30 Juli, Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia

 30 Juli, Hari Anti Perdagangan Orang Sedunia

Ilustrasi (Sumber: Darkmoon_Art/Pixabay.com)

JAKARTA, JALASTORIA.ID – Tanggal 30 Juli adalah momen bagi dunia untuk memperingati anti perdagangan orang.  Tanggal ini ditetapkan sebagai Hari Anti Perdagangan Orang Dunia oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 2013. Momentum itu sekaligus menandai adopsi Rencana Aksi Global Pemberantasan Perdagangan Orang (Global Plan of Action to Combat Trafficking in Persons) menjadi Resolusi PBB Nomor A/RES/68/192.

Resolusi PBB itu mendeklarasikan bahwa penetapan hari  anti perdagangan orang tersebut diperlukan untuk meningkatkan kepedulian terhadap situasi korban perdagangan orang. Selain itu, juga untuk meningkatkan perlindungan terhadap hak korban perdagangan orang.

Perdagangan Orang sebagai Kejahatan

PBB menegaskan bahwa perdagangan orang merupakan kejahatan yang serius (serious crime) dan pelanggaran berat hak asasi manusia (grave violation of human rights). Perdagangan  orang adalah kejahatan yang mengeksploitasi perempuan, anak-anak dan laki-laki untuk berbagai tujuan. Antara lain, eksploitasi korban dengan melacurkan korban atau bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan atau bentuk lain yang menyerupai perbudakan, penghambaan, atau pengambilan organ tubuh tertentu.

Baca Juga: Logika Hukum Prostitusi dan Perdagangan Manusia

Dilansir dari laman UN.org, PBB juga menyatakan bahwa setiap tahun, ada ribuan laki-laki, perempuan, dan anak-anak yang menjadi korban perdagangan orang. Mereka menjadi korban baik di negara mereka sendiri maupun di luar negeri. Hampir setiap negara di dunia terkena dampak perdagangan  orang, baik sebagai negara asal dan transit maupun tujuan para korban.

Fakta Perdagangan Orang di Dunia

United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) atau Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan, mencatat bahwa pada 2018, sekitar 50,000 korban perdagangan orang yang teridentifikasi dan dilaporkan oleh 148 negara. Hampir separuh dari korban yang terdeteksi tersebut diperdagangkan dengan tujuan eksploitasi seksual. Sementara itu, 38% korban di dieksploitasi untuk tujuan kerja paksa.

Kebanyakan korban yang teridentifikasi itu adalah perempuan, dengan total 65% dari keseluruhan korban. 46% di antaranya adalah perempuan dewasa, dan 19% adalah anak perempuan. Secara umum, 1 di antara 3 korban masih berusia anak.

Indonesia Merespons Perdagangan Orang

Sistem hukum Indonesia merespons permasalahan perdagangan orang ini dengan mengundangkan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (UU PTPPO). UU ini disahkan pada 19 April 2007.

Baca Juga: Perdagangan Orang dengan Modus Pengantin Pesanan dan Problematika Hukumnya

Kehadiran UU ini selanjutnya menjadi dasar bagi negara untuk membangun pengetahuan dan keterampilan aparatur penegak hukum untuk menangani perdagangan orang, antara lain melalui pendidikan dan pelatihan. Tidak hanya itu, permasalahan TPPO ini juga memperoleh perhatian serius dengan pencantumannya secara eksplisit dalam program dan arah kebijakan lembaga negara sebagaimana tercatat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU PTPPO, perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Adapun eksploitasi seksual berdasarkan Pasal 1 angka 8 UU ini adalah segala bentuk pemanfaatan organ tubuh seksual atau organ tubuh lain dari korban untuk mendapatkan keuntungan, termasuk tetapi tidak terbatas pada semua kegiatan pelacuran dan percabulan.

Berdasarkan UU ini, korban perdagangan orang mendapatkan jaminan atas perlindungan termasuk kerahasiaan identitas. Selain itu, korban juga mendapatkan jaminan atas pemulihan melalui penyediaan  pusat pelayanan terpadu, sarana rehabilitasi, hingga restitusi. UU ini mewajibkan pemerintah dan pemerintah daerah menyediakan berbagai program, kebijakan, dan anggaran baik dalam ruang pencegahan maupun penanganan.

Fakta Perdagangan Orang di Indonesia

Sebagaimana dirilis oleh mediaindonesia.com (7/4/2021),  International Organization for Migration (IOM) di Indonesia melaporkan bahwa selama 2020, jumlah kasus TPPO yang diterima IOM meningkat menjadi 154 kasus. Data 2020 juga menunjukkan kenaikan angka kasus TPPO di dalam negeri.

Sementara itu, laman yang sama juga melaporkan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA)  juga mencatat adanya peningkatan kasus TPPO  di masa pandemi Covid-19. Pada 2019, tercatat 213 kasus TPPO, yang kemudian meningkat menjadi 400 kasus  pada 2020.

Baca Juga: JarNas Anti TPPO: Adili Pelaku Kekerasan terhadap PRT

Adapun Komnas Perempuan dalam Catahu 2021  mencatat sepanjang 2020 terdapat 57 kasus perdagangan orang yang didampingi oleh mitra lembaga penyedia layanan yang diproses menggunakan UU PTPPO.

Meningkatkan Kepedulian

Dilansir dari laman UN.org,  penetapan hari tertentu sebagai hari peringatan dunia ditujukan untuk mengedukasi publik terkait isu tertentu yang menjadi perhatian. Tujuan lainnya adalah untuk memobilisasi dukungan politik dan sumber daya untuk meningkatkan kepedulian pada permasalahan di tingkat global. Selain itu, juga untuk merayakan dan menegakkan pencapaian upaya yang dilakukan terkait kemanusiaan.

Penetapan hari peringatan dunia ditetapkan oleh Majelis Umum PBB berdasarkan usulan negara-negara Anggota. Majelis Umum selanjutnya menetapkan berdasarkan kesepakatan untuk mengadopsi resolusi yang menetapkan hari tertentu sebagai hari peringatan dunia.

Umumnya, hari peringatan dunia sangat terkait dengan agenda dunia untuk keamanan dan perdamaian. Selain itu, juga terkait dengan kampanye pembangunan berkelanjutan, perlindungan hak asasi manusia, dan jaminan atas hukum internasional dan aksi kemanusiaan.

Melalui momentum hari peringatan dunia, PBB berkesempatan untuk mengingatkan suatu negara untuk mengambil langkah demi mengatasi permasalahan serius yang terjadi di dunia. Terkait dengan momentum 30 Juli sebagai hari anti perdagangan orang dunia,  ini adalah momentum bagi masyarakat dunia, tak terkecuali Indonesia, untuk meningkatkan kepedulian terhadap korban perdagangan orang. [RAM, ANHS]

 

Digiqole ad