Asmara Nababan di Mata Sahabat
Halo, Sobat JalaStoria! Berbicara soal hak asasi manusia (HAM) di Indonesia, tentu tidak lepas dari sosok para pegiat HAM, ya! Salah satunya adalah Asmara Nababan. Sobat JalaStoria sudah pernah dengar namanya, kan?
Asmara Nababan lahir di Siborong-borong, pada 2 September 1946 dan meninggal dunia pada 20 Oktober 2007. Dalam upayanya mendorong penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM oleh negara, ia membangun lembaga masyarakat sipil dan aktif berkiprah dalam lembaga yang berfokus pada permasalahan HAM. Selain itu, Asmara juga pernah menjabat sebagai komisioner Komnas HAM. Wah, luar biasa sekali ya kiprahnya…
Nah, supaya kita bisa lebih mengenal pegiat HAM yang satu ini, berikut ini kami uraikan beberapa hal tentang Asmara Nababan. Sejumlah pegiat HAM yang juga sekaligus sahabat Asmara, menyampaikan refleksinya tentang Bang As, sapaan akrabnya, dalam acara Bedah Buku Asmara Nababan (Meniti Ombak Mewujudkan Kemanusiaan) yang diselenggarakan oleh Komnas Perempuan (21/05/2021).
Asmara Nababan Pejuang Melawan Impunitas
Menurut Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia (21/5/21), Bang As adalah seseorang yang berdiri bersama dengan rekan-rekannya dalam berjuang memutus impunitas dan membela demokrasi. Merujuk kepada studi Louis Joanne, impunitas adalah situasi ketidakmungkinan baik de jure maupun de facto untuk membawa para pelaku pelanggaran HAM karena mereka tidak tunduk pada penyelidikan apapun dan menyediakan reparasi bagi korban. Situasi ketidakmungkinan ini yang mencoba didobrak oleh Asmara.
Asmara mengambil peran sehingga Komnas HAM dapat melakukan investigasi resmi dalam masa Orde Baru. Padahal, menurut Usman, tidak mudah bagi siapapun untuk dapat berjibaku pada situasi politik yang sulit dan menjahit cara berpikir berbeda dalam individu Komnas HAM. Diakuinya, Asmara punya peran yang unik dalam investigasi resmi lembaga yang hasil investigasi tersebut menjungkirbalikkan pernyataan negara atas kekerasan yang dilakukan oleh negara. “Kita harus memastikan perkara itu tidak hanya disuarakan, tapi diinvestigasi secara hukum,” ungkap Usman.
Menurut Usman, Asmara tidak mau integritasnya terpengaruh oleh diplomasi pejabat, terutama yang berkaitan dengan pelanggaran HAM seperti kasus pembunuhan Munir. Ia sosok yang tidak mengenal takut saat bertemu dengan pejabat tinggi militer dan intelijen. Membongkar impunitas bukan hanya soal kerangka teori, tapi mampu mengambil resiko dengan tenang, itulah warisan penting dari Asmara Nababan.
Selain itu, Asmara juga meletakkan upaya memutus impunitas dalam kerangka perjuangan demokrasi. Demokrasi bukan pesta seperti Pemilu, justru Pemilu adalah proses menuju hari penghakiman. Menurut Usman, bagi Asmara, rakyat harus menjadi hakim kepada pejabat atau pemimpin politik yang melaksanakan atau mengkhianati demokrasi. Asmara percaya bahwa rakyat harus mendapat pendidikan politik lewat demokrasi.
Pendukung dalam Pembentukan Komnas Perempuan
Asmara adalah pendukung garis depan dalam pembentukan Komnas Perempuan. Menurut Kamala Chandrakirana, Komisioner Purna Bakti Komnas Perempuan (21/5/21), Asmara adalah sosok yang memastikan pernyataan kekerasan seksual menjadi laporan akhir Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mei 1998.
Selanjutnya, Asmara juga merupakan seseorang yang dimintai masukan soal komisioner pertama di Komnas Perempuan. Presiden kala itu sempat meminta agar istrinya yang menjadi komisioner. “Kami tegas menolak itu, karena nanti terkait dengan elit politik, di situlah peran Asmara salah satunya,” jelas Kamala.
Setelah Komnas Perempuan resmi dibentuk, Asmara sebagai komisioner Komnas HAM kala itu juga melibatkan Komnas Perempuan dalam investigasi terkait pelanggaran HAM di sejumlah wilayah. Misalnya, saat Komisi Penyelidik Pelanggaran HAM (KPP HAM) Timor Timur didirikan pada 1999, adalah Asmara yang berperan memastikan Komnas Perempuan dilibatkan dalam investigasi tersebut.
Asmara juga berperan penting membuka akses Komnas Perempuan berkantor di gedung yang terletak di belakang Komnas HAM. Hal itu menurut Kamala, sekaligus pesan mengenai kehadiran gerakan perempuan sebagai gerakan HAM dan kehadiran institusi ini sebagai mekanisme HAM.
“Fakta simboliknya ditempatkan di dalam kompleks Komnas HAM. Ini sebuah pesan kepada negara bahwa kami menjalankan mandat HAM dan kepada gerakan perempuan sendiri,” ungkap Kamala.
Kehadiran Komnas Perempuan sebagai gerakan HAM erat terkait dengan pemberian nama Komnas Perempuan. Saat membincangkan pembentukan Komnas Perempuan bersama Presiden, nama yang ingin diberikan adalah Komisi Nasional Perlindungan Wanita. Usulan itu ditolak dengan tegas oleh gerakan perempuan kala itu. “Komnas Perempuan lahir atas respons kasus kekerasan terhadap perempuan dan (konteks itu-Red) harus menjadi bagian dari nama (lembaga yang akan dibentuk-Red) ini,” tambahnya.
Menurut Kamala, saat itu gerakan perempuan lebih banyak berkiprah di women development yang merupakan ruang perjuangan gerakan perempuan. Sementara itu, gagasan soal HAM belum mendapatkan perhatian. “Bukan karena tidak paham, tapi sistem HAM baru melakukan pengakuan hak asasi perempuan yang berperspektif feminis dan itu pun belum masuk ke dalam institusi HAM,” ungkap Kemala.
Dengan demikian, penempatan secara fisik berlokasi yang sama dengan Komnas HAM dengan sendirinya memberi pesan bahwa Komnas Perempuan bagian dari mekanisme HAM. “Yang paham logika dan strategi ini adalah Asmara Nababan,” ungkap Kamala.
Penggerak Masyarakat Sipil
Menurut Sandra Moniaga, Asmara juga merupakan pionir penggerak masyarakat sipil. Ia membangun sejumlah lembaga masyarakat sipil dan memberi warna di manapun berada. Antara lain, Kelompok Studi Penyadaran Hukum (KSPH) di Siborong-borong dan Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) di Tobasa. Selain itu, ia juga mendirikan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Bersama Marzuki Darusman, ia kemudian mendirikan Human Rights Resource Center for ASEAN (HRRCA). Dia juga mendirikan Joint Committee for Timor Leste.
Asmara adalah sosok yang membangun gerakan masyarakat sipil dari institusi negara, khususnya ketika menjadi komisioner Komnas HAM. Menurut Sandra Moniaga, komisioner Komnas HAM, dia tidak menjadi pejabat yang lupa akarnya. “Dia memberi porsi untuk gerakan masyarakat sipil,” ungkapnya. Ditambahkannya, Asmara adalah sosok pejabat yang tidak melepaskan identitasnya sebagai masyarakat sipil.
Sandra sendiri telah mengenal Asmara saat di Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen di Indonesia (JKLPK) ketika mengadvokasi permasalahan Danau Toba yang surut diakibatkan Pembangkit Listrik Tenaga Angin (PLTA).
Selain itu, saat gerakan masyarakat adat mulai melembaga di awal 1990an, saat itu yang menonjol di Sumatera Utara ada Rai Sinta di Silaen yang melawan Indorayon dalam konflik tanah. “Kenapa kelompok perempuan ini bisa berani melawan? Karena tergabung dengan KSPH dan KSPPM,” ungkap Sandra Ditambahkannya, ia bersama Bang As menganggap isu masyarakat adat itu sebagai permasalahan yang penting, sehingga kemudian ELSAM yang didirikan menjadi rumah dari jaringan pembela masyarakat adat dan menjadi cikal bakal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
==
Oke deh, sobat JalaStoria! sampai sini dulu ya, info tentang Asmara Nababan. Semoga semangat dan keteguhannya dalam memperjuangkan HAM menginspirasi kita semua! [ANHS]