikiran korban, bercerita adalah langkah awal bagi korban untuk mencari pertolongan lebih lanjut.

2. Cari informasi bantuan hukum dan layanan pemulihan

Informasi bantuan hukum dan layanan pemulihan sebaiknya diketahui oleh kita semua. Dengan demikian, ketika mendapati rekan kita mengalami kekerasan, kita dapat memberikan bantuan dengan memberikan informasi ke mana korban harus menghubungi untuk mendapatkan bantuan hukum dan layanan pemulihan.

Saat ini, terdapat sebaran informasi mengenai bantuan hukum dan layanan pemulihan yang disediakan oleh lembaga swadaya masyarakat dan dapat diakses melalui mesin pencari (search engine) di internet. Antara lain, melalui situs Forum Pengada Layanan www.fpl.or.id, carilayanan.com, dan JalaStoria.id. Selain itu, informasi tersebut juga dapat diakses dari tiap portal yang disediakan oleh masing-masing lembaga penyedia layanan, misalnya LBH APIK Jakarta, Yayasan Pulih, Rifka Annisa, LRC-KJHAM, dan lain-lain.

JalaStoria.id pernah menerbitkan liputan daftar lembaga penyedia layanan baik pemerintah maupun masyarakat sipil yang tersebar di berbagai daerah. Liputan dapat diakses melalui tautan berikut ini.

Selain itu, terdapat instansi pemerintah dan pemerintah daerah yang membuka layanan hotline 24 jam untuk dijangkau oleh korban melalui telepon. Misalnya, layanan call center 112 untuk DKI Jakarta dan layanan hotline Telepon Sahabat Anak (TESA) 129 untuk Yogyakarta. Selain itu, terdapat pemerintah daerah yang menyediakan berbagai saluran pengaduan, misalnya Pemerintah Kota Bekasi melalui nomor telepon 021-89452119, WA 082210000697 atau WA 0816848478.

Selain melalui telepon, terdapat juga layanan berbasis android yaitu  aplikasi Cek Dare khusus untuk wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

3. Meminta pendampingan dari Advokat, Paralegal, atau pendamping dari LBH/WCC atau lembaga penyedia layanan pendampingan lainnya

Pendampingan dari advokat, paralegal, atau pendamping lainnya dari lembaga penyedia layanan yang menyediakan pendampingan sangat diperlukan terutama apabila korban hendak menempuh jalur hukum. Mungkin korban akan ragu untuk menempuh jalur hukum ketika tidak mendapatkan informasi dan pengetahuan yang memadai mengenai proses hukum yang akan dijalani. Dengan adanya pendampingan, korban akan memperoleh layanan informasi hukum dan konseling serta layanan pendampingan selama proses pemeriksaan di institusi penegak hukum.

Pendampingan tersebut akan sangat membantu korban khususnya untuk menghindarkan terjadinya reviktimisasi atau victim blaming (menyalahkan korban) dari aparatur penegak hukum.

4. Melapor ke aparatur penegak hukum

Dalam hal korban memutuskan untuk menempuh proses hukum, hal pertama yang perlu dilakukan adalah melapor ke institusi aparatur penegak hukum. Dalam menyampaikan laporan, sebaiknya korban didampingi oleh pemberi bantuan hukum, baik advokat maupun paralegal atau pendamping lainnya.

5. Apabila pelaku adalah bagian dari komunitas atau organisasi tertentu, mintalah komunitas atau organisasi untuk mengambil tindakan agar pelaku tidak mengulangi lagi perbuatannya.

Hal ini perlu dilakukan agar komunitas atau organisasi tempat bernaung pelaku mencegah terjadinya imunitas (kekebalan) pelaku atas kekerasan yang dilakukannya. Selain itu, komunitas atau organisasi juga agar bergerak menyediakan ruang yang aman bagi korban dan sekaligus mencegah keberulangan tindakan oleh pelaku.

6. Pulihkan diri sendiri (dengan self-healing) atau meminta bantuan konselor/psikolog

Terjadinya kekerasan akan menimbulkan dampak secara psikis, seperti trauma, post-traumatic stress disorder atau gangguan stress pascatrauma, kecemasan, ketakutan, rasa tidak aman, gangguan tidur, halusinasi, tidak percaya diri, dan lain-lain. Memulihkan diri sendiri melalui teknik self-healing dapat dilakukan oleh korban melalui sejumlah teknik yang dapat dilakukan sendiri dan kapanpun tanpa harus membuat perjanjian dengan pihak lain. Sejumlah teknik yang dapat diterapkan antara lain butterfly hug, olah nafas, meditasi, olah pikiran, komunikasi positif dengan diri sendiri, dan menulis surat.

Selain itu, korban dapat meminta bantuan konselor/psikolog untuk membantu proses pemulihan korban. Sejumlah Puskesmas di DKI Jakarta menyediakan ruang konsultasi dengan psikolog yang dapat dijangkau selama jam kerja. Selain itu, terdapat lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat yang menyediakan layanan konseling psikologis, seperti Yayasan Pulih di DKI Jakarta dan JARI di Bandung, Jawa Barat.

7. Apabila diperlukan, ajukan permohonan perlindungan ke LPSK atau permohonan perlindungan sementara ke kepolisian

Dalam situasi tertentu di mana ada potensi ancaman atau ancaman terhadap keselamatan korban, pengajuan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban merupakan salah satu jalan yang dapat ditempuh. Hal ini dapat didiskusikan bersama pendamping agar korban memperoleh perlindungan sesuai kebutuhan. Apabila pengajuan permohonan diterima, LPSK dapat memberikan perlindungan bagi korban di manapun berada sekalipun LPSK hanya terdapat di ibukota negara.

Dalam hal terjadi kekerasan dalam rumah tangga, korban juga dapat mengajukan permohonan perlindungan sementara ke kepolisian sebagaimana diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.

==

Itulah 7 langkah yang dapat dilakukan jika mengalami kekerasan atau mendapati orang lain membutuhkan pertolongan akibat kekerasan. Tentu saja ini hanyalah bagian kecil dari upaya besar masyarakat kita untuk bersama-sama menanggulangi kekerasan, termasuk kekerasan terhadap perempuan.[]

 

Ema Mukarramah, menulis mengenai isu pemberdayaan perempuan dan kekerasan terhadap perempuan di sela aktivitasnya di sekretariat Kaukus Perempuan Parlemen RI, menjabat sebagai Koordinator Divisi Reformasi Hukum dan Kebijakan Komnas Perempuan 2012-2018.

 

Digiqole ad