Dua Garis Biru
Film Dua Garis Biru hadir untuk memberikan pemahaman betapa pentingnya pendidikan hak dan kesehatan seksual dan reproduksi (HKSR) kepada masyarakat. Walaupun tidak sebegitu eksplisit, namun pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh penonton. Saat ini, bahasan mengenai HKSR masih tabu untuk dibahas secara terbuka oleh orang Indonesia, dengan dalih akan merusak masa depannya. Film ini dapat memberikan pencerahan kepada penonton, bahwa edukasi mengenai hak dan kesehatan seksual dan reproduksi itu begitu pentingnya.
Film yang diproduksi oleh Starvision Plus dan disutradarai oleh Gina S. Noer ini menceritakan sepasang remaja yang berpacaran, yaitu Bima yang diperankan oleh Angga Aldi Yunanda dan Dara yang diperankan oleh Adhisty Zara. Kurangnya pendidikan hak dan kesehatan seksual dan reproduksi akhirnya berujung pada kehamilan di luar nikah, dan mereka berusaha untuk mengatasi masalah tersebut.
Dua Garis Biru menurut penulis berhasil memberi pendidikan hak dan kesehatan seksual dan reproduksi untuk remaja, termasuk apa saja masalah yang akan timbul jika mereka melakukan hal-hal di luar batas. Bahwa masalah yang timbul bukan hanya berdampak pada mereka saja, melainkan keluarga keduanya.
Dalam film yang berdurasi 1 jam 53 menit ini, Dara dan Bima harus menghadapi problema hidup yang belum seharusnya mereka hadapi di usia mereka yang masih remaja.
Banyak rintangan yang dihadapi oleh Bima dan Dara setelah menikah. Salah satunya saat setelah melahirkan, keluarga Dara ingin memberikan anak yang dikandung oleh Dara kepada tantenya sehingga anak tersebut dapat dibesarkan oleh mereka dan Dara dapat melanjutkan pendidikannya ke universitas impiannya di Korea Selatan. Keluarga Bima menolak keputusan tersebut sehingga terjadi konflik antara Bima dan Dara. Akhirnya anak mereka tetap diurus oleh Bima dan keluarganya.
Dara dan Bima digambarkan sebagai remaja lugu yang begitu tertekan saat satu sekolah mengetahui bahwa Dara hamil saat insiden olahraga, apalagi mereka juga sudah dicap anak baik-baik. Keduanya jelas tak memikirkan hukum sebab akibat dari perbuatan mereka. Selain belum siap menjadi orang tua, rencana keduanya melanjutkan hidup selepas kelulusan SMA juga tergoyah hebat. Efek dari absennya pengetahuan mereka seks dan reproduksi begitu jelas tergambarkan.
Belum lagi dari orang tua Bima, yang merupakan tokoh masyarakat. Mereka mengalami beban moral tersendiri ketika mengetahui anaknya membuat Dara hamil di luar nikah. Orang tua Dara yang merupakan kalangan terpandang pun tak kalah kecewa dan marah kepada Dara dan Bima.
Pengambilan gambar di film ini sangat baik, alurnya mudah dipahami, dan banyak makna-makna tersembunyi di balik adegannya. Misalnya, visualisasi ondel-ondel yang dimaknai sebagai orang hamil dan buah stroberi yang dimaknai ukuran janin.
Film ini banyak memberikan pemahaman dan pencerahan tentang betapa pentingnya pendidikan hak dan kesehatan seksual dan reproduksi sejak dini, sehingga remaja dan orang tua memahami dan mencegah agar hubungan seksual di luar perkawinan dan pernikahan dini tidak terjadi. Film ini juga menjelaskan pentingnya peran orang tua dalam mendidik dan mengawasi kehidupan anak-anaknya, sehingga anak tidak merasa terabaikan.
Walaupun di awal perilisan film ini sempat ditentang ormas tertentu yang menganggap film ini mengajarkan hal-hal yang tidak baik, saya rasa hal tersebut tidak benar dan yang menentang mungkin harus diajak nobar, hehe…
Untuk yang belum sempat menonton di bioskop, kalian dapat menontonnya secara resmi dan gratis di iflix https://www.iflix.com/id/id/title/movie/267380