Apakah Poligami Tanpa Izin Bisa Dipidana?

 Apakah Poligami Tanpa Izin Bisa Dipidana?

Ilustrasi (Sumber: Jcomp/Freepik.com)

Tanya:  Kakak perempuan saya telah menikah selama 10 tahun dan telah dikaruniai 2 orang anak. Tiga bulan yang lalu, suaminya pergi dari rumah tanpa alasan yang jelas. Kakak dan keluarga kami telah berupaya untuk mencarinya, termasuk datang ke keluarganya, namun tidak ada informasi di mana keberadaannya. Sampai kemudian, kakak saya menemukan foto-foto perkawinan suaminya dengan perempuan lain di media sosial seorang perempuan. Melalui komunikasi direct message (DM) ke akun itu, diketahui bahwa sebelum menikah mereka telah berpacaran dua tahun dan suaminya mengaku duda. Mengetahui hal ini, kakak saya sangat terpukul. Apakah menikah lagi tanpa ijin isteri pertama bisa dipidana? Terimakasih.

M, Purbalingga

Jawab:

Kami ikut prihatin dengan yang telah menimpa kakak Ibu. Permasalahan yang menimpa kakak Ibu adalah bentuk kekerasan dalam rumah tangga dan perbuatan tindak pidana bigami. Catahu Komnas Perempuan mencatat pada 2020 terjadi 3.221 Kekerasan Terhadap Isteri (KTI) yang menempati 50% dari keseluruhan kasus di ranah KDRT/RP.  KTI di antaranya dipicu oleh poligami yang dilakukan dengan cara berbohong, yaitu selingkuh dan menikah tanpa diketahui oleh isteri-isteri lainnya, atau memanipulasi status perkawinan, seperti mengaku sudah bercerai. Hal ini menyebabkan perempuan menjadi terpukul, tidak berdaya, dan kehilangan kepercayaan diri baik sebagai seorang isteri maupun perempuan.

Baca Juga: Tersebab Permintaan Poligami

Sebelum menjawab apakah poligami tanpa ijin isteri dapat dipidana, terlebih dahulu  perlu diketahui aturan terkait dengan poligami. Menurut UU Perkawinan, perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkn Ketuhanan Yang Maha Esa.  Oleh karena itu, dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri, begitupun seorang perempuan hanya boleh mempunyai seorang suami.

Dengan demikian, seorang yang masih terikat perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi. Perkawinan yang ada menjadi penghalang untuk melakukan perkawinan dengan orang lain. Namun, diperbolehkan untuk menikah lagi jika agama/keyakinannya memperbolehkan dan memenuhi syarat serta prosedur yang ditentukan. Asas ini disebut dengan asas monogami terbuka.

Baca Juga: Mengajukan Visum ke Kepolisian 

Untuk mendapatkan izin pengadilan, suami mengajukan permohonan kepada pengadilan dan harus dipenuhi syarat-syarat yaitu:

(1) Ada persetujuan dari isteri/isteri-isteri.

(2) Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.

(3) Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-isteri dan anak-anak mereka.

Yang tak kalah penting, dalam memberikan izin untuk beristeri lebih dari seorang, pengadilan hanya memberi izin apabila a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pembatasan poligami ini ditujukan agar laki-laki bertanggungjawab terhadap keluarganya dan tidak menggunakan kebolehan poligami dalam agama untuk menimbulkan penderitaan pada isteri-isteri dan keluarganya. Dengan demikian ijin dari isteri sebelumnya adalah keharusan. Ijin itu sendiri haruslah diberikan dengan sukarela, tanpa kekerasan, ancaman kekerasan, ataupun manipulasi.

Baca Juga: Suami Sering Membentak dan Melakukan Kekerasan Fisik

Setelah memahami bahwa perkawinan yang ada adalah penghalang untuk perkawinan berikutnya dan poligami harus mendapatkan ijin dari isteri pertama, bagaimana jika ketentuan ini dilanggar seperti yang ditanyakan? UU Perkawinan memang tidak memberikan sanksi terhadap pelanggaran poligami tanpa ijin. Namun, sanksinya terdapat dalam kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) yaitu tindak pidana perkawinan poligami (bigamy) yang diatur dalam Pasal 279 KUHP, yang berbunyi:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun: 1. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu; 2. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.

(2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Dengan demikian, suami kakak Ibu dapat dikenakan pelanggaran Pasal 279 ayat (2) KUHP karena ia memiliki halangan perkawinan dan menyembunyikan status perkawinannya terhadap isteri keduanya dengan mengaku sudah duda. Jika perkawinan kedua dilakukan secara siri atau di bawah tangan, dalam konteks hukum negara perkawinan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan merupakan pelanggaran tindak pidana perzinahan (overspel) dan dapat diadukan berdasarkan Pasal 284 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama sembilan bulan. Untuk mengadukan pelanggaran Pasal 284 KUHP ini, hanya isteri atau suami yang dirugikan yang berhak mengadukannya ke kepolisian. Dalam hal ini adalah kakak Ibu.

Untuk memproses secara hukum pidana, sebaiknya Kakak Ibu mempersiapkan mental untuk menghadapinya dan mempersiapkan bukti-bukti seperti akta perkawinan, akta kelahiran, saksi-saksi yang mengetahui perkawinan kakak Ibu maupun perkawinan kedua, foto-foto perkawinan dan percakapan dengan isteri kedua. Jika perlu kakak Ibu dapat mengakses pendampingan dari lembaga layanan korban atau lembaga bantuan hukum terdekat. Demikian jawaban dari kami. Mudah-mudahan bermanfaat. []

 

Siti Aminah Tardi
Advokat, saat ini bertugas sebagai Komisioner Komnas Perempuan 2020-2024

Digiqole ad