Baihajar Tualeka, Konsisten Menyuarakan Perdamaian
Konflik selalu meninggalkan kesengsaraan, termasuk kepada perempuan dan anak.
Hal itulah yang dirasakan oleh Baihajar Tualeka, yang mengalami peristiwa konflik yang melibatkan sentimen beda agama di Maluku pada 1999. Pengalaman selama tinggal di kamp pengungsian sungguh tidak menyenangkan. Ia merasakan bagaimana kesulitan memperoleh pakaian dalam, tidak mandi karena kesulitan mengakses air bersih, hingga kesulitan memperoleh pembalut saat mengalami menstruasi.
Di pengungsian, ia juga menyaksikan kekerasan domestik dari suami kepada istri. Situasi konflik banyak membuat orang menjadi stress. Suami yang mengalami stress di pengungsian melampiaskan kepada istri dan anak dengan melakukan kekerasan. Ada pula yang melampiaskan stress dengan meminta berhubungan seksual dengan istri, padahal tempat pengungsian umumnya tanpa sekat dan pembatas. Pagi harinya, Bai seringkali mendapati anak-anak berbisik-bisik menceritakan apa yang mereka lihat.
Ia juga pernah menjalankan peran sebagai kombatan. Merakit bom adalah salah satu keterampilan yang ia dapatkan di masa konflik. Ia turut terlibat dalam kelompok yang melakukan penyerangan kepada pihak yang dianggap lawan.
Sampai akhirnya, ia sendiri mempertanyakan, siapa yang sebenarnya sedang dibela? Kedua belah pihak sama-sama menderita akibat konflik, terlebih lagi perempuan dan anak di dalamnya. Akhirnya, Bai mulai menjembatani komunikasi antarkelompok yang berkonflik. Ia melakukannya melalui jalur perempuan dan anak untuk kembali menghadirkan damai.
Pada 2002, Bai kemudian mendirikan Lembaga Pemberdayaan Perempuan dan Anak (LAPPAN). Organisasi ini dibangun dengan komitmen untuk melakukan advokasi terhadap hak perempuan dan anak. Beragam permasalahan terkait perempuan dan anak ditanganinya. Mulai dari upaya merawat perdamaian melalui komunikasi para perempuan dari kelompok agama yang berbeda, pemulihan masyarakat terdampak konflik, hingga pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Upaya yang dilakukannya bukanlah tanpa tantangan. Kondisi geografis provinsi Maluku yang merupakan gugus kepulauan membuatnya harus menempuh perjalanan laut yang memakan waktu beberapa jam. Walaupun demikian, hal itu tidak membuatnya surut. Ia pun membangun simpul pendampingan korban di pulau Ambon dan pulau Seram sehingga proses advokasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak tetap dapat dilakukan.
Apresiasi
Setelah hampir 18 tahun, konsistensi Bai memperjuangkan perdamaian dan pendampingan bagi korban kekerasan tidak pernah luntur. Itulah sepertinya yang membuatnya masuk dalam nominasi Kick Andy Heroes 2019 dan selanjutnya terpilih sebagai hero versi Kick Andy pada 2020. Penghargaan itu diterimanya pada 22 Maret 2020, bertepatan dengan tayangan ulang tahun ke-14 program talkshow televisi tersebut.
Mengutip Metrotvnews.com, pemberian penghargaan itu diberikan kepada pejuang-pejuang inspiratif yang penuh semangat kepahlawanan, memberikan karya nyata kepada sesama dan lingkungan serta dalam skala luas kepada negeri ini.
Bai sendiri mengaku tidak tahu menahu mengenai penjurian dalam penganugerahan award tersebut. “Seng tahu sama sekali, hanya dikontak masuk nominasi dan diundang ke Jakarta”, ungkap Bai.
Menurut informasi yang diperoleh Bai, terdapat 15 orang yang dinominasikan dalam Kick Andy Heroes 2020, namun hanya dipilih 7 orang di antaranya.
Penganugerahan apresiasi ini semakin menyemangati Bai untuk melakukan banyak hal ke depan, termasuk melanjutkan kerja-kerja menyuarakan perdamaian dan melakukan pembelaan kepada perempuan dan anak korban kekerasan.[]
Editor: Ema Mukarramah