Cegah Kekerasan Seksual di Sekolah, Kemenag Terbitkan PMA 73/2022

 Cegah Kekerasan Seksual di Sekolah, Kemenag Terbitkan PMA 73/2022

Ilustrasi (Sumber: Free-vector/Freepik.com)

Pemerintah terus mendukung upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan sekolah. Melalui Kementerian Agama, pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 73 tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Aturan yang diundangkan pada 6 Oktober 2022 ini terdiri dari 7 Bab dan 20 pasal.

PMA Nomor 73/2022 berlaku bagi semua lembaga pendidikan di bawah naungan kementerian agama. Pasal 1 Bab 1 Ketentuan Umum mendefinisikan satuan pendidikan merupakan kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan di kementerian agama meliputi madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.”

16 bentuk kekerasan seksual diatur dalam Bab II Pasal 5 PMA 73/2022. Cakupan kekerasan seksual meliputi perbuatan verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Adapun bentuk-bentuk kekerasan fisik yang diatur dalam PMA 73/2022 antara lain menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender. Melarang praktik catcalling, pemaksaan dan manipulasi dalam transaksi seksual, tatapan yang mengakibatkan orang tidak nyaman, termasuk mengintip kegiatan pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi.

Bentuk lainnya adalah “f. memperlihatkan alat kelamin dengan sengaja; g. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium, dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban; h. melakukan percobaan perkosaan;i.melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;  mempraktikkan budaya yang bernuansa Kekerasan Seksual.”

Baca Juga: Predator Seksual Berjubah Agama: Pemberitaan  Media 2021

Yang juga termasuk kekerasan seksual menurut  PMA 73/2022 adalah pemaksaan aborsi; pembiaran terjadinya kekerasan seksual; menjadikan kekerasan seksual sebagai hukuman/sanksi; termasuk memaksa mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual.  

Dalam hal pencegahan, selain mewajibkan penyusunan standar operasional prosedur (SOP) dan sarana prasarana, PMA 73/2022 juga mewajibkan satuan pendidikan untuk melakukan kegiatan pembelajaran yang dilakukan melalui “a. pengembangan kurikulum dan pembelajaran b. pembuatan modul, buku, dan literatur lainnya c. penyelenggaraan pelatihan, halakah, kajian, dan kegiatan lainnya.”

Satuan pendidikan juga berkewajiban melakukan penanganan kekerasan seksual mulai dari pelaporan, pelindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban.

Selain itu, PMA 73/2022 memerintahkan seluruh komponen satuan pendidikan untuk terlibat dalam pencegahan dan penanganan kekerasan seksual termasuk pimpinan. Dalam hal penanganan, misalnya, Pasal 10 menyatakan, “Pimpinan Satuan Pendidikan atau pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) melakukan klarifikasi terhadap laporan terjadinya Kekerasan Seksual dalam jangka waktu 1×24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak pelaporan diterima.”

Baca Juga: 3 Jurus Orang Tua Cegah Kekerasan Seksual

Mengenai bentuk pelindungan diatur dalam Pasal 11 Ayat (3) antara lain pelindungan atas kerahasiaan identitas baik pada korban, saksi, pelapor, maupun anak berkonflik hukum atau anak sebagai pelaku. Kemudian penyediaan akses informasi, jaminan keberlanjutan bagi peserta didik, termasuk jaminan keberlanjutan pekerjaan sebagai pendidik dan/atau tenaga pendidikan yang menjadi korban, saksi, dan pelapor.

PMA 73/2022 juga mengatur tentang pemantauan dan evaluasi oleh Direktur Jenderal, Kepala Pusat, Kepala Kantor Wilayah, Kepala Kantor Kementerian Agama, dan penyelenggara Satuan Pendidikan sedikitnya 1 kali setahun.

Adapun dalam hal sanksi, PMA 73/2022 berlaku tidak saja terhadap pelaku kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan, tapi juga diberlakukan kepada satuan pendidikan yang lalai dalam mengupayakan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual. Kepada pelaku, sanksi pidana dan administrastif akan dikenakan berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.  Sedangkan kepada satuan pendidikan, sanksi diberlakukan mulai dari teguran tertulis, penghentian bantuan, hingga pembekuan izin penyelenggaraan satuan pendidikan. [Nur Azizah]

Digiqole ad