JalaStoria Gelar Workshop Etika Jurnalistik pada Pemberitaan Kekerasan Seksual Demi Melindungi Identitas Korban

Workshop Peningkatan Kompetensi Wartawan dalam Pemberitaan, Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pers.
JalaStoria bersama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) serta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia menggelar Workshop Etika Jurnalistik pada Pemberitaan Kekerasan Seksual melalui Pendekatan Perlindungan Korban dan Responsif Gender. Workshop yang juga disponsori oleh Pertamina ini diperuntukkan bagi wartawan di berbagai platform media agar lebih peka dalam memberitakan kasus-kasus kekerasan seksual.
Direktur Eksekutif JalaStoria, Ninik Rahayu dalam pembukaan workshop belum lama ini mengatakan media merupakan mitra strategis dalam melindungi korban kekerasan seksual. Media justru memiliki peran positif sebagai penyambung suara korban, sarana edukasi pada publik, serta memberikan kontribusi pada kebijakan.
“Kami memiliki catatan penting yang dapat direkomendasikan. Pertama, perkembangan jurnalis perempuan semakin banyak, tetapi penekanan pada perspektif gender justru berkurang. Kedua, sudah ada institusi pers yang menginisiasi wacana dan diskusi soal gender dan perlindungan korban, tetapi di lembaga yang lain belum ada sama sekali sehingga ada disparitas pengetahuan ini kepada para jurnalis ketika akan menuliskan dan menjadi produk redaksi. Ketiga, ada tantangan di industri media, misalnya perusahaan media belum memiliki kesamaan terhadap kepedulian pada penekanan pentingnya perlindungan korban dan responsif gender,” kata Ninik.
Berkaca pada tiga tantangan itulah Ninik berharap media dalam memberitakan isu kekerasan seksual yang berperspektif gender dan mengedepankan kepentingan terbaik bagi korban, terutama di era kemajuan teknologi.
Baca Juga: Mengenal Arti dan Makna Relasi Kuasa
Ditambahkan Ketua Komisi Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi Dewan Pers, Tri Agung Kristanto mengatakan, JalaStoria telah melakukan upaya-upaya peningkatan perspektif gender dan pengetahuan terkait hak-hak perempuan bagi wartawan/jurnalis/pewarta dalam penyusunan produk jurnalistik, salah satunya Peraturan Dewan Pers Nomor 2 Tahun 2024 tentang Pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Pers.
“Bagi saya, di lingkungan pers artinya bukan hanya di perusahaan atau organisasi pers, tapi juga menyangkut publik karena pers hidup dengan masyarakat. Pers adalah cermin dari masyarakat itu sendiri. Dewan Pers sendiri telah mengesahkan Peraturan Dewan Pers Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pemberitaan Isu Keberagaman. Di dalam peraturan ini juga telah disebutkan perspektif gender dan masyarakat rentan, dan salah satu bagian dari masyarakat rentan adalah perempuan,” kata Tri.
Workshop yang digelar untuk wartawan ini juga disambut baik oleh rekan-rekan jurnalis. Harapannya lewat workshop ini akan ada satu panduan atau modul yang bisa dijadikan pedoman dalam memberitakan korban kekerasan seksual.
Kepedulian wartawan pada Workshop Etika Jurnalistik pada Pemberitaan Kekerasan Seksual melalui Pendekatan Perlindungan Korban dan Responsif Gender, juga tertuang dalam beberapa link berita di bawah ini :
- Kapasitas Jurnalis dalam Pemberitaan Responsif Gender Perlu Ditingkatkan
- Kementerian PPPA – Jalastoria Temukan Pemberitaan yang Belum Melindungi Korban Kekerasan Seksual
- Peningkatan Kompetensi Wartawan Cegah Kekerasan Seksual di Lingkungan Pers
- Dewan Pers Prihatin Berita Kekerasan Seksual Minim Perlindungan kepada Korban
Elvira Anna, penulis yang menyukai tantangan baru
