Estu Rakhmi Fanani, Beristirahatlah dalam Keabadian
JAKARTA – JALASTORIA.ID. Jumat sore (17/4), masuk sebuah pesan singkat dari Uli Pangaribuan, Koordinator Pelayanan Hukum LBH APIK Jakarta. Ia mengabarkan, bahwa Estu Rakhmi Fanani, telah berpulang. “Mohon doa bagi jiwa Estu dan bagi keluarga yang ditinggalkan,” tulis Uli.
Estu menjabat sebagai Direktur LBH APIK Jakarta pada 2007-2010, setelah sebelumnya mengabdi di lembaga pemberi bantuan hukum ini sejak 2002. Pada 2010-2011, ia terlibat sebagai relawan di JALA PRT, dan selanjutnya bertugas sebagai Koordinator CEDAW Working Group Indonesia pada 2012-2016.
Ia merupakan salah satu penggagas Konde.co, sebuah media alternatif yang membahas soal isu perempuan yang berdiri sejak 2016. Ia juga tercatat sebagai relawan di Yayasan Pantau, lembaga yang menyelenggarakan pelatihan dan kelas menulis untuk peningkatan mutu jurnalisme di tanah air.
Selain itu, ia dipercaya rekan-rekannya untuk memimpin Koperasi Komunitas Tanah Baru sebagai Ketua. Ia juga pernah berkiprah sebagai peneliti di SCN-CREST, sebuah lembaga yang bergerak dalam penelitian dan pendidikan untuk mendorong transformasi sosial, dan YAPESDI, organisasi nirlaba yang bergerak pada advokasi dan pemberdayaan remaja dan dewasa muda yang hidup dengan Sindroma Down.
Pada 2016, ia juga merupakan salah seorang yang bekerja di balik penyusunan dan penyempurnaan draf RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Saat itu, Komnas Perempuan dan Forum Pengada Layanan (FPL) mereformulasi draf RUU dan Naskah Akademik yang sebelumnya sudah disusun sejak 2014, untuk kemudian diserahkan kepada DPR RI pada September 2016.
Berjuang Melawan Sakit
Ia diketahui sudah berjuang melawan sakit sejak Desember 2019. Yolanda, aktivis perempuan yang berdomisi di Flores, menyatakan, ia masih sempat menanyakan kabar Estu melalui aplikasi chat pada Januari 2020. Saat itu, Estu menjawab kondisinya sudah sehat dan membaik. Menurut Yolanda, Estu mengabarkan bahwa ia mengalami gangguan darah, trombositnya selalu rendah. “Kemungkinan leukemia, tapi masih diobservasi waktu itu,” tutur Yolanda.
Ninik Rahayu, Anggota Ombudsman RI, menceritakan komunikasi terakhirnya dengan Estu. Pada 9 April lalu, ia menghubungi Estu. Saat itu, Ninik baru sehari kembali ke rumah setelah sebelumnya menyelesaikan masa isolasi selama 14 hari di rumah sakit. “Mbak Estu mengajak saya untuk beristirahat dengan tubuh kita, ia juga mendoakan kesembuhan saya,” tutur Ninik. Pada hari itu, Estu mengabarkan bahwa ia juga baru keluar dari rumah sakit sehari sebelumnya.
Walaupun menderita sakit, tidak banyak yang mengetahui kondisinya. Oleh karena itu, banyak yang terkejut mengetahui kabar kepergiannya, tak terkecuali kalangan aktivis perempuan dan penyintas yang pernah mengenalnya. Di antaranya I, seorang penyintas yang pernah dibantu LBH APIK Jakarta dalam penanganan kasusnya di pengadilan. “Mbak Estu meninggal? Sakit apa ya..” tanyanya melalui pesan singkat.
Terakhir, Estu dinyatakan mengalami sindrom Mielodisplasia. Mengutip Healthline, ini merupakan sekelompok kelainan darah yang dapat menyebabkan seseorang memiliki kadar rendah untuk sel darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Penyebab penyakit ini adalah kerusakan sel batang sumsum tulang yang memproduksi sel darah.
Pribadi yang Tenang
Estu lahir dan besar di Bantul, 8 September 1975. Ia menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas Diponegoro Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Estu diketahui cukup pendiam, tidak banyak bertutur kata, dan berbicara dalam nada yang cukup perlahan. Namun, Ia juga dikenal sebagai orang yang sangat peduli terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya.
“Mbak Estu orang baik, tekun dan rajin dalam bekerja,” kenang Ninik. Ditambahkannya, Estu juga orang yang tidak berisik kalau bersuara dan banyak senyum. “Hampir-hampir tidak pernah menunjukkan kemarahan ataupun kepanikan,” ungkap Ninik, “termasuk hampir tak terdengar jika mbak Estu sedang menahan sakitnya.”
Kepergian almarhumah yang banyak dikenal oleh aktivis perempuan ini sontak meninggalkan duka mendalam. Dalam gelar doa bersama secara daring pada Jumat malam, walaupun hanya sebentar mengikuti karena sebelumnya ada wawancara media, Ninik menyaksikan betapa semua orang merasakan kehilangan. “Baru sebentar saya bergabung, tuturan dan doa kawan-kawan sudah sangat menyesakkan dada. Bagaimana rasanya kawan-kawan yang sudah hampir 1 jam, saya sungguh terbayang kembali cara dia menyampaikan kalimat-kalimatnya.”
Walaupun terkesan tak banyak bicara, kiprah Estu dalam upaya perlindungan perempuan korban kekerasan tidak diragukan. Ia bersuara lantang agar oknum polisi yang memperkosa tahanan perempuan dihukum berat. Ia juga menyuarakan agar UU Perkawinan diamandemen mengingat terdapat persoalan di dalamnya yang mensubordinasi perempuan. Ia juga tidak pernah surut menyuarakan pentingnya perlindungan bagi perempuan pekerja rumah tangga dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.
Estu, selamat beristirahat dalam keabadian.[]
Ema Mukarramah
Naskah ini terakhir diperbaharui pada Sabtu, 18 April 2020, jam 12.26 WIB.