Bale Perempuan: Layanan Korban Kekerasan di Kota Bekasi

 Bale Perempuan: Layanan Korban Kekerasan di Kota Bekasi

Bale Perempuan (Sumber: Facebook Bale Perempuan)

Laporan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan selalu meningkat setiap tahun. Ribuan kasus masuk ke Unit Pengaduan untuk Rujukan (UPR) Komnas Perempuan. Hal ini terlihat dari Catatan Tahunan (Catahu) Komnas Perempuan. Sepanjang tahun 2019 berdasarkan Catahu Komnas Perempuan tahun 2020 kasus kekerasan terhadap perempuan berjumlah 431.471 kasus.

Angka tersebut  layaknya fenomena gunung es. Di luar itu masih banyak kasus yang tidak terungkap karena korban takut melapor. Salah satu faktor tingginya jumlah laporan yang masuk setiap hari karena lembaga layanan tidak tersedia secara merata di kabupaten/kota di Indonesia. Korban hanya tahu Komnas Perempuan. “Saya sedih ketika banyak korban warga Bekasi yang melapor ke sini karena minimnya layanan korban di Bekasi. Atas keprihatinan tersebut saya mengajak aktivis perempuan warga Bekasi untuk membentuk lembaga layanan korban di Bekasi,” ungkap Nong Choirunnisa (26/5/21) yang mendirikan Bale Perempuan kala menjabat sebagai  koordinator UPR Komnas Perempuan.

Bale Perempuan

Saat ini, Bale Perempuan  dinahkodai oleh Dahlia Madanih. Sejak didirikan pada 19 Juni 2016, Bale Perempuan berfokus pada pendampingan korban kekerasan yang berada di wilayah Bekasi. Layanan yang diberikan adalah advokasi, pendidikan, dan pelatihan.

Sepanjang  2019-2020, Bale Perempuan menangani 21 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan rincian kekerasan dalam rumah tangga/KDRT (43%), kekerasan dalam pacaran/KDP (14%), kekerasan terhadap anak/KTA (1%), kekerasan mantan pacar/KMP (11%), kekerasan di tempat umum 7%, kekerasan di tempat kerja 7%, pelecehan seksual 7%, cyber crime 9%, dan lain-lain seperti penipuan 1%.

Dalam catatan Bale Perempuan, jumlah kasus KDRT menempati posisi paling atas. Bantuan yang diberikan tergantung kebutuhan korban misalnya pendampingan psikologis seperti konseling, pendampingan hukum, dan rumah aman.

Pendamping yang mengabdi di Bale Perempuan saat ini berjumlah 3 orang.  Dua orang untuk layanan hukum (Dahlia Madanih dan Asmaul Khusnaeny) dan 1 orang untuk konseling psikologis (Nong Choirunnisa). Selain itu, Bale Perempuan juga dibantu oleh para relawan yang terdiri dari aktivis perempuan, advokat, akademisi, ibu rumah tangga, dan mahasiswa. Walau masing-masing memiliki pekerjaan utama, para relawan tetap bekerja sepenuh hati untuk memberi pelayanan pada korban. Adapun satu orang tenaga relawan khusus bertugas membuat database pengaduan kasus kekerasan terhadap perempuan.

Dalam memberi pendampingan untuk korban, Bale Perempuan berjejaring dan bersinergi dengan lembaga swadaya masyarakat seperti Forum Pengada Layanan (FPL), LBH Apik Jakarta, Komnas Perempuan, Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), ormas keagamaan seperti Wanita Katolik RI dan Wanita Budhis Indonesia, dan organisasi kaum muda.

Selain itu, Bale Perempuan juga membangun jejaring dengan pemerintah setempat seperti Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID), Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A), dan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) Kepolisian Resor Kota Bekasi. UPPA dinilai paling akomodatif dalam memberikan bantuan hukum.

Selain pendampingan kasus, Bale Perempuan juga bergerak aktif memberikan pendidikan kepada masyarakat. Antara lain pelatihan kampanye pencegahan kekerasan di sekolah dan diskusi serta bedah kasus bersama remaja AKKBB Bekasi dengan menghadirkan korban. Melalui sharing pengalaman kasus kekerasan yang terjadi, diharapkan ada aspek pembelajaran terhadap generasi muda.

Selain itu, Bale Perempuan juga menyelenggarakan webinar sosialisasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Kegiatan itu sekaligus ditujukan untuk mengajak media menuliskan berita yang berperspektif perempuan.

Bale Perempuan menyadari, pendampingan korban kekerasan bukanlah persoalan mudah. Sebagai tempat curhat bagi korban, pendamping pun berpotensi menjadi sakit. Untuk itu, Bale Perempuan menerapkan program caring for caregiver. Ini merupakan program pemulihan psikologis bagi pendamping untuk melepaskan beban psikologis yang menghinggap. Kegiatan yang sudah dilakukan adalah meditasi bersama, sharing, dan pertemuan untuk pengurus dan relawan Bale Perempuan.

Tantangan

Survive dalam keterbatasan dana untuk mengadvokasi korban merupakan tantangan utama Bale Perempuan dalam mengelola lembaga layanan ini. Sekalipun ada bantuan dari pihak donor, itu hanya bersifat sementara dan tidak bertahan dalam jangka waktu yang lama. Pengurus Bale Perempuan dengan demikian mesti memutar otak agar lembaga ini tetap ada.  Fundrising tetap diusahakan untuk menunjang biaya operasional lembaga. Sejauh ini dana operasional berasal dari jaringan lembaga swadaya masyarakat. Pemerintah belum mengalokasikan anggaran untuk korban warga Bekasi yang didampingi Bale Perempuan.

“Korban kami jemput di rumahnya untuk didampingi ke kepolisian sampai selesai. Walau untuk biaya transport kami gunakan bantuan donor tetapi adakalanya dari dana swadaya pengurus Bale Perempuan. Ketika mengadvokasi korban, kami juga memikirkan nasib keluarganya,” ungkap Asmaul Khusnaeny, advokat di Bale Perempuan (21/5/21).

Tantangan berikutnya adalah koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah Bekasi dan institusi aparatur penegak hukum yang belum sepenuhnya berperspektif korban. Meskipun sudah ada layanan pemerintah di setiap daerah seperti P2TP2A, namun tidak sepenuhnya kasus perempuan dan anak dapat tertangani. Bale Perempuan sudah melakukan audiensi dengan pemerintah kota namun belum ada program bersama dalam penanganan korban.. Gerakan bersama dalam penanganan korban masih belum maksimal,

Manajemen waktu juga merupakan tantangan tersendiri, di mana pendamping punya pekerjaan utama sehingga mesti pandai pandai membagi waktu untuk pelayanan advokasi korban. Dalam hal ini, pengurus Bale Perempuan menyatakan sumber daya manusia yang ada sangat kurang dibandingkan dengan beban pekerjaan advokasi yang ada.

Di tengah berbagai tantangan, Bale Perempuan menetapkan tingkat keberhasilan diukur dari kepuasan korban ketika didampingi. “Saat melapor, ketika korban mendapatkan bahwa pendamping Bale Perempuan bisa dipercaya dan berpihak kepadanya, ini merupakan hal yang membuat mereka bahagia. Ini sudah merupakan awal pemulihan,” kata Nong

“Situasi korban pertama kali datang sangat emosional, bisa sangat marah, atau menangis. Tuntutannya adalah supaya pelaku dihukum seberat-beratnya. Pada momen ini, konseling psikologis sangat dibutuhkan sebagai pemulihan. Korban tidak mudah melaporkan orang terdekatnya, karena pelakunya umunya adalah suami, pacar,” lanjut Nong.

Pada umumnya, proses hukum yang diambil korban lebih banyak pada proses perdata yaitu perceraian dibanding dengan proses pidana. “Kebanyakan mereka tidak lagi melanjutkan tuntutan secara hukum dalam hal ini pidana tetapi memilih untuk bercerai, memutuskan hubungan dengan pelaku lebih mudah untuk korban dalam mengakhiri kekerasan,” jelas Nong.

Di antara berbagai kasus yang ditangani, Bale Perempuan mencatat tingkat kesulitan yang tinggi ketika mengadvokasi korban nikah sirri (KDRT) dan kekerasan dalam pacaran. Belum ada payung hukum untuk dua jenis kasus ini.  Jika korban berusia anak, penanganan dapat dilakukan dengan menggunakan UU Perlindungan Anak. Namun, jika korban perempuan dewasa, pasal yang digunakan adalah pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait penganiayaan atau ingkar janji.

Agenda Bale Perempuan ke depan

Agenda ke depan Bale Perempuan adalah mendorong pemerintah kota Bekasi untuk mengalokasikan anggaran untuk advokasi korban kekerasan terhadap perempuan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan Bale Perempuan bahwa korban adalah warga negara yang punya hak untuk dilindungi dan pemerintah punya kewajiban memfasilitasi dan mengupayakan perlindungan dan pemulihan bagi korban. Selain itu, Bale Perempuan juga mendorong aparat sipil negara untuk mendapatkan edukasi mengenai perspektif korban.

Terhadap korban yang didampingi, pendamping Bale Perempuan terus menjaga komunikasi dan hubungan baik. Oleh karena itu, Bale Perempuan merencanakan pelibatan korban yang sudah pulih atau penyintas sebagai paralegal Bale Perempuan. Menurut Bale Perempuan, pengalaman korban merupakan sumber pengetahuan yang baik untuk menjadi kekuatan dan pembelajaran ketika menghadapi kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.

Maju terus Bale Perempuan! [LW]

Kontak Bale Perempuan:

Hotline pengaduan: 0851-58824741

Instagram:  @baleperempuan

FaceBook: @baleperempuanbekasi

Referensi:

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, Kekerasan Meningkat: Kebijakan
Penghapusan Kekerasan Seksual Untuk Membangun Ruang Aman Bagi Perempuan dan Anak
Perempuan, Catatan Kekerasan terhadap Perempuan Tahun 2019, Komnas Perempuan,
2020, halaman 7.

 

 

Digiqole ad