Gerakan Merangkul, Kelompok Anak Muda Peduli Isu PRT

 Gerakan Merangkul, Kelompok Anak Muda Peduli Isu PRT

Ilustrasi (Sumber: Gerakan Merangkul)

 

JAKARTA, JALASTORIA.ID- Gerakan Merangkul berawal dari inisiatif mahasiswa dan pelajar SMA yang menyoroti perbudakan modern. Gerakan ini dikoordinir oleh anak muda bernama Thoriq Yahya. Dibentuk atas dasar keprihatinan terhadap anak-anak di bawah umur yang dipekerjakan, khususnya sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) anak.

Menurut Thoriq, sistem perbudakan sudah runtuh sejak 157 tahun yang lalu, tetapi konsep perbudakan kuno itu masih berlangsung hingga kini, termasuk di ranah PRT. Gerakan Merangkul sangat berharap Konvensi International Labour Organization (KILO) 189 segera diratifikasi, karena KILO 189 menjamin hak PRT dalam perjanjian tertulis dan menolak PRT diperlakukan sebagai budak.

Alasan Gerakan Merangkul menampung suara-suara PRT adalah karena isu PRT sangat beririsan dengan isu PRT anak. Menurut Thoriq, anak-anak adalah generasi produktif dan memiliki peran untuk bangsa di masa depan.

Ia menyatakan 92% PRT anak berusia 10-17 tahun dengan waktu kerja selama 7 hari dalam seminggu.  Fakta ini membuatnya sedih. Belum lagi PRT anak kerap mengalami berbagai jenis perbudakan modern, antara lain: perbudakan domestik, perdagangan anak, pekerja paksa, pernikahan paksa, perdagangan seks, dan pekerja terikat hutang. “PRT bekerja seperti budak, upah rendah dengan jam kerja yang panjang, tidak punya akses akan keadilan, rentan kekerasan fisik dan seksual,” ucap Thoriq, dalam diskusi Publik 1 Dasawarsa Konvensi ILO yang diselenggarakan Komnas Perempuan (17/6/2021).

Mestinya, PRT perempuan itu diberdayakan. Menurut Thoriq, memberdayakan PRT perempuan berarti memberdayakan anak-anak, keluarga dan komunitasnya. 90% PRT adalah perempuan dan banyak pula dari mereka yang merupakan orangtua tunggal. Rata-rata PRT bekerja di kota, meninggalkan keluarga dan anak-anak di kampung. Saat gajian, mereka mengirimkan uang hasil jerih payahnya itu ke anak dan keluarga di kampung.

Bila PRT single mom bekerja, mereka meninggalkan anak-anak di kampung dalam jangka waktu lama. Ini memengaruhi tumbuh kembang anak-anak. Dampak negatif lain misalnya anak cenderung bekerja lebih cepat dan pendidikan terhenti, generasi muda yang memiliki kesempatan lebih sedikit, serta marak pernikahan dini.

Thoriq juga menghimbau kepada para anak muda untuk peduli dengan isu PRT. Ia menjelaskan, dari 2.600.000 PRT di Indonesia, 110.000 nya adalah anak di bawah umur 17 tahun. Meskipun ILO telah mengatur bahwa usia minimum PRT adalah 18 tahun, faktanya inilah yang terjadi. Anak dipekerjakan dengan berbagai resiko yang membahayakan seperti terkena langsung benda berbahaya, berat, panas, api, gas dan bahan kimia seperti perusahaan rokok, sawit atau bekerja sebagai buruh konstruksi yang beresiko kematian.

 

Awal Mula Gerakan Merangkul

Bicara Gerakan Merangkul tidak bisa lepas dari Thoriq Yahya, pemuda kelahiran Jakarta, 8 Agustus 2003. Keprihatinannya terhadap nasib PRT Indonesia berawal ketika membaca artikel PRT di media perempuan dan anak, JalaStoria.id, tahun 2019.

Dari bacaan tersebut, Thoriq mengajak kedua temannya, Naila dan Alifia, untuk membantunya membuat Gerakan Merangkul PRT. Idenya adalah mengapresiasi jasa-jasa PRT dalam melaksanakan pekerjaan rumah tangga.

Menurut Thoriq, semua anak muda bisa bergabung dalam gerakan ini, asal memiliki kepedulian terhadap nasib PRT. Cara yang dapat dilakukan adalah ikut menyuarakan kondisi PRT di tempat tinggalnya masing-masing.

Kampanye pertama yang dibuat Gerakan Merangkul adalah Kampanye isu PRT di sekolah negeri maupun swasta, berdiskusi untuk menemukan kata yang tepat sebagai pengganti verba pembantu. Kata Asisten tidak tepat karena tidak ada hak sebagai pekerja. Maka ditemukan kata Pekerja Rumah Tangga. Menurutnya, sebutan PRT lebih pantas karena mengakui identitas sebagai pekerja. Kegiatan ini membuka wawasan banyak anak muda tentang isu PRT.

Secara resmi, Gerakan Merangkul berdiri pada bulan Maret 2020, setelah melakukan riset dan berjejaring dengan JALA PRT. “Gerakan Merangkul tidak berbentuk lembaga atau yayasan yang terstruktur, melainkan gerakan yang cair supaya anak muda di mana pun di Indonesia dapat bergabung dan berkontribusi,” ujar Thoriq Yahya, pemuda yang akan melanjutkan studi psikologi di Prancis tersebut.

Untuk memperkuat gerakan, Thoriq dkk menggunakan media sosial sebagai arena geraknya, memulai berjejaring dengan media-media independen, serta bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang concern di isu anak dan pekerja.

Fokus utama gerakan merangkul yakni merangkul PRT, melawan segala bentuk perbudakan modern serta memberdayakan PRT. Sepanjang satu tahun ini, Gerakan Merangkul beraktifitas secara online dan melalui media sosial.

Baca Juga: Putri Pertiwi, Pelukis Down Syndrome

 

Antara lain melalui Instagram Live mengajak masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan isu PRT; bersama Indonesia Feminis diskusi tentang pendidikan anak, bersama This The Live berjejaring untuk menciptakan ruang aman bagi relawan dan bersama Ruang Paramuda menyelenggarakan diskusi seputar isu Hak Asasi Manusia.

Di tingkat Internasional, Gerakan Merangkul berkolaborasi dengan Girls Up Lebanon; sebuah gerakan yang concern dengan isu PRT di Lebanon. Gerakan ini mengkritisi Sistem Kafala yang sangat eksploitatif terhadap PRT dan kaum migran di Timur Tengah, contohnya menutup akses dokumen pribadi PRT.

Dalam hal ini, Gerakan Merangkul ikut memberitakan isu kekerasan terhadap PRT di Timur Tengah dan ikut mengkampanyekan dukungan terhadap hak-hak PRT tersebut.

 

Tantangan

Tantangan utama Gerakan Merangkul adalah bagaimana mewujudkan cita-cita kolektif, yakni agar PRT memiliki kontrak kerja yang jelas, mendapatkan hari libur, memiliki hak memegang dokumen pribadi, dan mendapatkan gaji yang layak.

Sementara ini, tim penggerak Gerakan Merangkul berbasis di Pulau Jawa, tepatnya di Jawa Timur dan Jabodetabek. Thoriq menyadari, anak muda yang sekarang tergabung dan aktif di Gerakan Merangkul akan melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Pastinya akan disibukkan dengan berbagai persiapan. Thoriq sendiri sedang sibuk persiapan kuliah ke Prancis, Agustus 2021 ini.

Kesibukan studi tim penggerak ini, menurut Thoriq akan menjadi kendala dalam mempertahankan aktifitas rutin yang sudah ada. Untuk itu, Thoriq sedang menyusun strategi regenerasi yang efektif mengingat sumber daya manusia yang mau bekerja non profit terbatas.

Thoriq yakin walau nantinya akan berhenti sejenak karena kesibukan studi, gerakan ini akan tetap eksis. Hal lain yang menjadi pertimbangan survival gerakan adalah cara menggalang donasi.

Alokasi biaya operasional harus diupayakan. Walau tidak membayar relawan, tetapi pekerjaan via media sosial perlu mengeluarkan biaya pembelian paket internet yang selama ini dikeluarkan dari kocek pribadi [LW].

 

Instagram: @_merangkul

Email: merangkul.mov@gmail.com

Digiqole ad