Audrey, Simbol Perlawanan Atas Aksi “Bully” Remaja
Oleh: Iskandar Zulkarnaen
Dia berani tampil sebagai simbol perlawanan terhadap korban perundungan.
Awalnya saya kaget melihat Ifan Seventeen menayangkan wajah Audrey di Instagram. Foto dan video Ifan bersama Audrey direkam saat sang artis membesuk korban aksi bully atau perundungan ini di Rumah Sakit Promedia Pontianak. Foto dan videonya ditayangkan di jam 11 pagi tadi dan sudah disukai oleh ratusan ribu pengikutnya.
Tapi setelah membaca penjelasan Ifan di pos tersebut, saya memaklumi dan mendukung penayangan foto dan video tersebut. Menurut Ifan, penayangannya atas seizin dan kemauan Audrey. “Audrey yang meminta agar mukanya tidak diblurkan. Audrey pengen semua orang tahu kalau Audrey kuat,” tulis Ifan.
Luar biasa! Keteguhan hati seorang Audrey yang masih duduk di bangku SMP membuat bulu kuduk saya berdiri. Saya kagum. Setelah tubuhnya dihajar bertubi-tubi oleh wanita-wanita biadab itu, dia masih tegar dan kuat.
Dia berani tampil sebagai simbol perlawanan terhadap korban perundungan atau aksi bully yang masih marak terjadi di banyak sekolah.
Lewat foto dan video itu, dia ingin menunjukkan ke dunia bahwa korban perundungan tidak boleh takut dan kalah menghadapi aksi beringas anak-anak sekolah yang sampai saat ini masih banyak yang menyiksa teman-temannya yang lemah.
Hari ini, saya yakin semua orang sudah membaca dan menyaksikan penderitaan yang dialami oleh Audrey sejak akhir bulan lalu. Tubuhnya dihajar oleh tiga siswi SMA yang bukan teman sepermainannya. Kepalanya dihajar, perutnya ditendang, rambutnya dijambak, tubuhnya diguyur air, bahkan kemaluannya diincar–syukur alhamdulillah tidak sampai merusak organ vitalnya.
Aksi itu konon disaksikan oleh beberapa orang siswi lain yang satu geng dengan para pelaku, sambil tertawa-tawa, seakan mereka sedang menyaksikan sinetron yang penuh kekerasan fisik verbal.
Lalu saat para pelaku digelandang ke kantor polisi, mereka masih sempat tertawa-tawa sambil selfie dan ber-boomerang-ria di media sosial.
Mungkin saat itu mereka yakin kelakuannya akan dimaafkan, orang akan segera lupa, karena toh merasa masih di bawah umur atau merasa ada kekuatan lain yang bisa melindunginya. Tapi setelah kasus ini meledak di media sosial dan menjadi tren dunia di Twitter, tidak ada tempat bersembunyi buat para pelaku.
Baru kali ini saya lihat netizen sedemikian marah dan murka. Wajah para pelaku diungkap segamblang-gamblangnya. Akun media sosialnya dijejer satu per satu. Kalau mengacu ke peraturan hukum, aksi tersebut tentu melanggar ketentuan. Silakan saja ditindak tegas pelaku penyebar identitas para perundung, tapi yang akan ditindak tentu banyak sekali.
Kalau di dunia nyata, si pelaku sedang diamuk massa. Sejadi-jadinya.
Mengungkap identitas korban, bahkan sampai menginformasikan akun media sosial dan menayangkan wajahnya, juga bentuk pelanggaran undang-undang perlindungan anak. Tapi dalam kasus ini, seperti diakui Ifan, dilakukan atas keinginan korban (yang disaksikan dan nampaknya disetujui oleh anggota keluarga lainnya).
Motivasinya pun baik dan mulia, sebagai penguat dan penyemangat untuk para korban perundungan lain yang sampai saat ini mungkin masih mengalami serangan fisik dan psikis dari teman-temannya atau orang seusianya. Ini terjadi tidak hanya di sekolah, tapi juga dialami oleh anak kuliah dan orang-orang yang bekerja di kantor dan di tempat-tempat lainnya.
Sungguh tidak mudah menghilangkan mental kasar yang menjadi pemicu pelaku penyerangan di kalangan anak-anak usia sekolah. Tapi ada upaya lain yang bisa dilakukan dan sedang dilakukan oleh Audrey: memberikan dukungan untuk para korban agar berani melawan penyerangnya dan berani melaporkan apa yang dia alami kepada pihak berwenang.
Jangan takut. Satu kata: Lawan!
Mungkin akan ada pihak sekolah dan aparat hukum yang mengabaikan perlawananmu. Mungkin laporan yang kamu sampaikan akan ditertawakan. Mungkin para pelaku malah dibela oleh mereka yang semestinya melindungimu. Tapi sekali lagi, jangan takut. Tuhan tidak tidur. Masih banyak orang yang akan membantu dan melindungi.
Seperti Audrey yang dibantu oleh jutaan orang yang ikut menandatangani Petisi #JusticeforAudrey. Seperti Audrey yang saat ini mendapat dukungan dari banyak orang di seluruh dunia.[]
Ia akrab disapa Isjet. Selama 20 tahun kariernya di bidang jurnalistik, di antaranya menjadi jurnalis di Republika dan Kompas, ia sudah menciptakan ribuan tulisan bahkan turut serta mendirikan platform blog keroyokan, yakni menjadi co-founder Kompasiana.
—–
Petisi Justice for Audrey
Polda Kalbar, Segera Berikan Keadilan untuk Audrey #JusticeForAudrey!
*tulisan ini juga tayang di Iskandarjet.com
Audrey, Simbol Perlawanan Terhadap Aksi “Bully” di Sekolah